Korea dan
horror? Kombinasi tersebut tidak dapat dipungkiri memang kurang begitu populer
jika membahas industri perfilman Korea,
dimana posisi pertama di tempati oleh drama, disusul romance, dan setelah itu
baru di isi beberapa genre dalam posisi sejajar, termasuk didalamnya komedi,
history, dan crime. Ya, mereka kurang begitu populer, itu mengapa keberhasilan Killer Toon ((Deo Web-toon: Ye-go Sal-in)
meraih satu juta penonton pada pertengahan tahun ini menjadi sebuah kejutan
tersendiri.
Seo Mi-Sook (Kim Do-Young), seorang
publisher yang bekerja pada sebuah website komik, suatu ketika memilih lembur
hingga larut malam. Namun sesuatu yang mengejutkan ia temukan ketika kembali
dari mengambil segelas minuman, sebuah naskah komik telah hadir dilayar
komputernya, padahal sebelum ia tinggalkan masih dalam proses downloading. Hal aneh tidak berhenti
sampai disitu, karena naskah tersebut ternyata berisikan semua memori dan
rahasia Seo Mi-Sook yang tidak pernah ia ceritakan pada orang lain.
Kecemasan Seo
Mi-Sook semakin bertambah ketika hal aneh lainnya mulai hadir, yang uniknya
sesuai dengan apa yang tergambar dalam komik. Celakanya kematian Mi-Sook justru
dimanfaatkan oleh Lee Ki-Cheol (Uhm
Ki-Joon) dan Kim Young-Soo (Hyun Woo),
dengan tujuan utama untuk meraih popularitas, padahal sudah melabeli kasus itu
sebagai tindakan bunuh diri. Ya, itu pada awalnya, karena setelah bertemu
dengan kartunis dari komik tersebut, Kang
Ji-Yoon (Lee Si-Young), dan serangkaian kasus serupa, mereka mulai
menyadari bahwa ada koneksi terselubung dari gambar-gambar tersebut.
Killer Toon adalah sebuah horror klasik,
sederhananya seperti itu. Namun hal utama yang membuat film ini berhasil
menarik perhatian dan tidak jatuh menjadi sebuah kemasan murahan adalah konsep
yang ia usung, menciptakan kombinasi antara webtoon
yang kemudian digunakan untuk melakukan prosedurial kepolisian untuk memecahkan
misteri kematian. Ya, bahkan materi dasar yang ia gunakan juga bukan merupakan
sesuatu yang baru, jika berbicara Korea tahun lalu ada Don't Click yang
menggunakan video sebagai sarana utama. Tapi Killer Toon sukses karena ia berpegang teguh pada konsep utama
sebuah film horror.
Ceritanya
mungkin tidak special, bahkan kehadirannya juga seperti sebuah upaya untuk
memanfaatkan trend dari webtoon yang
sempat booming. Namun disisi lain Kim
Yong-Gyun dan penulis cerita, Lee
Sang-Hak, tahu bagaimana mengolah fenomena tersebut untuk menjadi sebuah
kemasan yang menakuti-nakuti penontonnya secara efektif. Ya, efektif, ini tidak
megah, ini bahkan terasa dangkal dibeberapa bagian, namun jika berbicara rasa
takut dan cemas yang ia berikan Killer
Toon berada di level memuaskan. Bahkan diparuh pertama saya merasakan
intensitas tekanan yang sama baiknya seperti apa yang Sinister pernah berikan.
Terjebak di
kegelapan, menggunakan situasi menunggu dalam keheningan, kemudian hadir gotcha
moment, mudah untuk mengatakan hal-hal tadi sebagai sesuatu yang standard. Tapi
dengan pergerakan kamera yang mumpuni serta penempatan dan permainan tempo dan
tensi yang ciamik, hal standard tadi sukses tampil menakutkan, dan memikat. Itu
belum menghitung keberhasilan Kim Yong-Gyun
dalam melakukan perpindahan antara dunia komik dan dunia nyata untuk saling
bantu membangun cerita, halus dan manis. Sebenarnya dengan bermain aman dan
secara konsisten menerapkan cara tadi hingga akhir film ini akan memikat,
sayangnya Kim Yong-Gyun punya misi
berbeda.
Cerita yang
tidak begitu special tadi merupakan sumber rusaknya Killer Toon. Narasi yang sederhana tadi coba dibentuk agar tampak
lebih megah diparuh kedua, mulai dibentuk sedikit lebih kompleks, dan di isi
dengan backstory dan beberapa twist. Memang tidak memberikan efek
destruktif skala besar, bahkan mereka tidak predictable, namun ia kurang mampu melakukan kontrol yang baik ketika memperluas plot dan memberi impact yang sangat kentara pada
kualitas horror yang ia punya. Kim
Yong-Gyun seperti sangat yakin bahwa ini akan semakin menarik jika dibuat
sedikit rumit, padahal sejak awal semua karakter yang ia miliki sudah sangat
tipis.
Ini mengapa saya
selalu menganggap sebuah film horror tidak perlu tampil kompleks, lempar
konflik sederhana, dan gunakan formula yang juga sederhana dengan beberapa
materi segar yang tidak berlebihan, karena tujuan utama penonton menyaksikan
film horror adalah untuk membuat mereka merasa takut. Killer Toon terluka akibat keputusan Kim Yong-Gyun tadi, ia memikat ketika sedang membangun misteri
serta situasi mencekam dan menegangkan yang dikemas dengan padat dan efektif,
namun saat masuk ke fase membuka tabir dari fakta sesungguhnya (yang
celakanya diberi porsi sama besar) ia tidak mampu tampil sama baiknya.
Killer Toon berhasil mencuri perhatian berkat cara
ia dibangun, bukan karena kualitas dari divisi akting. Saya suka ketika
melihat Lee Si-Young bermain dengan wajah polosnya pada How to Use Guys with Secret Tips, namun di sini ia tidak memikat,
kurang kokoh, kurang meyakinkan. Dampaknya flashback yang seharusnya mampu
semakin mempercantik cerita akhirnya terkesan biasa, karena ia kurang mampu
berdiri sendiri di posisi terdepan untuk memimpin misteri dari cerita yang
bergantung padanya. Ia juga sempat terlupakan ketika Mun Ka-Young, Kwon Hae-Hyo,
Uhm Ki-Joon, dan Hyun Woo
melaksanakan tugas mereka.
Overall, Killer Toon (Deo Web-toon: Ye-go Sal-in)
adalah film yang cukup memuaskan. Hanya permainan visual yang stabil menghibur
sejak awal hingga akhir, horror klasik yang tampil memikat dan berhasil
memberikan rasa takut di paruh pertama itu hilang di paruh kedua berisikan penelusuran penuh twist yang hampir menjemukan. Ada satu titik perpindahan warna cerita yang
implisit, jika anda berhasil menghindar atau bahkan mencegah agar perubahan itu
tidak bermain di pikiran anda, apa yang diberikan Killer Toon di paruh kedua mungkin tidak akan memberikan degradasi
yang berarti pada tingkat kepuasan akhir yang anda peroleh.
0 komentar :
Post a Comment