"No speeches, no talking. You pointed the gun, you shoot the gun."
Apakah tindak kekerasan selalu dapat menyelesaikan
sebuah masalah? Maybe. Ya, mungkin, karena mayoritas dari tindak kejahatan yang
bersumber dari suatu masalah justru akan menciptakan sebuah masalah baru di
depannya, namun bukankah tidak di semua kesempatan setiap manusia akan
memperoleh banyak opsi untuk memecahkan masalah mereka? Terkadang bahkan hanya
satu, memperoleh kepuasan dan rasa damai dengan melakukan aksi balas dendam. Blue Ruin, questioning morality in
suspenseful low octane revenge thriller.
Mobil Pontiac berwarna biru yang penuh karat seolah
melengkapi betapa berantakannya kehidupan yang dimiliki oleh Dwight (Macon Blair), pria berjanggut
dengan penampilan lusuh yang seolah hidup tanpa motivasi. Faktanya memang
begitu, berkelana dari rumah yang berbeda hanya untuk numpang mandi, dan
setelah itu menghabiskan harinya yang kosong dengan menyendiri duduk santai di
area pantai. Hal tersebut menjadi rutinitas yang ia lakukan sembari menunggu
saat itu tiba, saat dimana ia hendak membalaskan dendam pada orang yang telah
membunuh orang tuanya.
Momen itu tiba, disaat sedang tertidur pulas Dwight
dihampiri seorang petugas polisi yang sepertinya masih menaruh simpati padanya,
dan memberikan info bahwa sosok yang membunuh orang tuanya telah dibebaskan.
Tanpa menghabiskan banyak waktu Dwight langsung bergerak untuk membalaskan
dendamnya. Namun sikapnya yang bertindak tanpa perencanaan yang kuat justru
menciptakan masalah baru bagi Dwight, aksi balasan yang turut mengancam
keberadaan orang-orang yang Dwight kenal, salah satunya Sam (Amy Hargreaves), dan menjadi awal dari terciptanya sebuah
permasalahan baru.
Sebenarnya inti utama dari kisah yang ingin
disampaikan oleh Jeremy Saulnier
sangat sederhana, bagaimana kinerja dari sebuah sistem sebab dan akibat pada
kehidupan lengkap bersama masalah serta konsekuensi, dan bagian dari konsep
minimalis itu sukses tersampaikan dengan baik juga dalam bentuk kemasan yang
dibangun secara minimalis. Oktan rendah, ada irama alur yang bergerak pelan,
cenderung banyak menghabiskan waktu dalam cerita yang tenang dan terasa dingin,
namun disisi lain tetap mampu menghadirkan cengkeraman thrill yang kuat dalam
narasi yang terus memegang teguh komitmennya pada fokus utama.
Hal tersebut yang menjadikan Blue Ruin terasa manis, terus kokoh dalam gelapnya isu utama
meskipun penuh warna dalam gerak yang terasa liar. Dengan pendekatan yang juga
minimalis kita seperti coba diajak untuk menikmati berbagai hidangan yang di
usung dalam sebuah tahapan yang efektif oleh Jeremy Saulnier. Tidak semua terungkap sejak awal, secara bertahap
cerita terus bertumbuh dengan informasi yang dilemparkan secara satu per satu,
mondar-mandir secara konsisten dari yang awalnya seperti tidak punya motivasi
yang kuat, mulai menemukan fakta dari karakter antihero yang kemudian akan
menyajikan aksi kekerasan brutal dan agresif yang lagi-lagi dikemas dengan
tenang.
Selalu ada kenikmatan tersendiri ketika menyaksikan
sebuah film thriller yang bermain-main dalam situasi tenang namun tetap mampu
menciptakan cengkeraman yang mumpuni. Riskan memang terlebih jika di isi dengan
gerak yang terkesan random dan berpotensi menghadirkan penceritaan yang terasa
lesu bersama rasa monoton, tapi berkat narasi yang cekatan momentum cerita yang
dimiliki Blue Ruin terkadang bahkan
mampu menyentuh emosi sembari menjadi arena bagi sedikit eksploitasi pada sisi
refleksi lewat hubungan keputusan serta pilihan yang berhasil terus terjaga
dengan baik. Aneh memang karena materi yang ia miliki sesungguhnya terasa
mentah dalam formula yang juga sangat tradisional, namun hal-hal tadi mampu
dipermainkan dengan cerdik oleh Jeremy
Saulnier.
Mengharap ledakan cerita dengan tensi yang tinggi
adalah sesuatu yang salah disini, karena Blue
Ruin memang sengaja dikemas untuk menyampaikan isu yang ia bawa secara
lebih intim. Bahkan tidak ada subplot yang tidak perlu sebagai upaya untuk
menambah kerumitan cerita, Jeremy
Saulnier memilih untuk terus fokus
pada tahapan-tahapan yang hadir satu per satu dimana ia berhasil mengatur
transisi yang halus antar tiap elemen sehingga menciptakan sebuah alur cerita
yang terus klik dan mengalir, trauma psikologis yang kemudian diselingi oleh
humor implisit yang minim, dan itu dibalut bersama suspense yang
stabil serta dialog-dialog efektif yang
terus menebar kesan ambigu yang tidak akan berhenti meninggalkan penontonnya
dalam kondisi tanpa pertanyaan.
Yap, ini yang menarik, formula destruktif yang
berisikan aksi menertawakan kebodohan dari karakter ini seolah menjadi ruang
bagi pikiran para penontonnya untuk bermain-main, bukan sebuah misteri yang
rumit memang tapi isu provokatif itu seperti tidak mau kalah dengan aksi
kekerasan dalam mencuri atensi. So, membunuh adalah tindakan yang salah, namun
bagaimana jika membunuh merupakan hanya opsi yang tersedia untuk membawa anda
lepas dari trauma dan tekanan yang justru mungkin akan “membunuh” anda dalam
kondisi hidup. Itu adalah dilema yang menarik jika dinilai dengan logika
sederhana, menjadi bagian dari sebuah aksi balas dendam super simple yang rapi
dan juga efektif.
Divisi akting sendiri merupakan kebalikan dari cerita
yang variatif karena sepanjang cerita kita akan selalu berteman dengan Macon Blair. Memang tidak sama
ekstrimnya dengan Tom Hardy di Locke, namun kinerja yang ia berikan
berada di level yang tidak jauh berbeda, dari protagonist malang yang mampu
menarik simpati, kemudian menunjukkan ledakan emosi yang sukses mengundang
empati pada masalah yang ia bawa, hingga aksi balas dendamnya yang menciptakan
dilema hasil perpaduan dari dua hal tadi. Selain Macon yang sukses mencuri
perhatian hanya Amy Hargreaves dengan
sikap frustasi yang ia bentuk, dan juga Devin
Ratray dengan aksi komikal dalam menunjukkan semangat yang ia miliki.
Overall, Blue
Ruin adalah film yang memuaskan. Dengan durasi 90 menit yang terasa mini
serta konsep sederhana dengan alur cerita yang straightforward, Blue Ruin
berpotensi besar mendapatkan kalimat “so what? “ dari penontonnya ketika ia
telah berakhir. Ya, ini bukan membawa jawaban atas pertanyaan, namun justru
sebuah pertanyaan setelah pertanyaan lewat aksi balas dendam. Fokus yang kuat, sinematografi dan score mumpuni, dinamika dan teknik bercerita yang rapi dan terus hidup, serta kinerja
akting yang kuat dari Macon Blair, Blue Ruin berhasil menjadi sebuah
thriller oktan rendah yang menyenangkan. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment