Apakah anda punya sahabat, rekan, atau keluarga yang
berubah dalam hal sikap ketika mereka telah bertemu dengan kesuksesan. Tidak
dapat dipungkiri memang hal tersebut akan dengan mudah menghampiri setiap
individu, karena dengan sifat manusia yang tak pernah puas menjadikan jalan
yang ditemukan memacu obsesi yang jauh lebih besar. Masalahnya hanya satu,
mampu atau tidak mereka mengontrol diri agar tidak menjadikan kesuksesan
tersebut justru membawa mereka kedalam kehancuran. Rough Play (Baeuneun Baeuda), an obsession and destruction story in Kim
Ki-duk style. Just in style.
Oh Young (Lee
Joon) sesungguhnya hanya melakukan apa yang menjadi hal
wajib dari seorang aktor, menunjukkan kemampuan akting secara total hingga
mampu menarik perhatian setiap insan di dunia perfilman. Namun sayangnya dalam
hal ini Oh Young sedikit bertindak diluar batas, ambisinya yang begitu besar
menjadikan Oh Young kerap kali mengekplorasi karakter yang ia perankan terlalu
jauh dari standard yang ditetapkan. Hal tersebut menjadi concern bagi
rekan-rekannya, dari aktris yang merasa terganggu, hingga amarah dari
sutradara.
Tapi dibalik sisi gelap yang ia miliki, ternyata ada
seorang manajer bernama Kim Jang-ho (Seo
Beom-seok) yang masih yakin bahwa Oh Young dapat menjadi bintang terkenal.
Hal tersebut terbukti dalam waktu singkat, dari sebuah peran kecil Oh Young
berubah dari seorang aktor putus asa dengan bakat mentah menjadi selebriti yang
sangat terkenal. Namun perubahan nasib itu tidak terjadi pada sikap yang
dimiliki oleh Oh Young, menjadikan ego dan sikap sombong yang telah ia punya
sejak awal semakin memperbesar tekanan yang perlahan datang menemani hidupnya.
Apakah ini sama dengan Rough Cut yang juga ditulis oleh Kim Ki-duk? Temanya memang sama yaitu dengan menggunakan dunia film
sebagai latar utama, namun jika pada Rough Cut cerita masih di isi dengan
beberapa adegan aksi yang menyenangkan, Rough
Play memiliki sasaran yang sedikit berbeda. Ini lebih terasa seperti
observasi pada karakter yang dengan intens terus bermain bersama obsesi
miliknya, mengekploitasi sisi lemah dari setiap manusia dalam proses
self-destruction yang sempit. Ya, sempit, karena pada dasarnya ini hanyalah
sebuah penggambaran dengan cara dan materi yang berbeda dari sebuah topik yang
bukan lagi menjadi sesuatu yang baru, self-control.
Rough Play berhasil menarik pada bagian awal, tapi sayangnya
tidak berlanjut hingga akhir. Aksi mondar-mandir diawal, kemudian penggambaran
mengenai dinamika dari sebuah bisnis entertainment berhasil tergambarkan dengan
baik, ada kesan natural yang menyenangkan disini, sisi gelap cerita, kemudian
sosok psycho dari karakter utama, bahkan sikap berani yang ia tunjukkan sukses
menarik perhatian dan menjadikan penonton menaikkan ekpektasi awal mereka.
Masalah utama disini adalah ketimbang memberikan pertumbuhan yang mumpuni baik
pada sisi cerita dan juga karakter, Park
Hong-Soo justru membawa kisah yang ditulis oleh Kim Ki-Duk dan Jang Hun
ini berjalan di level yang sama.
Tentu saja menjadi sesuatu yang sangat positif jika
mampu mempertahankan tingkat stabilitas pada sebuah film, jika standard yang ia
ciptakan memang sudah tinggi. Rough Play
celakanya tidak berada di level yang mumpuni di bagian awal. Tidak berkembang,
dialog yang tercipta kerap kali terasa stuck dan canggung, cerita juga terasa
kaku dengan alur yang terasa lemah, ditambah dengan karakterisasi dari tokoh
juga terasa sangat tipis, dan menjadi semakin aneh ketika dibalik kombinasi
dari beberapa kekurangan tadi disisi lain Park Hong-Soo masih terus berupaya
untuk menyampaikan point dari bagian gelap setiap manusia dengan menekankan pada
sisi kompleksitas konflik utama.
Ini yang cukup menjengkelkan, ketika ia seolah memaksa
kita sebagai penonton untuk ikut dalam aliran kisah yang terus menerus berupaya
ingin tampak rumit padahal sejak awal tidak membekali kisah ini dengan pondasi
yang kuat. Berpindah dari satu scene menuju scene lainnya hanya untuk masuk
kedalam ruang yang berisikan aksi show off dari karakter utama dengan
penggunaan beberapa aksi kekerasan dan nude scene, ini terasa dingin, datar,
fokus yang ia tampilkan tidak kuat, bahkan kerap kali menghadirkan materi yang
kurang begitu memiliki peran penting pada misi utama terkait moral dan
menjadikan mereka sebagai tumpukan materi yang berupaya mencari jalan keluar.
Bukan menjadi hal yang aneh ketika penonton yang sudah
berusaha untuk terjebak dalam kisah gelap ini perlahan juga merasa bingung,
karena Rough Play sendiri sejak awal
sudah tampak kekurangan rasa percaya diri dalam bergerak. Tambal sulam mungkin
lebih tepatnya, secara kasar struktur cerita memang jelas namun mereka tidak
terangkai dengan rapi, baik, dan menarik. Ini semakin kacau ketika Lee Joon yang otomatis menjadi andalan
utama tidak mampu membangun bahkan mempertahankan daya tarik karakternya yang
sesungguhnya cukup mumpuni dibagian awal. Perlahan ia terasa datar, runtuh,
baik itu dari segi simpati pada permasalahan yang ia miliki, hingga aksi
kekerasan dan kesombongan yang ia tampilkan.
Overall, Rough
Play (Baeuneun Baeuda) adalah film yang kurang memuaskan. Potensial tentu
saja, namun kombinasi dari berbagai permasalah pada cara premis menarik itu
dibangun menjadikan film ini kurang mampu menyampaikan misi yang ia usung
dengan powerfull, tidak membosankan memang namun pada akhirnya penonton hanya
sebatas mengerti tanpa merasakan feel yang menarik dari isu utama yang ia coba gambarkan. Selalu menjadi hal yang
sulit ketika memaksakan berbagai materi yang terasa dingin untuk membentuk
kisah yang berisikan sebuah studi karakter.
0 komentar :
Post a Comment