"You see what it wants you to see."
Hal sederhana yang terkesan rumit ini tentu saja tidak
dilakukan oleh semua orang, tapi pasti ada penikmat film yang memiliki standard
pribadi pada tiap genre film yang ditontonnya, sebuah standard yang ikut
mempengaruhi hasil yang ditelurkan oleh rekan-rekan satu alirannya yang
terbaru. Film ini menjadi salah satu korban dari aturan main tadi, Oculus, just a decent horror.
Seorang wanita muda bernama Kaylie Russell (Karen Gillan) memperoleh kesempatan untuk
mewujudkan salah satu ambisi pribadinya yang selama ini terpendam, mencari tahu
alasan dari sebuah tragedi yang menimpa kedua orang tuanya, Alan (Rory Cochrane) dan Marie (Katee Sackhoff). Objek yang
menjadi sumber rasa penasaran itu adalah sebuah cermin tua berukuran besar yang
menurutnya memiliki sebuah kekuatan magis yang dahulu menghadirkan masalah
didalam keluarganya.
Momen yang juga bertepatan dengan kehadiran adiknya, Tim (Brenton Thwaites), yang baru keluar
dari rumah sakit jiwa dimanfaatkan oleh Kaylie untuk melakukan test menggunakan
teknologi terkini, merekam cermin tersebut menggunakan kamera dari berbagai
angle dengan harapan dapat memperoleh clue yang mendekatkan mereka pada sebuah
jawaban. Celakanya yang terjadi justru sebaliknya, disertai berbagai gesekan
mereka perlahan terjebak kedalam masa lalu kelam tadi.
Imo salah satu syarat dari sebuah film yang baik adalah film tersebut mampu
menarik penontonnya masuk kedalam cerita dan terlibat bersama karakter dan
masalah yang mereka punya, dan Oculus
sangat lemah di bagian ini. Sangat disayangkan karena petualangan sederhana
yang ditulis oleh sang sutradara Mike
Flanagan bersama dengan Jeff Howard
ini pada dasarnya juga punya sedikit nafas psychological dalam ceritanya,
mengunci karakter dalam luas yang terbatas dan mulai memutar-mutar mereka
dengan berbagai hal-hal familiar yang tentu saja dapat dimaafkan dengan sangat
mudah. Masalahnya adalah tidak ada sensasi disini.
Bukan berarti ia buruk, saya bahkan suka dengan cara
yang digunakan oleh Mike Flanagan
dalam memadukan berbagai fomula standard sebuah film horror lengkap dengan
kejutan-kejutan yang beberapa diantaranya tidak dapat dipungkiri sukses
memberikan kejutan menarik. Permainan gambar bersama dengan score yang efektif,
dan memadukan mereka bersama teka-teki yang dilebarkan dengan baik serta
disusun dengan cukup rapi yang meskipun terkesan kurang berani berhasil membuat
penontonnya tertarik untuk mencari tahu apa yang terjadi didalam cerita. Yang
kurang dari Oculus adalah ia terasa
lemah pada jualan utama sebuah film horor, rasa takut.
Oculus punya grafik yang menurun, diawal ia punya pesona
dengan segala potensi dari sinopsis yang memadukan past dan present, tapi
ketika semua masalah bersama dengan karakter sudah terjebak didalam satu arena
pesona itu juga ikut terjebak dan mulai terlupakan. Tidak ada dinamika yang
bertenaga disini, mulai berputar-putar mencari jalan keluar dengan terus
menghadirkan momen-momen yang seolah-olah mencoba menjadi alarm untuk membuat
penontonnya waspada namun ketika ia datang mayoritas terasa biasa. Materi yang
monoton tentu merupakan hal yang biasa, namun sayangnya Mike Flanagan juga ikut membentuk materi tadi dengan rasa monoton
yang sama besarnya.
Kurang mampunya Mike
Flanagan memanfaatkan ruang sempit yang ia ciptakan untung saja tidak
dimiliki oleh divisi akting. Tidak kuat memang tapi kinerja para aktor terasa
efektif terutama pada kemampuan mereka menjadikan misteri pada cerita memiliki
sebuah pertanyaan yang menarik. Karen
Gillan mampu menjalankan tugasnya sebagai penggerak utama cerita meskipun
kurang sukses menjaga daya tarik dari pencarian yang ia lakukan. Rory Cochrane dan Katee Sackhoff juga tampil
cukup baik karena berhasil menjadikan kisah masa lalu mencuri posisi terdepan
cerita, begitupula dengan bantuan efektif dari Garrett Ryan dan Annalise
Basso.
Overall, Oculus
adalah film yang cukup memuaskan. Oculus adalah sebuah horror ruang sempit yang
potensial namun sayangnya harus rela kehilangan pesona yang ia punya karena
dinamika cerita yang terasa monoton, ia tidak mampu memberikan terror yang
menyenangkan akibat fokus yang terlalu besar dalam menjaga cerita untuk terus
mempermainkan pikiran penontonnya. Menakutkan? Tidak. Menjengkelkan? Tidak.
Menyenangkan? Cukup.
0 komentar :
Post a Comment