"Your lives are more important than a piece of art."
Film ini berhasil menjadi bukti terbaru dari betapa
besarnya peran sebuah poster pada upaya membentuk ekspektasi calon penonton.
Coba perhatikan poster diatas, sekumpulan pria yang jika anda coba telusuri
lebih jauh punya kombinasi belasan nominasi Oscar di kantong mereka, berpakaian
layaknya tentara dan seperti menjanjikan sebuah cerita bertemakan peperangan
dengan permasalahan yang rumit dan kompleks. Stop, hapus ekspektasi itu, materi
perang hanya menjadi sebuah dasar, karena ini adalah petualangan tanpa urgensi.
The Monuments Men, it’s not a war battle,
it’s just the picnic man.
Pada saat perang dunia kedua yang berlangsung tahun
1943, ketimbang memikirkan hadirnya serangan musuh disertai ledakan bom dan
pertarungan senjata, seorang pria bernama Frank
Stokes (George Clooney) justru memikirkan sesuatu yang sedikit out of the
box. Barang kesenian menjadi concern utamanya, sesuatu yang ia anggap harta
karun berharga dan harus diselamatkan dari kehancuran karena dapat menjadi
saksi sejarah. Usulnya tersebut diterima oleh Presiden USA, dan Frank diberikan
izin untuk membentuk sebuah tim dalam upaya menyelamatkan barang-barang seni di
kawasan western, Eropa.
Dalam waktu singkat tim terbentuk, menyandang nama The Monument Men dengan beranggotakan Lt. James (Matt Damon), Sgt. Richard (Bill Murray), Sgt. Walter
(John Goodman), Lt. Jean Claude (Jean Dujardin), Pvt. Preston (Bob Balaban),
dan Lt. Donald (Hugh Bonneville). Misi mereka tidak sederhana, karena harus
berhadapan dengan Nazi yang kala itu masih berada di bawah komando Hitler,
keterlibatan Rusia, hingga menyeberang ke Paris, dengan bantuan seorang kurator
bernama Claire Simone (Cate Blanchett),
terpecah menjadi beberapa tim yang perlahan mulai berteman dengan kesulitan dan
rasa frustasi.
Mungkin baru pertama kali ini saya memulai sebuah
review dengan mengulas sisi teknis yang sering terlupakan oleh banyak penonton,
scoring. Ya, jika dijabarkan secara frontal hanya score dengan nada berat
bertemakan marching mengasyikkan dari Alexandre
Desplat itu yang berhasil menyajikan sebuah kinerja yang memikat pada The Monument Men, berperan sangat
penting pada kontrol terhadap tensi yang dimiliki cerita, bahkan dibanyak
bagian ia kerap menjadi faktor penyelamat film dari jurang kehancuran. Benar,
kehancuran, karena jika menaruh 5 sebagai angka maksimal dari sebuah elemen
film menjalankan tugasnya, bukan hanya mayoritas namun hampir 90% materi yang
mengisi The Monument Men hanya
bermain-main di angka 2, dan maksimal hanya 3.
Tidak ada dinamika cerita yang menarik disini, cerita
yang ditulis oleh George Clooney dan Grant Heslov itu sangat sering
kehilangan momentum dan urgensi dari konflik utama. Nah, ini dia masalah yang
memberikan nilai minus cukup krusial, dari konsep pencurian tidak terbangun
dengan baik, kemudian ditemani dengan berbagai sub-plot yang terjebak tanpa
arah yang jelas. Kita mengerti apa yang ingin film ini sampaikan, namun
penonton akan merasakan hadirnya sebuah tembok yang menghalangi mereka untuk
bergerak lebih dekat pada cerita dan juga karakter, sebuah kesulitan bagi
mereka untuk ikut pula mampu merasakan feel dari maksud yang ingin cerita
tunjukkan.
Hal minus tadi semakin parah karena tujuan utama The Monument Men pada dasarnya sangat
sederhana, perjuangan menyelamatkan nilai seni. Disamping itu tidak ada lagi
materi lain yang dapat mewarnai atau at least memberikan gesekan berupa konflik
pendukung, George Clooney seperti
ingin fokus dan terus fokus pada upaya agar sisi heroik dari pasukan
penyelematan barang seni dan menemukan Madonna
of Bruges itu dapat tergambarkan dengan megah, hal yang kemudian membentuk
cerita yang panjang dan berputar-putar untuk menciptakan sebuah penceritaan
yang kompleks. Hasilnya adalah sebuah kisah yang berbelit-belit, beberapa
bagian terkesan melompat dengan random, kemudian menemani sebuah proses
menunggu yang monoton untuk datangnya sebuah konklusi.
Yap, monoton. Penonton seperti diajak melompat dari
satu sketsa menuju sketsa lainnya. Editing menjadi sumber utama kekacauan film
ini. Tidak ada sebuah alur yang padat dan mengalir, sering terasa
terputus-putus dan memisahkan kisah menjadi beberapa tanpa kehadiran sebuah
koneksi yang mumpuni, hal yang seharusnya tidak boleh terjadi mengingat visi
utama mereka sebagai sebuah tim. Pada akhirnya cerita yang bermain di banyak
bagian terpisah itu terasa sangat canggung ketika coba digabungkan menjadi
sebuah kesatuan, terasa dipaksakan. Celakanya banyak diantara mereka justru
terkesan kurang penting, bukan hanya terkesan dangkal namun juga tidak mengandung
sebuah point yang menarik.
Sedikit disayangkan memang karena selain penceritaan
yang buruk sebenarnya elemen lain berada di level potensial. Sebut saja itu
seperti teknik pengambilan gambar yang tampak manis, bahkan kualitas akting
dari para pemeran juga tidak buruk, namun seperti sebuah kalimat great actor
doing bad movies, tidak peduli seberapa hebat sang aktor mereka tetap akan
jatuh jika tidak disokong dengan materi yang mumpuni. Yang berhasil mencuri
perhatian disini justru hanya Bill Murray
dan Bob Balaban, mampu membentuk
sebuah duet dipenuhi saling ejek yang terkadang menyenangkan. Selain itu kurang
kuat, George Clooney kurang
meyakinkan sebagai pemimpin, sedangkan Matt
Damon seperti diberikan liburan ketimbang menjadi seorang utusan yang
mencari informasi.
Overall, The
Monument Men adalah film yang kurang memuaskan. Potensi jelas ada, namun George Clooney tidak mampu menciptakan
sebuah dinamika cerita yang hidup dengan momentum yang mumpuni. Akhirnya
ketimbang melihatnya sebagai sebuah film penuh perjuangan heroik menyelamatkan
barang seni, ini lebih tampak seperti sekumpulan pria putus asa tanpa semangat
yang menjalankan misinya tanpa tekanan. Piknik!! The Monument Men bahkan mungkin dapat terasa jauh lebih
menyenangkan jika Clooney mau memberikan elemen komedi porsi yang sedikit lebih
besar, karena banyak dari mereka memiliki potensi untuk memberikan sesuatu yang
menyenangkan.
Setuju, kemaren baru nonton film nya, cukup membosankan dan kadang ada adegan-adegan yang kurang jelas..
ReplyDelete