"You need to enjoy your life, you only got one."
Jika anda dinyatakan secara medis telah mengidap suatu
penyakit dan hanya punya waktu selama 30 hari untuk menikmati kehidupan, apa
yang akan anda lakukan? Banyak yang mungkin akan memilih melakukan apa yang
selama ini belum pernah mereka lakukan, ketimbang mencari jalan lain yang
kemungkinan besar juga akan berakhir dengan kegagalan. Film ini akan
menggambarkan sikap yang kedua, upaya pantang menyerah yang inspiratif, Dallas Buyers Club.
Ron Woodroof
(Matthew McConaughey) merupakan
seorang cowboy rodeo dengan cara berpikir yang sangat konservatif. Memiliki
jiwa yang bebas menyebabkan Ron hanya akan melakukan apa yang ia suka. Aksi
menipu walaupun memiliki kenalan polisi bernama Tucker (Steve Zahn), menggunakan narkoba dosis berat, bercinta
dengan berbagai wanita, sistem kehidupan itu masih terus ia terapkan bahkan
ketika Ron telah dinyatakan mengidap AIDS oleh Dr. Sevard (Denis O'Hare) dan Dr.
Eve Saks (Jennifer Garner).
Divonis hanya dapat hidup 30 hari lagi, sikap keras
kepala Ron hadir dengan menolak dirawat dan justru memilih menggunakan jalan
lain, berawal dari upaya menggunakan AZT, sebuah obat yang masih dalam tahap
percobaan dan belum mendapatkan lisensi dari FDA. Tidak sampai disitu, Ron
bahkan mengambil resiko yang jauh lebih besar dengan ikut melibatkan dokter
dari meksiko bernama Dr. Vass (Griffin
Dunne) hingga seorang pria transgender, Rayon
(Jared Leto).
Dallas Buyers
Club merupakan film yang mencoba menginspirasi dengan cara
yang tidak begitu konvensional. Ya, Jean-Marc
Vallée dengan penuh percaya diri menggunakan formula yang dapat dikatakan
sengaja ia lepas agar bergerak sedikit liar dan bebas untuk membangun cerita
yang ditulis oleh Craig Borten dan Melisa Wallack dari kisah nyata seorang
penderita AIDS bernama Ron Woodroof. Pesan utama ia simpan
dibalik gelapnya cerita dan juga karakter, dari sana kita dibawa masuk kedalam
petualangan berisikan perjuangan untuk mempertahankan hidup dari seorang pria
bajingan yang secara bertahap berubah menjadi menarik.
Sesungguhnya tidak sesederhana itu, karena dibalik
tema survival yang ia usung Dallas Buyers
Club ternyata ikut serta membawa berbagai tema kecil lain untuk bermain
didalam struktur yang ia miliki. Dari bahaya free sex dan narkoba, sikap pantang menyerah, hingga ikatan
persahabatan, dengan sentuhan yang halus mereka kemudian masuk kedalam potret
seorang karakter gelap yang perlahan tumbuh dan berkembang kearah positif
bersama kerumitan dari ambiguitas terselubung. Ya, terselubung, karena dibalik
apa yang ia tampilkan ternyata Jean-Marc
Vallée menyimpan sebuah misi dengan nafas heroik yang sangat kental.
Ya, heroik, itu mengapa diawal saya menyebutkan ini
adalah film inspiratif yang aneh, karena setelah larut dalam berbagai kekacauan
yang ia ciptakan kita kemudian diberikan sebuah transisi secara perlahan menuju
bagian yang lebih besar, kritik sosial. Hanya dengan menggunakan semangat dan
kemauan yang luar biasa lewat sikap menolak untuk mati penonton akan sadar
bahwa ini bukan hanya sekedar kisah untuk bertahan hidup, ada unsur lain yang bermain
didalamnya melalui pergeseran plot dari kisah penderitaan menuju bisnis terkait
politik serta pemerintahan.
Namun transisi itu pula yang menjadi penghalang dari
potensi yang telah Dallas Buyers Club
bangun untuk meraih puncak tertinggi. Penonton akan dibawa masuk kedalam sebuah
pengulangan pola: menemukan jalan, mendapatkan hambatan, menemukan jalan lain,
dan hambatan lain, minim pertumbuhan cerita. Tidak dapat dipungkiri anda akan
tetap menaruh atensi, mereka masih kokoh dan terus menarik, namun hal ini
sedikit menggerus dinamika mengasyikkan dan daya tarik serta menghalangi
kekuatan dari emosi yang telah ia ciptakan sebelum berpindah dari ringan ke
sedikit berat.
Sedikit disayangkan memang, karena walaupun terkesan
sedikit bermain aman dibagian kedua baik itu dari sisi pergerakan cerita dan
juga isu AIDS yang ia bawa, dengan
cara yang cekatan Jean-Marc Vallée
sesungguhnya sudah berhasil menawarkan sebuah kisah yang mampu menggambarkan
dengan baik semua isu dari krisis di tahun 1985 itu, dari peraturan FDA hingga isu LGBT, mencampur nafas brutal penuh ambisi bersama sisi lucu dan
terkadang menyentuh. Untung saja Jean-Marc
Vallée mampu memanfaatkan dua senjata utama miliknya di divisi acting
dengan, well, sangat baik.
Kinerja dari Matthew
McConaughey dan Jared Leto
menutupi nilai minus skala minor tadi. McConaughey tampil memukau, kedalaman
karakter yang kuat, berhasil menampilan kompleksitas yang terus menarik atensi
dan simpati dibalik sisi jelek dari karakter yang ia mainkan. Leto berhasil
menghadirkan seorang pria gay yang terkepung dalam kompleksitas kehidupan yang
ia hadapi, rasa takut, bingung, putus asa, semua ia tampilkan dengan sangat
halus sehingga tragedi dan ironi skala kecil yang ia miliki itu mampu menyayat
hati. Jennifer Garner juga sukses
mencuri perhatian dengan penampilannya yang bersahaja sebagai seorang dokter.
Overall, Dallas
Buyers Club adalah film yang memuaskan. Mampu mempertahankan konflik utama
hingga akhir, menghadirkan transisi yang halus dalam pergeseran warna cerita, menyampaikan
pesan yang ia usung tanpa terkesan menggurui, punya dua performa kuat di divisi
akting, Dallas Buyers Club sukses
menghadirkan sebuah drama mengasyikkan yang mencoba melemparkan isu kemanusiaan
dengan cara yang bebas dan tidak sentimental.
Saya barusan aja mau liat filmnya, eh downloadnya gagal filenya korup.
ReplyDeleteMantaapp thanks mas attas pemaparannya ,bermanfaat sekali bgi sya penggila film holyywoddd .. anjut trus mas .
ReplyDelete