"Opportunity Is everything."
People create their own problems. Ya, berawal
dari mimpi, kemudian hadir ambisi, disusul dengan nafsu untuk menjadi lebih
besar dan lebih baik, kombinasi tiga hal yang berasal dari diri kita sendiri
tersebut yang kemudian dapat menciptakan masalah apabila kita tidak mampu
mengendalikan diri dengan baik. Hal tersebut digunakan oleh Martin Scorsese
dalam karya terbarunya yang solid, liar, dan gila ini, The Wolf of Wall Street, a sweet over the top hedonism explosion. This is obscene.
Dibawah
bimbingan Mark Hanna (Matthew
McConaughey), boss Wall Street
dengan pola kehidupan bebas bersama seks dan kokain, dalam waktu singkat Jordan Belfort (Leonardo DiCaprio)
berhasil berubah dari seorang pria biasa menjadi ahli stockbroker dengan penghasilan
yang luar biasa tiap bulannya. Dari sana kehidupan Belfort semakin besar,
berawal dari insiden Black Monday,
Belfort mengikuti saran dari istrinya, Teresa
(Cristin Milioti), hijrah ke Long
Island dan masuk ke perusahaan yang justru memberikannya keuntungan jauh
lebih besar.
Keberhasilan
tersebut menjadikan rasa percaya diri Belfort tumbuh semakin tinggi, dan
bersama bantuan ayahnya, Max (Rob Reiner),
serta Donnie Azoff (Jonah Hill) dan
rekan lainnya, Belfort kembali menelurkan kesuksesan dengan menyulap perusahaan
kecil yang ia namai Stratton Oakmont
menjadi sebuah perusahaan investasi raksasa. Namun sikap agresif yang ia miliki
semakin tidak terkendali, perlahan membawa Belfort kedalam masalah dengan
melibatkan wanita cantik bernama Naomi
Lapaglia (Margot Robbie), hingga Patrick
Denham (Kyle Chandler).
Setelah ia
bergerak tidak begitu jauh dari garis awal sangat mudah untuk kemudian
menggumamkan satu kata: gila! Ya, ini gila, Martin
Scorsese membuktikan bahwa ia merupakan sutradara yang selalu mampu bermain
dibanyak warna cerita lewat upaya menghadirkan penggambaran dari drama
bertemakan moralitas dengan cara yang sangat liar. Kecanduan narkoba, pelacur,
perselingkuhan, aksi saling tipu saham dan investor ratusan juta dolar, dikombinasikan
bersama ketelanjangan tanpa rasa takut, The
Wolf of Wall Street bukan hanya menjadi biografi dari sosok nyata bernama Jordan Belfort, namun juga wujud sebuah
sindiran tajam dari seorang Scorsese terhadap budaya keserakahan.
The Wolf of Wall Street adalah sebuah
kemasan menyenangkan yang mencoba melemparkan tragedi tanpa sekalipun jatuh ke
lingkup menghakimi. Penuh sesak dengan hadirnya pengulangan yang terkesan
bertele-tele dan berlebihan, selama hampir tiga jam kita akan diajak untuk
mengamati potret dari gaya hidup hedonistik dalam gerak cerita yang selalu
dinamis dan cekatan, menelusuri kehidupan Jordan
Belfort dari ketika ia hanya seorang pria biasa hingga menjadi sosok yang
dikagumi lengkap dengan kegembiraan penuh pesta pora, kemakmuran dengan
kemewahan melimpah, serta ujian yang menemani dalam balutan kombinasi antara
mimpi, ambisi, dan self-control.
Ya, self-control, dibalik tampilan luas
miliknya yang mungkin akan terkesan tidak memiliki tujuan yang kuat dan
dipenuhi dengan omong kosong berlebihan itu The
Wolf of Wall Street sesungguhnya hanya mencoba menggambarkan satu hal
sederhana dari naskah yang ditulis ulang oleh Terence Winter ini, bagaimana pentingnya kemampuan kita untuk
mengendalikan serta menyeimbangkan kehidupan. Sangat sederhana, bahkan Scorsese
sejak awal seperti tidak ingin mencoba bergerak terlalu jauh saat membentuk
pesan yang ia bawa, menghindari cara rumit dan kompleks, dan justru hendak
membawa penonton mengerti niat utamanya lewat cara hanyut dalam aksi
menertawakan perilaku buruk yang membawa mimpi buruk bersama dominasi kehadiran
komedi hitam.
Konsep yang
diusung Scorsese pada film ini adalah dengan menciptakan cerita yang terus
mengalir dengan powerfull serta dipenuhi kegaduhan tanpa henti, menyapu
penontonnya kedalam jeratan narasi konvensional yang terus mencuri atensi,
struktur cerita yang cantik bersama sikap totalitas dan komitmen yang tampil
tanpa rasa takut. Proses menghancurkan karakter ini berhasil menjadi sebuah
alarm terkait sikap hedonisme, dengan gerak gelisah yang dipenuhi kepanikan dan
ratusan F-word, terkadang juga terasa absurd, lewat sebuah refleksi menjijikkan
dari sikap berlebihan yang tidak pernah puas.
Yang menjadi
masalah disini adalah dengan keberadaan Martin
Scorsese di bangku kendali, The Wolf
of Wall Street sudah terlanjur dengan cara yang sangat mudah menghadirkan
ekspektasi akan hadirnya sesuatu yang besar dalam kemasan yang besar. Hal
tersebut menyebabkan pesan sederhana yang sesungguhnya sangat powerfull itu
akan terkesan terlalu berlebihan pada proses penggambaran yang bahkan mungkin
akan terasa melelahkan bagi sebagian orang, walaupun sepanjang durasi saya
tidak menemukan momen membosankan meskipun ia punya momentum yang seperti
melemah ketika kita mulai keluar dari pesta dan masuk kedalam duka. Keinginan
Martin Scorsese untuk menghadirkan kekacauan yang liar dan terkendali juga
sangat terbantu berkat kinerja memikat divisi akting.
Ini mungkin
kinerja terbaik dari seorang Leonardo
DiCaprio dari daftar film miliknya yang telah saya tonton, ia bersinar di
dalam totalitas pada upaya menyeimbangkan sisi karismatik bersama sisi hitam
yang dimiliki Belfort. Oscar? Hmmm. Begitupula dengan Jonah Hill dengan gigi
putihnya, dan Margot Robbie yang
secara mengejutkan bukan hanya tampil sebagai pemanis belaka. Scorsese juga
cerdik dalam membentuk karakter kecil yang dimainkan dengan baik oleh deretan
sosok yang sudah tidak asing lagi, dari Cristin
Milioti, Jean Dujardin, Matthew McConaughey, Spike Jonze, Kyle Chandler,
hingga Jon Favreau.
Overall, The Wolf of Wall Street adalah film yang
memuaskan. Mungkin ia akan terkesan terlalu berlebihan serta tidak memiliki
point utama yang begitu penting, karena pesan sederhana terkait self-control dengan menggunakan tema
hedonisme itu disembunyikan oleh Martin
Scorsese didalam struktur yang sengaja ia bangun kedalam sebuah studi
karakter yang tampil penuh totalitas dan komitmen, berkilau dalam gerak yang
terasa liar, namun tetap terkendali. Yay, segmented.
pnmpilan terbaik kedua stlh shutter island.. just my opinion
ReplyDeleteYeah, selevel dengan Aviator dan Departed. :)
Delete