Sabotage sebenarnya merupakan salah satu film yang
tampil dengan cara klasik, mencoba bermain-main dengan misteri sepanjang cerita
untuk kemudian memberikan jawaban di bagian akhir. Hal tersulit dari film
dengan tipe seperti adalah selain bagaimana cara ia membangun jalan menuju akhir
namun juga harus mampu menjadikan petualangan tersebut tampak menarik, yang
sayangnya gagal hadir disini. Thank you
for trying so hard to be cool and macho, Sabotage.
Dibalik kenangan masa lalu yang masih penuh misteri
dan terus menghantuinya, John Wharthon
(Arnold Schwarzenegger), atau yang lebih dikenal dengan Breacher, masih merupakan salah satu
figure polisi yang tangguh. Ia merupakan pemimpin dari salah satu elite team
DEA agents yang beranggotakan James
Murray (Sam Worthington), Lizzy (Mireille Enos), Joe Philips (Joe Manganiello),
Julius Edmonds (Terrence Howard), Eddie Jordan (Josh Holloway), dan Tom Roberts (Max Martini). Suatu ketika
masalah misterius baru menghampiri Breacher.
Sejak awal Breacher dan rekan-rekannya telah menyusun
sebuah misi terselubung dibalik misi utama mereka untuk menyelamatkan uang
sebesar $ 10 juta dollar. Celakanya ketika mereka hendak menikmati hasil yang
telah mereka capai, uang tersebut justru hilang dengan misterius. Mereka
percaya ada pihak lain yang telah melakukan sabotase untuk mempermainkan
mereka, bahkan kasus tersebut telah melibatkan seorang investigator bernama Caroline Brentwood (Olivia Williams).
Tentu saja fokus utama yang dijual oleh film ini
adalah sosok frontman mereka, Arnold
Schwarzenegger, dan jujur saja ekpektasi itu sedikit tinggi terlebih jika
menilik dua film terakhir Arnie yang cukup memuaskan, The Last Stand, dan Escape
Plan. Tapi disamping itu yang justru menjadikan Sabotage terasa potensial
adalah kehadiran sosok David Ayer di
bangku sutradara dan juga menulis cerita bersama Skip Woods. Yap, kita punya Terminator
yang dikendalikan oleh orang yang berhasil menciptakan kemasan sederhana
seperti End of Watch menjadi film
action crime yang menyenangkan. Sayangnya sisi terang tersebut hanya eksis
tepat setelah film ini mungkin telah berjalan sekitar 10-15 menit.
Sabotage adalah kisah murahan yang celakanya juga dibangun
dengan cara murahan. Disini kita kembali dapat menemukan cara David Ayer bermain dengan tingkat
penceritaan yang ringan namun disisi lain tetap mampu mempertahankan misteri
yang menjadi pusat dan membuat penonton ikut menebak-nebak, tapi hal-hal lain
yang eksis disekitar pusat itu yang terasa menjengkelkan. Tidak ada rasa
percaya diri dalam menyampaikan cerita, Sabotage kerap kali terlihat bingung
bagaimana cara melakukan sabotase terhadap pikiran penontonnya, menyuntikkan
berbagai formula klasik yang tidak mampu mencerminkan point yang ia bawa dalam
sebuah struktur cerita yang cacat.
Ya, cacat, campur aduk hanya sebatas berupaya agar
dapat tampil gagah dan keren, dan itu gagal. Aksi kekerasan dan brutal yang
cukup pas, dibalut bersama teknik pencarian layaknya cerita detektif, ingin
membuat penontonnya kagum dengan eksploitasi bersama ledakan dan darah namun
justru menciptakan jalan bagi mereka untuk secara bertahap menumpuk rasa
kesalnya. Kasar, kaku, canggung, dari lelucon menggunakan dirty joke dengan pengulangan yang tidak dapat klik dengan momentum,
hingga dialog menggelikan dan sok keren bahkan terkadang sok pintar yang juga
banyak gagal sehingga memaksa mereka beralih dengan memanfaatkan ekspresi
karakter. Celakanya disini ia juga gagal.
Terlalu over, tidak hanya dibeberapa bagian namun hampir
disepanjang cerita, dan semakin kacau ketika mereka pada faktanya tidak
memiliki nyawa yang mumpuni. Kosong, tidak mampu membuat penonton merasa peduli
dengan eksistensi mereka, yang seharusnya tampil baik mengingat misteri yang ia
bangun juga tidak punya daya tarik yang baik. Ini yang menyebabkan terkadang
ada rasa risih ketika cerita dan karakter yang berupaya terlalu keras untuk
dapat memikat itu bersatu, menjadikan aksi prosedural yang terlalu berambisi
itu terasa menggelikan ketimbang meninggalkan kesan impresif, dan itu semakin
kacau ketika pendekatan yang terlalu kartun itu ditemani dengan minus lainnya,
seperti editing yang berantakan.
Cerita yang kurang mumpuni juga berdampak pada kinerja
para aktor. Tentu ada alasan mengapa miskinnya kualitas materi menjadi penyebab
utama kegagalan Sabotage untuk menjadi sebuah guilty pleasure, contohnya Arnold Schwarzenegger yang di The Last
Stand dapat tampil kokoh, dan Escape Plan mampu menjadi sosok yang
menyenangkan. Disini ia tidak hidup, karakternya yang disepanjang cerita
seperti bergerak tanpa tujuan sehingga menjadikan konklusi yang diberikan
terasa mentah. Terus menerus dipaksa untuk mempertahankan warna gelap cerita
dan karakter yang celakanya tidak layak untuk dinikmati, hal yang juga dialami
aktor lainnya sehingga tidak terbangun chemistry yang mumpuni.
Overall, Sabotage
adalah film yang tidak memuaskan. Terlalu overdo menjadi masalah utama film
ini, penceritaan coba dikemas agar tampil ringan namun ditemani pula dengan
upaya untuk tampil megah yang diselipkan oleh David Ayer di banyak bagian. Hal tersebut yang menciptakan tekanan
pada cerita dan karakter menjadikan mereka tidak berkembang, tidak terbangun
dengan baik, sehingga ketika konklusi itu hadir hasil yang tercipta sangat
tumpul.
0 komentar :
Post a Comment