"Not everyone can carry the weight of the world!"
Selalu ada keunikan dari sebuah film yang di awal
melemparkan sebuah konflik utama dan kemudian memberikan penontonnya banyak
masalah-masalah skala kecil baru untuk datang menyokong atau menemani main
issue tadi. Menjadi variatif dan berwarna, film ini mampu menghadirkan hal
tersebut dalam sebuah petualangan sederhana yang sayangnya terasa sedikit
“gemuk”. Calvary, haunting soul and faith
destruction in a good & weird way.
Father James Lavelle
(Brendan Gleeson),
Pastor gereja Katolik di sebuah kota kecil di Irlandia, telah duduk dengan tenang menggunakan jubah berwarna
hitam favoritnya di dalam bilik pengakuan dosa. Sikap tenang itu berubah dalam
sekejap ketika seorang pria yang berada di bilik sebelahnya memulai pengakuan
dosanya dengan sebuah pengakuan bahwa ia telah merasakan sperma saat berumur
tujuh tahun. Pria tersebut mengatakan bahwa ia menjadi korban pelecehan seksual
dari imamnya kala itu, hal yang meninggalkan luka dan menjadikan ia berniat
untuk membalaskan dendam tersebut.
Celakanya Father James adalah sasaran tembak pria
tersebut, dengan sebuah ultimatum yang terasa meyakinkan bahwa ia akan datang
satu minggu kemudian untuk membunuh Father James, tepat dihari minggu. Pada
awalnya Father James tidak menganggap serius ancaman tersebut, namun masalah
dari orang-orang disekitarnya membawa efek negatif bagi James, dari wanita
bernama Fiona (Kelly Reilly), konflik
segitiga antara Jack (Chris O'Dowd),
Veronica (Orla O'Rourke), dan Simon
(Isaach de Bankolé), dokter atheis bernama Frank Harte (Aidan Gillen), hingga sikap anti-Katolik yang ternyata
masih sangat kental, “kekuatan” Father James perlahan terganggu dalam perang
internal yang harus ia hadapi.
Tidak dapat dipungkiri ada sebuah impresi yang sangat
kuat dari bagaimana John Michael McDonagh
membuka kisah yang pada dasarnya sangat sederhana ini. Aneh, bahkan anda dapat
menyebutnya sedikit gila, dari sana mulai timbul pertanyaan apa yang kemudian
harus dan akan dilakukan oleh karakter utama untuk menunggu datangnya revenge
yang telah dijanjikan tersebut. Dan ini yang menarik karena setelah sebuah
kejutan besar di awal tadi penonton kemudian akan dibawa kedalam petualangan
yang terasa tenang tapi dipenuhi dengan berbagai masalah dan gesekan intens,
yang dengan liciknya akan membawa kita masuk kedalam misteri-misteri lain
yang tidak kalah dalam memberikan ambiguitas.
Yap, itu mengapa ada kata weird di paragraf pembuka
tadi, karena meskipun harus diakui ia punya materi yang
mumpuni McDonagh tidak pernah
berhenti menghadirkan mereka dengan cara yang terus berada di zona abu-abu.
Mengapa begitu, apa maksudnya, ini bahkan akan terkesan sebagai sebuah
petualangan pointless bagi mereka yang menunggu sebuah jawaban konkrit diakhir
cerita, problem, waiting, and boom, end. Bersama misteri yang menyenangkan penonton terus dibawa untuk masuk
kedalam dunia James, merasakan situasi asing lengkap dengan tekanan yang ia
miliki, kemudian mulai merasa intim dengan ikut merasa kesal dan jengkel pada
karakter lain yang dipenuhi hal negatif dunia seperti sikap keji dan egois.
Dengan segala perlakuan yang ia berikan kepada
penontonnya tadi sangat mudah untuk menangkap maksud dari film ini, character
study. Loncat dari satu masalah ke masalah yang lain dengan terus diselimuti
oleh clue terkait kematian, dan mencampur krisis umum terkait agama dengan cara
yang bijak tanpa menimbulkan kesan khotbah didalamnya. Disini kita dapat
melihat pertarungan yang menarik antara problems dan faith, sebuah ketidakpastian yang
ditampilkan dengan cara yang berani lengkap dengan sorotan terkait obsesi dan
dosa serta pengampunan pada hubungan antara agama dan manusia. Yang menjadi
masalah adalah materi menarik serta potensi yang banyak tadi hadir dengan kuantitas
seadanya.
Tidak buruk, tapi seadanya, sinopsis diatas tadi bahkan belum
mengikut sertakan berbagai masalah kecil lainnya yang harus dihadapi oleh
Father James. McDonagh seperti punya
banyak ide dan ingin semuanya dapat tersampaikan, banyak subplot untuk banyak
menampung banyak ide dan isu, celakanya ketika ia digabungkan dengan setting
suram dan gerak lamban ada penurunan skala kecil dalam hal daya tarik. Mayoritas plot pada script yang padat itu kurang mampu
menarik masuk penonton untuk terjerat lebih dalam, hanya sekedar masuk dan
keluar dengan meninggalkan sebuah pesan moral yang membekas kurang tajam, dan itu
semakin bermasalah ketika ia mulai sedikit menerapkan aksi reflektif bersama
sinematik yang cantik namun sayangnya beberapa diantara mereka terasa kaku.
Segala potensi besar yang muncul diawal perlahan
tergerus akibat ambisi dari John Michael
McDonagh untuk menuangkan semua ide yang ia punya. Buang satu atau dua
konflik kecil, perdalam sisanya, mungkin ini akan menjadi sebuah karakter studi
yang mampu meninggalkan kesan yang sangat dalam pada misinya karena akan memperjelas dan mempertajam kepentingan utama di dalam cerita, bukannya justru dipertengahan paruh kedua mulai terkesan
tersesat dan melayang-layang karena terlalu banyak melemparkan penggambaran
terkait dosa, hal yang akhirnya juga menggerus kesan satir dan potensinya untuk
tampil lucu serta daya tarik dari hubungan antara agama dan manusia yang menjadi
fokus utama.
Namun jika anda bertanya film apa saja yang akan saya
kenang di tahun 2014 ini, Calvary
adalah salah satunya. Brendan Gleeson
adalah alasannya. Di kali keduanya bekerja sama dengan McDonagh setelah The Guard, Gleeson berhasil memanfaatkan
dengan sangat baik materi yang memang diciptakan untuknya ini lewat tampilan performa
yang sangat impresif. Ada kegairahan yang hidup pada James, gejolak yang intens
namun halus, serta pertanyaan-pertanyaan penuh warna-warni yang di ekspresikan
dengan mumpuni. Andai saja Brendan Gleeson tidak tampil sedemikian baiknya
mungkin Calvary akan sulit untuk meninggalkan
memori bagi penontonnya, karena cast lain tidak punya kesempatan lebih untuk
mencuri atensi.
Overall, Calvary
adalah film yang cukup memuaskan. Faith dan moral, agama dan manusia, Calvary berhasil memberikan sebuah
petualangan yang tenang dan sederhana dipenuhi berbagai isu yang mungkin akan
lebih membekas ketika penonton telah pergi meninggalkannya. Sayangnya potensi
yang sangat besar diawal untuk menjadi sebuah character study cemerlang harus
tergerus dalam level yang cukup kecil akibat ambisi John Michael McDonagh untuk menjadikan ini tampak kompleks sehingga
terasa sedikit kaku menjelang akhir, walaupun performa yang sangat impresif dari Brendan Gleeson sangat cukup untuk
menutup luka kecil itu. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment