"The secret ingredient to sex, is love."
Jika menilik penggunaan judul yang memiliki arti
hypersexuality atau orang dengan gairah seks yang sangat tinggi, dan juga
berbagai poster yang ia gunakan dari versi simple hingga kumpulan gambar wajah
orgasme, pikiran kita pasti akan tertuju pada sebuah pertanyaan: apakah ini
film porno? No. Topik yang berani sebagai pusat utama dan dikemas dengan
sentuhan yang soft, karya terbaru dari Lars
von Trier ini akan menawarkan sebuah petualangan penuh gairah terhadap seks
yang ditemani dengan depresi, bagian pertama dari sebuah studi karakter, Nymphomaniac: Volume I, observasi
seksualitas yang cukup manis. Do you
think you know everything about sex? (Warning: review contains strong language
and (probably) image).
Ditengah gelapnya malam seorang wanita bernama Joe (Charlotte Gainsbourg) terbaring
lemah dengan wajah berantakan. Wanita yang sedang berada dalam kondisi dimana
ia merasa telah menjadi manusia yang buruk ini anehnya menolak tawaran seorang
pria bernama Seligman (Stellan Skarsgård)
untuk memanggil bantuan medis, hal yang kemudian memaksa Seligman membawanya
menuju apartemen miliknya untuk memenuhi permintaan Joe, secangkir teh hangat.
Namun bukannya beristirahat Joe yang telah memperoleh ketenangan justru mulai
bercerita perihal bagaimana kronologis sehingga ia terbaring akibat dipukuli
tadi.
Semua karena seks. Dimulai dari awal, sejak kecil
dengan ibu yang dingin serta ayah (Christian
Slater) yang perhatian Joe (Stacy
Martin) telah tumbuh menjadi wanita penuh obsesi pada kekuatan seks, dan
celakanya ia bergerak aktif untuk memenuhi rasa ingin tahunya itu. Dari bermain
di kamar mandi dengan gaya kodok, melepas virginity hanya dengan beberapa
penetrasi dari Jerôme Morris (Shia
LaBeouf), berpetualang di kereta api dengan melakuan betting pada jumlah
hubungan seks yang dilakukan bersama sahabatnya B (Sophie Kennedy Clark), hingga berhadapan dengan seorang wanita
bernama Mrs. H (Uma Thurman).
Tepuk tangan mungkin layak diberikan kepada Nymphomaniac, hanya pada cara ia
membangun ekspektasi. Ya, sejak awal dapat dikatakan Lars von Trier berhasil menciptakan sebuah kesuksesan besar pada
cara ia membangun hype film yang ia
sebut kembali menjadi penggambaran dari kehidupan miliknya ini. Dari poster
yang sederhana namun penuh makna tajam, mengganti huruf O dengan () yang
menyerupai vagina, dan itu ditemani dengan teaser yang ia lemparkan secara
bertahap serta terbagi menjadi beberapa chapter,
dan kemudian ditutup dengan trailer berani yang berisikan adegan eksplisit.
Well, itu belum menghitung durasi yang ia katakan sebesar lima setengah jam
untuk versi uncut.
Jadi pertanyaannya adalah apa fokus utama yang ingin Lars von Trier ceritakan dalam durasi
selama itu? Simple, dinamika dari kekuatan seks pada kehidupan setiap manusia.
Alasan utamanya cukup jelas, berawal dari bagaimana seorang gadis yang
dengan berani mengambil sikap untuk tidak percaya dengan ciptaan Tuhan bernama
cinta, memilih seks sebagai media untuk membentuk pemberontakan, dan dengan
fokus yang bertumpu pada perkembangan karakter dari sana penonton akan diajak
masuk kedalam lima chapter. Keputusan untuk memecah cerita menjadi sebuah
tahapan juga terasa cukup tepat karena masing-masing dari mereka mampu
menggambarkan point menarik yang mereka punya.
Yap, dari sini nilai positif terbesar Nymphomaniac, tiap bagian kecil itu
punya sesuatu yang menarik dalam skala besar. Menaklukan lawan jenis,
tergila-gila pada lawan jenis, resiko, halusinasi akibat rasa bingung, hingga
sistem menggunakan perumpamaan harmoni, uniknya bertolak belakang dengan tags “Forget about love” yang ia usung ada
sedikit kekuatan cinta yang terselubung dalam kuantitas minor disini, menemani
segala ketelanjangan berani dari payudara, vagina, hingga penis bersama unsimulated sex yang disebutkan
menggunakan body doubles. Tapi jika
dikemas sederhana hal-hal tadi seperti sebuah ornamen belaka dalam cerita,
karena hal yang lebih mengasyikkan hadir dari salah satu kepiawaian Lars von
Trier, menghadirkan nafas depresif.
Nymphomaniac:
Volume I berhasil menjadi bagian dari Depression Trilogy, sebuah eksplorasi pada sisi kelam seorang
manusia. Tidak sekuat Dancer in the Dark
memang, bahkan jika dibandingkan dengan dua pendahulunya, Antichrist dan Melancholia
(salah satu film favorit saya ditahun 2011), kadar depresif yang dimiliki film
ini masih lebih minim. Tapi yang menjadikan Nymphomaniac:
Volume I tetap selamat dari jurang kehancuran adalah ketika isolasi itu
kini hanya menggunakan sisi kejiwaan dan kemudian disatukan kedalam sebuah
petualangan maju dan mundur yang harus diakui berhasil dikemas dengan manis.
Ya, ada sebuah pengamatan menyenangkan dibalik cerita yang justru lebih sering
terlihat lucu dalam dinamika cerita yang terasa kurang bergairah.
Sedikit terlalu stabil, Nymphomaniac: Volume I hampir jatuh menjadi sebuah dongeng yang
datar. Permainan pikiran dan emosi-emosi rumit yang ia tampilkan memang terasa
tajam, hal yang sering menambah daya tarik cerita, namun disisi lain Lars von Trier seperti berupaya untuk
menciptakan ruang bagi ide-ide miliknya yang sering merusak tempo cerita,
bahkan menggerus daya tarik dan sisi erotis serta menekan sisi humor. Ia
seperti berupaya untuk mempermainkan cerita namun terlalu liar, memasukkan
berbagai hal ilmiah yang sayangnya tidak semua berhasil bekerja dengan baik,
dari alam hingga ilmu pengetahuan, bertujuan untuk membantu penggambaran
seksual dengan hal-hal seperti fly-fishing, sendok dan garpu, parkir, hingga Fibonacci dan Bach.
Sayang memang karena dinamika cerita yang kurang
bergelora itu menutup ruang bagi kualitas emosi dari karakter untuk bersinar. Stacy Martin berhasil menghadirkan
ekspresi menggoda, namun ketika dituntut untuk menampilkan emosinya lewat
ekspresi ia juga mampu melakukannya dengan cukup baik. Charlotte Gainsbourg dan Stellan
Skarsgård mampu menciptakan sebuah diskusi yang cukup baik dalam
menggerakkan dan membuka cerita, sedangkan Shia
LaBeouf dan Christian Slater at
least tidak menjadi tambahan yang merusak. But
the winner is Uma Thurman, dan jujur saja ia pula yang merusak film karena
dengan menampilkan gejolak batin dalam ketenangan yang fantastis itu ia mencuri simpati
penonton pada fokus dan karakter utama.
Overall, Nymphomaniac:
Volume I adalah film yang cukup memuaskan. Ini adalah sebuah penggambaran
dari salah satu hal kejam yang eksis di dunia, yang tumbuh di dalam tubuh
setiap manusia, obsesi pada kenikmatan yang dapat membawa manusia itu menuju
sisi kelam yang menjadikan mereka merasa sebagai sosok yang buruk. Sebuah observasi
yang menarik, sisi erotis yang tidak berlebihan, emosi yang mumpuni, namun
hadir dengan dinamika penceritaan yang kurang bergairah dan terasa terlalu
tenang. Sebuah eksplorasi pada hubungan antara seks dan cinta dalam nada
depresif dari seorang Lars von Trier.
Let’s go see Daddy’s favourite place!
Wanita pecandu seks "nymphomaniac" .. ngeri juga yaah.. Ada gak film yang membahas tentang cara mengobati ejakulasi dini atau yang semacamnya gitu.
ReplyDeleteJudulnya mungkin terlalu fulgar hahaha... tapi gimana sama isinya yaaa..
ReplyDeletejaga kesehatan selalu yaa obat flu herbal