"Everybody remembers it how they need to."
Sangat mudah untuk antusias dengan film ini, mengangkat
perjalanan dari jukebox musical milik The
Four Seasons, yang menurut The Vocal
Group Hall of Fame merupakan the most popular rock band before The Beatles! Tidak hanya itu, karena ada
Clint Eastwood pula didalamnya. Tapi
jika ekspektasi anda sama dengan saya, maka tidak ada salahnya untuk mencoba
menarik mundur mereka, karena Jersey Boys
tidak mampu tampil sama besar seperti sejarah yang coba mereka gambarkan.
Di tahun 1951, Tommy
DeVito (Vincent Piazza) bersama adiknya dan juga temannya Nick Massi (Michael Lomenda) membentuk
sebuah grup musik bersama sahabatnya yang lain, Frankie Valli (John Lloyd Young) sebagai lead singer, dan
singer-songwriter bernama Bob Gaudio
(Erich Bergen). Kelompok yang bernama The
Four Seasons setelah beberapa kali berganti nama itu mulai mencuri
perhatian dengan tiga hits mereka, Sherry,
Big Girls Don't Cry, dan Walk Like a
Man, tapi sayangnya ketika mereka menuju ke puncak berbagai masalah mulai
hadir, dari yang bersifat personal hingga kriminal.
Ini adalah film biografi, dan alasan penonton untuk
datang menyaksikan tipe film seperti ini jelas untuk menikmati bagaimana
perjalanan sejarah dari seorang atau sekelompok tokoh dari bawah menuju keatas
hingga mungkin saja kembali kebawah dan sebaliknya. Cerita yang ditulis oleh Marshall Brickman dan Rick Elice memang berhasil sih memenuhi
hal tadi, tapi sayangnya arah dari fokus yang mereka letakkan berpeluang untuk
tidak memuaskan beberapa penonton, sebuah bisnis pertunjukan klise yang
menciptakan tabrakan antara narasi dan musik yang menjadi daya tarik utamanya.
Jersey Boys ternyata bukan film yang mengajak kita untuk bersama
merayakan kebesaran The Four Seasons
dengan bantuan masalah yang mereka hadapi, tapi sebuah film yang berusaha
membawa kita terjebak lebih dalam di masalah karakter sehingga sulit untuk
merayakan kebesaran dan kehebatan yang mereka capai. Cara Eastwood membangun
masalah dan karakter terasa terlalu tenang disini, energi yang ia berikan baik
itu pada cerita dan juga musik tidak berhasil membangun pesona dari The Four Seasons, sensasi broadway itu
kurang menggigit dan longgar karena sering terhalangi sisi suram cerita yang
seolah ingin lebih ditonjolkan.
Setelah mereka tahu bahwa wajah yang ditampilkan Jersey Boys tidak seperti yang
diharapkan, penonton bisa saja memaafkan keputusan tadi asalkan pendekatan yang
dibawa Clint Eastwood dapat
memberikan hiburan yang menghibur. Sayangnya tidak, karena meskipun menggunakan
perspektif dari para anggota band image dari The Four Seasons seperti tidak
menjadi inti yang paling penting disini. Kita lebih sering diajak berkabung
dalam narasi tambal sulam yang sesekali mengandalkan emosi namun juga sering
menggabungkannya dengan humor untuk menemani musik, yang memang harus diakui
meskipun minim pesona tetap cukup kuat untuk mempertahankan atensi penonton
padanya.
Itu mengapa diawal saya mengatakan untuk menarik
ekspektasi awal, karena apa yang saya harapakan adalah menyaksikan perjalanan
dan perjuangan sebuah grup bernama The
Four Seasons untuk bertarung dengan masalah dan kemudian bergembira dengan
kesuksesan mereka. Jersey Boys tidak
punya itu, gejolak masalah tidak membawa kita ke puncak yang besar, sisi teknis
seperti teknik kamera yang sering terlalu sempit hingga irama dari perpaduan
cerita dan musik yang canggung, disertai dengan pembagian fokus yang kurang
mumpuni Jersey Boys tidak berhasil menjadi Jukebox
musical yang menyenangkan.
0 komentar :
Post a Comment