"Our journey is entirely imaginary, which is its strength."
Apakah anda pernah berada dalam fase dimana anda mempertanyakan
kemampuan diri anda, berhadapan dengan konflik batin yang terus mempertanyakan
kualitas yang anda miliki. Cara terbaik untuk keluar dari fase tersebut adalah
menemukan kembali inspirasi dan semangat yang dapat menjawab semua pertanyaan
tersebut. The Great Beauty (La grande
bellezza) coba menawarkan petualangan tersebut, sebuah proses penemuan
penuh kenikmatan dalam bentuk nyanyian visual dan puisi sinematik.
Di usianya yang telah menginjak 65 tahun, Jep Gambardella (Toni Servillo) ternyata tidak menjalani hari
tuanya seperti yang banyak orang seusianya lakukan. Dahulu Jep adalah seorang
penulis yang sangat terkenal, sebuah novelnya bahkan masih terus dikenang
hingga kini. Namun itu adalah karya terakhirnya, tepat 40 tahun yang lalu. Ya,
selama empat dekade Jep tidak menghasilkan karya lainnya, kemudian memutuskan
untuk pensiun dan mulai mencoba menikmati hidup dengan berpesta, hingga momen
itu muncul, dimana pertanyaan yang selalu menemaninya meledak.
Berbagai pertanyaan disekitar perihal absennya ia dalam kurun waktu yang
lama pada akhirnya memuncak. Jep mulai mempertanyakan kemampuan yang ia miliki,
apakah ia benar-benar memiliki kemampuan seni, apakah kesuksesan dari karyanya
yang terakhir itu hanya sebuah kebetulan belaka? Keraguan itu bahkan harus
bergabung dengan trauma yang masih membekas pada memori istrinya yang telah
meninggal. Hal tersebut memaksa Jep keluar dari zona aman yang ia punya, dan
masuk kedalam petualangan di kota Roma, mengenang masa lalu dengan menyaksikan
kembali berbagai seni dan fantasi disekelilingnya.
Hal pertama yang dapat digunakan untuk menggambarkan The Great Beauty adalah ia merupakan
sebuah film yang sangat sangat segmented. Sangat, bahkan di bagian pembuka saya
sempat mengalami kebingungan pada cara apa yang harus diterapkan untuk dapat
menikmati film ini. Ia bukan art house, ia juga bukan sebuah drama klasik dan
konvensional. The Great Beauty adalah
sebuah puisi visual, Paolo Sorrentino
ingin cerita yang ia tulis bersama Umberto
Contarello menjadi sebuah kumpulan visual tentang berbagai pesan satir
kombinasi antara hedonisme masa kini dengan proses menemukan kembali, memilih
untuk berjalan dengan cerita yang dangkal namun tetap cerdas dalam menciptakan
kenikmatan agar penontonnya ikut terjebak dalam lamunannya.
Lamunan, anda akan diajak untuk secara stabil dan bertahap ikut melamun,
ikut berimajinasi bersama Jep Gambardella.
Penonton tidak diberikan satu konflik yang kemudian harus dipikirkan apa jalan
keluarnya, kita hanya dibiarkan lepas dan masuk dalam petualangan yang absurd
mengelilingi kota Roma, dari
bangunan, lukisan, sebuah proses observasi bersama gerakan kamera yang cantik
dan indah. Struktur cerita yang ringan, tanpa narasi dan plot yang jelas, semua
seperti telah disengaja oleh Paolo
Sorrentino, karena ia ingin cerita tidak menjadi beban dan kemudian
menciptakan sebuah ruang refleksi bahkan meditasi bagi penonton hanya melalui
gambaran dari hiruk pikuk dunia luar yang mengelilingi jiwa yang telah letih
dan gelap.
Pada dasarnya The Great Beauty
hanya sebuah permainan emosional yang sederhana. Namun, keputusan untuk secara
periodik terus berpindah dari satu konflik kecil menuju konflik kecil lain pada
akhirnya membuat kita akan menemukan banyak pesan kecil yang secara mengejutkan
berhasil menggunakan kesempatan kecil mereka untuk menghujam. Sulit untuk ikut
terbuai terlalu dalam bersama imajinasi penuh pemandangan menarik dan menyilaukan
itu, karena banyak hal-hal menarik yang ia selipkan, dari yang lucu, segar,
hingga kompleks. Penonton seperti masuk kedalam sebuah proses berisikan tiga
tugas yang sesungguhnya sangat mudah, mengagumi keindahan visual, mulai
bingung, dan kemudian melakukan penilaian terhadap eksplorasi pada kehidupan
moral manusia tentang cinta serta motivasi melalui petualangan karakter
utama.
Ya, tiga bagian, dan sangat senang melihat bagaimana Paolo Sorrentino memberikan sentuhan
totalitas penuh percaya diri pada mereka, dibentuk dalam perpaduan komposisi
yang renyah dan halus, absurd namun terus terkendali. Ketiganya seperti
dicanangkan untuk berdiri sejajar, yang juga menjadikan sulitnya bagi rasa
bosan hadir ketika penonton telah klik dengan irama yang mereka hadirkan,
menyaksikan kekacauan batin dari jiwa yang sedang berada dalam dilema dan
frustasi penuh kekecewaan pada kehidupannya, dan perlahan mulai menemukan
jawaban dari semua pertanyaan yang ia punya, yang hebatnya hadir dengan cara
yang cerdik dan menyenangkan tanpa terkesan menggurui yang juga tidak pernah
lupa dengan sentuhan humor implisit.
Cinematography yang indah dan penuh energi, ditemani perpaduan musik dan
score yang menyuntikkan nyawa kedalam cerita yang bergerak dalam alur
menyenangkan, kemudian editing yang halus, segi teknis The Great Beauty adalah kemasan yang memikat. Namun Toni Servillo
adalah kunci lain kekuatan film ini. Performanya memang tidak megah, namun
hadir karisma, ada sosok yang bersahaja dalam diri Jep Gambardella, semua berkat kemampuan Toni Servillo bermain
bersama tekanan kompleks dan sisi emosi yang ia miliki dengan cara yang anggun.
Begitupula dengan chemistry yang ia bangun bersama Sabrina Ferilli (Romanisti pasti ingat wanita ini), efektif.
Overall, The Great Beauty (La
grande bellezza) adalah film yang memuaskan. Ini adalah sebuah film angkuh
dan percaya diri penuh sentuhan estetika yang menyenangkan. Ini adalah seni
fotografi, ketika visual menjadi representasi kompleksitas kehidupan emosional
manusia. Terjebak dalam kebingungan,
tanpa overthinking, cukup buka mata, dan nikmati.
0 komentar :
Post a Comment