"Never capture what you can't control."
Dahulu disaat masih kecil saat berkunjung ke SeaWorld ada dua hal yang saya lakukan, memegang tangan
orangtua saya, dan terpesona. Ya, tidak dapat dipungkiri hiburan dan hewan yang
taman bermain bawah laut itu tawarkan dapat dengan mudah membuat anda
terpesona. Hal tersebut yang akan selalu anda temukan dari tampilan luar yang
ia sajikan, namun Blackfish akan
membawa anda pada hal yang eksis dibalik itu, isu yang juga dapat dengan mudah
membuat anda mempertimbangkan untuk tersenyum lagi ketika kembali menyaksikan
apa yang sebelumnya berhasil membuat anda terpesona.
Pada tahun 2010,
berlokasi di SeaWorld Florida,
seorang pelatih paus yang sangat berpengalaman bernama Dawn Brancheau tewas secara tragis. Penyebab kematian dari
Brancheau sangat jelas, akibat diserang oleh seekor Orcinus Orcas bernama Tilikum.
Namun yang menjadikan kasus ini terasa aneh adalah pernyataan dari SeaWorld yang menyebutkan bahwa insiden
tersebut murni disebabkan karena kesalahan pelatih yang lalai, sehingga
menyebabkan ponytail miliknya ditarik oleh Tilikum.
Celakanya Tilikum sudah ibarat seperti sahabat
yang sangat dekat dengan Dawn Brancheau
yang melatihnya. Bahkan dari sana mulai terkuak bahwa insiden itu bukan merupakan
aksi pertama Tilikum yang menelan
korban jiwa. Yang menjadi pertanyaan mengapa hewan yang disaat tampil didepan
pengunjung tampak bersahabat dan sangat jinak itu berubah menjadi makhluk buas?
Apa pula alasan yang menjadikan ia masih dapat bertahan di industri tersebut,
karena dua puluh tahun yang lalu ia pernah melakukan hal serupa.
Menggunakan
gugatan OSHA (Occupational Safety and
Health Administration) terhadap SeaWorld
sebagai pondasi utama, Blackfish akan
membawa anda kedalam sebuah kisah horror yang mengejutkan, menyaksikan sisi
kelam dibalik semua tawa bahagia penuh pesona yang selama ini selalu identik
dengan arena bermain tersebut. Jika anda bertanya pada google, Orcas sesungguhnya tidak sama menakutkannya dengan julukan
yang ia miliki sebagai paus pembunuh. Orcas adalah hewan cerdas yang kompleks
dan sensitif, mereka bisa bosan, bingung, marah, kesepian, hingga mengalami
gangguan psikis yang berhasil dibuktikan film ini dengan penggambaran efektif.
Fakta tersebut yang kemudian menimbulkan pertanyaan, hal apa yang bisa merubah
hewan jinak ini menjadi seekor predator buas yang mematikan?
Pertanyaan
sederhana itu sebenarnya juga punya jawaban yang sederhana, mereka berubah
karena manusia “mengganggu” habitat mereka. Blackfish
terus berputar di isu tersebut, bergerak mondar-mandir dengan menampilkan
rangkaian wawancara konvensional bersama pelatih paus, aktivis, ilmuwan, hingga
mantan pemburu paus, kemudian dikombinasi bersama banyak video mengejutkan
dalam rentang tiga dekade, baik itu dari penangkaran, latihan, hingga serangan
Orcas saat pertunjukkan. Ya, tidak ada yang baru dari teknik yang ia tampilkan,
namun apa yang membuat Blackfish
berhasil meraih sukses karena ia fokus sejak awal hingga akhir pada misi utama,
yang bahkan menjadikan Pixar melakukan
revisi pada ending dari Finding Dory.
Blackfish sangat fokus. Struktur cerita yang
diciptakan oleh Gabriela Cowperthwaite
bersama Eli Despres dan Tim Zimmermann seperti sebuah tali yang
mengikat penontonnya sejak awal hingga akhir. Bukan hanya mampu membuat anda
marah, semakin peduli terhadap binatang, mulai mempertimbangkan segala aksi
hiburan yang menggunakan binatang sebagai objek utama, ia juga sukses menguak
sebuah rahasia hitam yang menelan banyak nyawa dari seekor paus seharga £
12.000 yang dipertahankan hanya karena sperma yang ia miliki berpotensi besar
menghasilkan banyak uang. Aksi eksploitasi ini yang kemudian menimbulkan banyak
pertanyaan baru, salah satunya siapa penjahat sebenarnya?
Ya, ini bukan
hanya sebuah sorotan mengenai seekor paus dan tragedi yang ia timbulkan. Gabriela Cowperthwaite tidak pernah
absen untuk membawa kembali peran manusia kedalam masalah yang ia usung,
menaruh keselamatan manusia lebih rendah dibandingkan segala kepentingan
bisnis. Lewat animasi sederhana hal tersebut terus hidup, ada sebuah sistem
yang juga tidak kalah menarik dimana Cowperthwaite seperti menarik dan mengulur
emosi penonton dalam dinamika cerita yang naik dan turun, transisi antara
bahagia dan duka. Narasi terus mengalir halus, editing yang mumpuni, secara
mengejutkan tema tragis yang sempit itu berubah menjadi hiburan emosional yang
kompleks.
Memang tidak
sama menakutkannya dengan The Cove
yang bermain pada kasus perdagangan lumba-lumba di Jepang, namun sebagai sebuah
media yang digunakan untuk mencoba membuat penontonnya sadar, dan mereka yang
sudah sadar semakin terprovokasi, ini sangat berhasil. Aksi investigasi ini
sangat berhasil menjadi sebuah suara perubahan yang menuntut kebebasan hidup
bagi hewan, bukan berarti menentang sistem pemeliharaan namun lebih kepada cara
mereka diperlakukan dengan hormat. Ya, karena Blackfish menjadi bukti bagaimana hewan ramah berubah menjadi buas,
memberontak bahkan kepada pelatih yang sudah berpengalaman sekalipun seperti Ken Peters dan tentu saja Dawn Brancheau.
Overall, Blackfish adalah film yang memuaskan.
Walaupun terkesan sedikit dipaksa, kurang seimbang karena bergerak satu arah
tanpa memberi ksesempatan sisi pembanding untuk bersuara, Blackfish tetap berhasil menjadi sebuah dokumenter yang mempesona.
Ia stabil sejak awal hingga akhir, dari daya tarik, fokus, hingga power dari
provokasi. Memang tidak bisa melakukan generalisasi bahwa semua SeaWorld melakukan hal yang sama, namun
at least ia berhasil menyampaikan misi utama terkait dengan perlakuan
pada paus (dan mungkin saja hewan peliharaan lainnya), bahkan terus bermain
dipikiran penonton setelah ia menghilang. He’s
killing because he’s frustrated.
0 komentar :
Post a Comment