"Hope Is Within Yourself."
Sangat mudah menciptakan kehancuran penuh energi dalam
tone tinggi, hadirkan ledakan, teriakan, hingga baku hantam, dan selesai. Namun
hal tersebut tidak dimiliki kehancuran dalam ketenangan, sebuah penggambaran
yang sulit dan memiliki apa yang sulit untuk dicapai oleh rekannya tadi, after
effect yang kuat. Film ini mampu menghadirkan hal tersebut, lembut, tenang,
kehancuran dan pengharapan serta drama dan komedi yang seimbang, Ilo Ilo, a
heartwarming drama without dramatization.
Hwee Leng (Yeo
Yann Yann) seorang wanita yang sedang hamil, bekerja sebagai
administrator yang berurusan dengan berbagai berkas, dan suaminya Teck (Chen Tianwen), keduanya bekerja
sekuat tenaga untuk meraih ekonomi yang stabil ketika krisis keuangan Asia pada
tahun 1997 sedang terjadi. Celakanya beban yang berat tadi justru harus
diwarnai dengan tingkah anak laki-laki mereka, Jiale (Koh Jia Ler), seorang anak nakal dan temperamental yang
senang bertindak sesuka hati sesuai keinginannya, sosok yang selalu menjadi
sumber telepon panggilan dari sekolah kepada Hwee Leng.
Hal tersebut yang kemudian memaksa Hwee Leng dan Teck
untuk menyewa seorang pembantu rumah tangga asal Filipina bernama Teresa
(Angeli Bayani), wanita yang lebih suka dipanggil Terry, ibu yang ternyata
juga sedang berjuang untuk menyelamatkan masa depan bayi yang ia tinggalkan di
Filipina dari jurang kemiskinan. Dengan tegas Jiale menolak kehadiran Terry,
yang memberikan kejutan padanya, tapi perlahan mulai berpindah menuju sisi lain
yang celakanya justru tidak dengan instan mengurangi permasalahan yang melanda
keluarga tersebut.
Cukup mudah jika harus menjabarkan apa saja nilai
minus yang dimiliki oleh film dengan banyak status ini: film debut penulis dan
sutradara Anthony Chen, wakil
Singapura di pertarungan best foreign language Oscar walaupun gagal meraih
nominasi, meraih tampuk tertinggi pada Golden
Horse Film Festival 2013, hingga penghargaan yang menjadikannya semakin
dikenal dunia sebagai pemenang Camera
d'Or pada Cannes Film Festival tahun
lalu. Tidak banyak memang, namun hadir gerak mondar-mandir dalam durasi sketsa
yang begitu singkat, hingga red herring dalam kuantitas tidak sedikit dan pada
akhirnya menjadikan film yang mengangkat tema relationship dan family ini akan
terasa sedikit segmented.
Ya, ini segmented, karena Ilo Ilo bukan drama yang akan membawa sebuah kasus besar dibagian
awal, bersama kombinasi konflik kecil di bagian tengah, dan memberikan jawaban
di akhir cerita. Ini lebih terasa seperti sebuah studi karakter yang hebatnya
tidak hanya satu, namun tiga bahkan empat karakter akan menemani kita selama
satu setengah jam dalam narasi lembut tanpa dinamika yang powerfull, kisah
sederhana yang intim dan punya cakupan sangat luas, bersama keluarga kelas
pekerja yang terus berjuang bukan hanya untuk meraih stabilitas dalam konteks
ekonomi dan menghindari kemiskinan, namun juga untuk bertarung dengan gejolak
emosi dan berupaya menghindari ledakan.
Sesungguhnya misi utama yang dibawa oleh Anthony Chen sangat sederhana dibalik
berbagai isu kecil penuh humor efektif yang ia tampilkan, hope is within
yourself. Tema utama terkait harapan tadi kemudian dikembangkan dengan halus,
mampu melakukan kontrol serta menjaga keseimbangan antara hitam dan putih
cerita sehingga terhindar dari situasi monoton dan overdo, kemudian dengan
mahir dan cekatan menjahit berbagai konflik tadi bersama dengan karakter
menjadi sebuah kesatuan masalah yang saling bahu mendorong narasi untuk maju
dalam sebuah aliran cerita yang secara mengejutkan terasa halus, dan
menghipnotis.
Diawal kita akan dengan mudah terikat dengan keluarga
penuh masalah utama, setting tahun 1997 yang terbentuk dengan cepat lewat tamagochi, pager, hingga walkman, dan kita tahu bahwa ini adalah
masalah antara seorang anak kecil dan pembantunya. Namun ternyata semua tidak
sederhana, dari sana penonton akan masuk kedalam jalur cerita yang akan
terkesan tidak memiliki tujuan kuat, dengan sabar terus mengalir hanyut dalam
kisah yang sesungguhnya terasa sedikit datar, tapi dengan teknik bercerita yang
sederhana Anthony Chen berhasil terus
mencuri atensi penontonnya, salah satunya dengan sikap berani untuk
menyuntikkan berbagai isu menggelitik walaupun akhirnya menciptakan salah satu
nilai minus tadi.
Ya, Ilo Ilo
adalah film yang berani dalam mengambil cara untuk mengekspresikan misi yang ia
emban. Manusia dan problema, ada cinta dibalik keterpurukan, ada cemburu
dibalik pride, hingga sikap saling membutuhkan antar sesama, senang dengan cara
Anthony Chen melakukan mix diantara
mereka, bahkan dengan sedikit isu sejarah dan budaya yang diselipkan.
Begitupula dengan cara ia diakhiri, sebuah perwujudan sebuah realita dari sisi
rumit kehidupan yang cukup sulit untuk digambarkan. Chemistry antar aktor juga
terasa mumpuni, Angeli Bayani yang
berhasil meraih simpati sejak awal tidak berdiri sendirian karena Koh Jia Ler, Tian Wen Chen, dan Yann Yann Yeo mampu menemani walaupun
memulai cerita pada sisi yang berbeda.
Overall, Ilo Ilo
adalah film yang memuaskan. Sederhana, halus, lembut, ini memang tidak sempurna
namun pada debut pertamanya Anthony Chen
dengan kinerja yang efektif berhasil menghadirkan sebuah gejolak emosi dalam ketenangan
penuh gambar memikat dalam tiga bahasa (Chinese,
English, Tagalog) menjadi sebuah penggambaran kombinasi antara kehidupan
dan kehancuran yang akan membuat penontonnya semakin merasakan makna cinta dari
keluarga. Manis.
0 komentar :
Post a Comment