"Apes do not want war!"
Dawn of the Planet of the Apes menjadi bukti terbaru bagaimana sebuah film dengan
status blockbuster yang hadir di
periode summertime tetap mampu atau
dapat memberikan hiburan yang menyenangkan tanpa harus secara total mengesampingkan
substance demi style, tanpa perlu mengorbankan dirinya untuk tampil kelewat “bodoh”
agar dapat menyenangkan penontonnya. Tidak
perlu penjelasan panjang lebar di paragraf pembuka ini, it’s surely this year
one of the best so far. Welcome to “modern” blockbuster era btw. Dawn of the Planet of the Apes, a very good
humanity message from simple friction between humans and speaking monkeys. Engaging.
Hal tersebut
yang menjadi kendala bagi Malcolm (Jason
Clarke), yang bersama Ellie (Keri
Russell), Alexander (Kodi
Smit-McPhee) serta beberapa rekan lainnya ditugaskan oleh pria bernama Dreyfus (Gary Oldman) untuk masuk
kedalam hutan dan kemudian mengaktifkan kembali bendungan tersebut. Caesar, Koba (Toby Kebbell), dan beberapa sosok
penting kawanan Apes lainnya pada dasarnya juga ingin menjaga perdamaian, namun
sayangnya hadirnya faksi lain dengan tujuan yang berbeda membawa cobaan bagi
komitmen terhadap perdamaian yang mereka ciptakan sebelumnya itu.
Dawn of the Planet of the Apes adalah film bunglon, ia punya berbagai warna cerita
yang berhasil ditampikan dengan baik dan seimbang di dalam satu kemasan, dan
kombinasi diantara mereka terasa variatif serta menyegarkan. Ini pada dasarnya
masih merupakan sebuah film tentang perang dimana cerita yang ditulis oleh Mark Bomback, Rick Jaffa, dan Amanda Silver tetap mengacu pada tujuan
utama karakter untuk menyelamatkan dunia, tapi yang menarik adalah ia tidak
serta merta dengan frontal menunjukkan misinya tersebut dengan berbagai ledakan
dan aksi heroik yang menyesakkan layar. Matt
Reeves menjadikan film ini lebih kepada permainan perasaan bagi para
penontonnya, bercerita tentang kehancuran tanpa harus menghancurkan sejenak kerja
otak dari para penontonnya.
Ini yang terasa
berani karena dengan budget yang terhitung besar sejak awal hingga menjelang showdown di bagian akhir yang kelak akan
terasa seperti sebuah grandprize itu kesan sederhana tidak pernah lepas dari Dawn of the Planet of the Apes. Tanpa
rasa takut penonton lebih sering di buat untuk menunggu disini tapi dalam
situasi yang positif, tidak membawa mereka kedalam petualangan yang bergerak
cepat dengan oktan tinggi, secara perlahan dan tidak terburu-buru membangun
kembali karakter disertai masalah yang mereka punya (karakter manusia
berkembang dengan baik disini), memberikan kedalaman di dua bagian tadi
sehingga ketika ia mulai masuk kedalam bagian yang bertugas untuk mengeksploitasi
adrenalin para penonton akan memperoleh keseimbangan yang menyenangkan.
Tapi tenang, Dawn of the Planet of the Apes tidak
serumit yang anda bayangkan setelah membaca bagian di atas tadi. Memang tidak
ada ledakan penuh kesibukan skala super besar, cenderung tenang malah, tapi
penonton tetap akan memperoleh pengalaman sinematik yang mengesankan disini,
sebuah seni CGI yang sangat rinci
sehingga menjadikan karakter terasa sangat nyata. Ya, sangat nyata, bahkan ini
juga berpotensi sedikit mengganggu mereka yang terlibat terlalu dalam dan intim
pada cerita, karakter yang believeable serta relationship yang kuat dibalik
teknik bercerita yang terkesan sederhana itu menyebabkan masalah yang bertumpu
pada persoalan moral tadi tidak pernah berhenti memanfaatkan script kuat yang
menopangnya untuk terus bermain-main di layar dan juga pikiran penonton.
Apakah tidak ada
nilai minus? Ada, Dawn of the Planet of
the Apes adalah film segmented. Tidak ekstrim, tapi mereka yang tidak suka
dengan film yang menuntut kesabaran dan investasi sambil menantikan datangnya
babak akhir, ini akan terasa membosankan. Apalagi dinamika yang ia punya juga
bukan tipe rollercoaster, lebih
kepada tight dalam level stabil sejak
awal hingga akhir, berpotensi menjemukan meskipun tetap ditemani dengan visual
menarik, berisikan realisme pada kebencian, konfrontasi, ketakutan, ketegangan,
kegembiraan, hingga drama yang manis, intim namun tetap intens dengan
keseimbangan yang pas pada bagian besar dan bagian kecil cerita yang oleh Matt Reeves terus dijaga untuk tidak
melewati batas sehingga tidak menimbulkan kesan yang berlebihan.
Dua jempol tentu
layak diberikan pada kinerja tim visual efek, tapi tanpa kinerja yang baik dari
Andy Serkis serta pemeran Apes
lainnya, Dawn of the Planet of the Apes
mungkin tidak akan sekuat ini. Para Apes yang memegang kendali utama di film
ini berhasil menyajikan sebuah kehidupan dan gejolak yang charming dan manis,
menjadikan karakter mereka berdiri sejajar dengan karakter manusia. Apakah
akting pada motion capture dapat berpartisipasi di Oscar? Dan disisi lainnya
film ini juga berhasil memperbaiki hal minus pada karakter manusia yang
dimiliki oleh Rise of the Planet of the
Apes, berkembang tapi dalam kadar yang pas dimana Gary Oldman menjadi scene stealer.
Overall, Dawn of the Planet of the Apes adalah
film yang memuaskan. Dimulai dan diakhiri dengan sepasang mata yang konstan
menatap tajam kearah penontonnya, Dawn of
the Planet of the Apes bukan hanya berhasil menjalankan tugasnya sebagai
film blockbuster dengan sajian visual yang memuaskan tapi disisi lain ia juga
mampu bercerita dengan sama baiknya. Dari perang, hadir gesekan, terus bertumpu
pada pesan moral dan perdamaian, ini adalah sebuah kritik atau mungkin tamparan
tajam yang dikemas dengan cerdas ditujukan kepada mereka yang masih menganggap
perang sebagai sesuatu yang biasa, dan moral bukan hal penting lagi dalam dunia
modern sekarang ini. So, dimana posisi anda, berada dibawah perilaku para
monyet ini, atau berada diatasnya? Jika anda saat ini masih melihat kearah
atas, I hope someday you'll join us.
yang paling saya sukai dari film ini adalah karakter caesar, seperti inilah seharusnya seorang pemimpin.
ReplyDelete:)
DeleteThe sequel isnt as good as the first part, still very intelligent and well executed. Recommended.
ReplyDelete