"You can't tell women who to love."
Ada begitu
banyak hal yang tidak dapat anda beli dengan uang, salah satunya adalah relationship (tidak peduli itu cinta dua arah ataupun persahabatan) yang sudah berjalan dan
terus bertahan dalam rentang waktu yang sangat lama. Ya, sangat mengagumkan
ketika hal tersebut sudah bermain dalam hitungan dekade, penuh gesekan namun
selalu ada tawa. Last Vegas mencoba
menggambarkan hal tersebut, ketika Sex and the City dan The
Best Exotic Marigold Hotel berkombinasi bersama Grown Ups, kemudian berjalan dengan cara The Hangover.
Billy (Michael Douglas), seorang
jutawan yang sangat terkenal, akhirnya memutuskan untuk menikahi wanita berusia
30-something yang ia cintai, walaupun sebenarnya ia belum berpikir ke arah
tersebut, hanya karena sebuah blunder yang terjadi kala ia memberikan pidato
pada pemakaman sahabatnya. Sebuah ritual wajib tidak mau ia lewatkan, bachelor party, mengumpulkan kembali
tiga sahabat lamanya dimana mereka dahulu terkenal dengan julukan The Flatbush Four, di Las Vegas. Yang menjadi masalah disini
adalah fisik mereka tidak lagi muda.
The Flatbush Four kini adalah empat orang pria
berusia 60-something dengan banyak problema. Archie (Morgan Freeman), mantan prajurit yang baru
mengalami stroke, Sam (Kevin Kline),
pria humoris yang tidak bisa lagi memuaskan istrinya, dan Paddy (Robert de Niro), duda yang selalu mengisi harinya dengan
wajah muram sembari duduk dan memandangi foto mantan istrinya. Celakanya pesta
yang mereka harapkan hanya sebatas menjadi ajang reuni penuh kegembiraan itu
ternyata memberikan makna dan dampak yang jauh lebih besar bagi kehidupan
mereka.
Judulnya memang
unik, bahkan poster yang ia usung dengan menaruh empat aktor peraih Academy Awards bergaya bak Il Divo yang siap beraksi ditemani
taglines “It's going to be legendary”
itu juga sulit ditampik mampu menarik perhatian, namun dibalik itu pada
dasarnya Last Vegas hanyalah sebuah
komedi standard. Benar, standard, namun yang mengejutkan adalah dibalik status
tersebut ia tidak jatuh menjadi sebuah hiburan tanpa makna, Last Vegas masih punya tujuan utama dibalik
kekacauan mondar-mandir yang ia ciptakan.
Last Vegas sukses membuktikan tidak ada batasan
dalam kehidupan untuk belajar, empat orang pria lanjut usia, sudah penuh dengan pengalaman hidup, harus masuk kedalam sebuah petualangan selama dua hari yang
membuat mereka sadar bahwa ada sesuatu yang salah dari apa yang selama ini
mereka lakukan. Sayangnya Last Vegas
mungkin akan menemukan rintangan yang cukup kuat untuk dapat menjangkau serta
memuaskan penonton muda/remaja (tidak begitu yakin pula apakah film ini memiliki
sasaran penonton seluas itu), walaupun ia sudah berupaya dengan menyuntikkan
banyak referensi kultur modern, kontes bikini, penuh belahan dada di banyak
adegan, pesta dan seks, hingga kehadiran 50
Cent dan RedFoo.
Yap, ini terasa
seperti versi yang lebih ringan dan jauh lebih ceria dari Stand Up Guys, ia sempit, dangkal, sedikit bodoh, dari segi cerita
juga tidak begitu memukau, namun anehnya tetap mampu membuat penontonnya agar tidak
mengalihkan fokus mereka untuk menemani petualangan para kakek ini karena
penampilan cast yang jauh dari kesan buruk, konflik menarik yang kompleks namun tenang antara Paddy
dan Billy, serta Dumb and Dumber
dalam sentuhan yang sedikit lebih halus pada kombinasi Archie dan Sam yang
tampil memikat.
Walaupun
predictable, Last Vegas juga cukup berhasil
menggambarkan arti sebenarnya dari best friends forever, dan uniknya dijalankan
bersama lelucon-lelucon yang sangat klasik dalam kadar berhasil dan gagal yang
berimbang, dari berjudi hingga bertengkar, berpadu bersama elemen visual yang
dibentuk cukup dinamis, mampu menutup sedikit nilai minus yang diciptakan oleh
bagian cerita. Ya, cerita punya banyak minus, bergerak terlalu datar, penuh
gimmick yang sangat familiar, tidak mau mencoba untuk menggali lebih dalam pada
beberapa titik yang sesungguhnya punya potensi untuk tampil jauh lebih menarik
dari eksekusi yang ia berikan.
Tapi dibalik
kekacauan yang ia ciptakan Last Vegas
masih ingat dengan tujuan utamanya, menyampaikan isu tentang persahabatan,
cinta, serta keluarga dengan cukup baik, meskipun terkesan menggurui, kurang
manis, terlalu dangkal karena keputusan untuk bermain aman. Dan Fogelman dan Jon Turteltaub seperti tidak mau melakukan perjudian yang terlalu
beresiko, memilih bermain sangat aman dalam membentuk konsep yang mereka punya
dengan menggunakan formula yang sudah ada. Mereka bahkan terkesan terlalu
menggantungkan keberhasilan film ini pada performa empat aktor utama, untungnya
perjudian mengandalkan karakter itu sedikit berhasil.
Divisi akting
menjadi faktor penyelamat. Secara individual empat aktor kawakan itu mampu
membangun konflik mereka masing-masing untuk dapat memperoleh atensi
penontonnya, sekecil apapun itu. Robert
De Niro yang terjebak dalam bayangan almarhum istrinya, Morgan Freeman yang mencari kebebasan
karena pengawasan ketat keluarganya, Michael
Douglas yang masih berjalan bersama rasa bimbang akan cinta, hingga Kevin Kline yang dinilai oleh sang istri
tidak lagi memiliki gairah dalam kehidupannya. Karisma dan pesona mereka tidak
dapat terelakkan, yang uniknya saling mengisi satu sama lain ketika mereka
bersatu. Mary Steenburgen juga
berhasil menjalankan tugasnya dengan baik.
Overall, Last
Vegas adalah film yang cukup memuaskan. Ini adalah sebuah kemasan standard yang
berpegang teguh pada template dasar komedi khas Hollywood, tidak mencoba
menjadi sajian memorable, dan berhasil menyajikan kehangatan tentang cinta dan
persahabatan. At least ini tidak sepenuhnya menjadi komedi yang tanpa arah dan penuh omong kosong, ada hal menarik yang dapat
dipetik pada akhir cerita dari sebuah kekacauan random yang cukup menyenangkan.
Suka banget dengan blog ini...Salam kenal Mas Rory..:)
ReplyDelete*virtualhandshake* :)
Delete