Cukup sulit
untuk menjadikan agar logika dan perasaan dapat memiliki satu pemahaman pada
saat bersamaan, dimana kadang keduanya menuntut rentang waktu yang cukup besar
untuk dapat membuat anda mengerti siapa yang terbaik diantara mereka di setiap
problema, walaupun tidak serta merta lantas akan melepas anda dalam kondisi
bersih ketika kembali akan melangkah kedepan. The Past (Le passé), konflik yang sederhana, emosional yang
kompleks, sebuah kekacauan yang memukau, an
intense, intimate, and intelligent love story. Elegant.
Ahmad (Ali Mosaffa), tiba di Perancis untuk bertemu dengan calon
mantan istrinya, Marie Brisson (Bérénice
Bejo). Ya, calon, sudah empat tahun tidak bertemu, masalah perpisahan terus
menggantung, dan kali ini harus diselesaikan karena Marie berniat untuk melangkah
kedepan dengan membuka (lagi) lembaran hidup baru bersama kekasih barunya Samir (Tahar Rahim), yang bersama anak
laki-lakinya, Fouad (Elyes Aguis),
bahkan sudah tinggal dengan Marie dan dua anak perempuan Marie, Lucie (Pauline Burlet) dan Léa (Jeanne Jestin), dirumah yang masih
berstatus kepemilikan bersama antara Ahmad dan Marie.
Konflik yang
runcing hadir berawal dari permasalahan penginapan yang akhirnya memaksa Ahmad
untuk tinggal di rumah Marie, namun ternyata turut merubah misi sederhana Ahmad
yang awalnya hanya datang dari Iran
untuk menanda tangani surat cerai, menjadi sosok yang membuka tabir hitam di
dalam calon keluarga dari calon mantan keluarganya itu. Bermula dari permintaan
Marie untuk meyakinkan Lucie yang masih menaruh rasa benci pada Samir, Ahmad
justru dihadapkan pada polemik moral yang berasal dari kebohongan menjadi
sebuah rahasia yang berpotensi sebagai penentu masa depan keluarga tersebut.
Apakah sinopsis
diatas menurut anda terlalu mengumbar banyak bagian film ini? Sebenarnya tidak.
Walaupun jika menurut anda iya hal tersebut tidak akan memberikan dampak yang
begitu besar pada tingkat kenikmatan dari film berbahasa Perancis yang secara
mengejutkan dipilih oleh negara dengan sistem konservatif seperti Iran untuk
mewakili mereka di ajang Academy Awards
tahun depan. Ditulis dan dikendalikan oleh Asghar
Farhadi, sosok pendongeng ulung dibalik About
Elly dan A Separation, The Past adalah sebuah dongeng nyata
yang manipulatif dalam konteks positif, dongeng yang lebih mengandalkan
persepsi emosional sebagai tolak ukur kepuasan.
Membalikkan apa
yang ia berikan di A Separation, kali
ini sejak awal anda tahu bahwa karakter utama akan bercerai, masih dengan drama
kompleks tentang relationship, hadir gejolak keluarga, perceraian dan
perpecahan, dengan fokus pada dilema moral yang dibalut dalam misteri sederhana
yang intens dan intim. Bergerak lurus, terasa minimalis, Farhadi berhasil
membentuk sebuah cerita dengan struktur yang kuat, pandai menutup tiap celah
misteri, membangun tahapan cerita yang menyenangkan, berani bermain dengan
tempo karena ia punya kepercayaan diri dalam menjaga intensitas dan ketegangan
dari cerita serta karakter agar tetap berada di level atas.
Ya, mungkin akan
ada yang menilai berlebihan, namun sekali lagi Asghar Farhadi kembali membuktikan kepiawaiannya dalam menyampaikan
cerita tentang hubungan berbasis permainan emosional. Kemasan yang kecil dari
luar ini ia rubah menjadi besar dan kompleks di dalam, rumah yang baru di cat,
kacau dan sesak, menjadi arena berkumpulnya stress dari empat arah yang lahir
dari sesuatu yang sederhana, hingga toko laundry dengan permasalahan noda kecil
menjadi besar layaknya wujud kecil yang kerap kali hadir pada kehidupan. Tidak ada perdebatan
super panjang, ekspresi wajah mengambil peran utama dalam menggambarkan
beratnya permasalahan, dan semua itu dibentuk dengan pelan serta sabar.
Apa yang paling
menarik dari The Past adalah
kemampuan Farhadi untuk menjadikan semua
materi yang ia punya terasa sangat nyata. Ya, mereka terasa hidup, manipulatif
namun punya kadar fiktif yang begitu minim dan tidak mengganggu, anda seperti
sedang melakukan observasi dengan percabangan masalah yang padat dan kokoh pada
sebuah keluarga nyata yang sedang retak. Pergerakan cerita yang halus,
ditunjang cinematography yang mumpuni, menciptakan keheningan dalam kerumitan
yang menyayat hati namun kerap kali mampu menghantui, tapi disisi lain tahu
batasan agar tidak tampak konyol dan berubah menjadi sebuah drama mellow yang
berlebihan dan membosankan.
Benar, perhatian
anda seperti dicuri selama 130 menit, bahkan mungkin lebih jika menghitung
waktu yang dipakai untuk merenungkan apa yang ia berikan. Berawal dari konflik
internal pada seorang remaja yang benci dengan pandangan yang salah dari orang
dewasa di sekitarnya pada arti cinta, menciptakan masalah berlandaskan
kesalahpahaman, hadir konflik drama serta dilema yang intens, penuh dialog kuat
yang menunjang kehidupan dari pengamatan psikologis baik dewasa, remaja, hingga
anak-anak, yang kemudian menuntun anda masuk menuju jalan yang akan menguak
bagaimana sulitnya memilih yang terbaik antara logika dan perasaan, yang kadang menjadi penyebab tidak bertumbuhnya banyak pribadi.
Divisi akting
juga sangat kuat. Ya, sangat kuat. Bérénice
Bejo tampil memikat, berhasil menjadikan Marie tampak kompleks dan rumit di
sisi emosional, serta mampu menjadi pusat cerita dengan baik, dimana ketika
anda berjalan didalam masalah Samir, Ahmad, dan Lucie, anda akan selalu
merasakan keberadaan Marie disekitar mereka. Sedangkan Ali Mosaffa berhasil menyeimbangkan antara bijaksana, putus asa,
hingga silent depression dengan baik. Tahar
Rahim sendiri mungkin diawal tampak sebatas variabel pembanding tapi justru
menjadi puzzle pelengkap kemasan cerita agar menjadi padat, serta sebuah ending yang memilukan. Semua berfungsi,
bahkan untuk Pauline Burlet sebagai
pembuka jalan, serta Elyes Aguis dan Jeanne Jestin dalam warna hitam dan
putih.
Overall, The Past (Le passé) adalah film yang
memuaskan. Ini adalah sebuah kisah cinta yang cantik dan jujur dengan struktur yang kompleks, intens, intim,
dan cerdas. Asghar Farhadi berhasil
mengolah kehampaan hati yang berkombinasi dengan kesalahpahaman komunikasi
menjadi pertunjukan emosional yang pelan, sabar, dan indah, sebuah penggambaran
dari fakta bahwa pasti ada something dari masa lalu yang tertinggal dan
menuntut upaya begitu besar untuk dapat disingkirkan, mungkin berhasil, mungkin
tidak. Segmented.
selalu suka film2 iran dan prancis,ini perpaduan keduanya film iran berbahasa prancis...cool ♥(ノ´∀`)*thanks reviewnya :)
ReplyDeleteWajib di coba. :)
Deletekeren :D
ReplyDeleteIh, kok sepemikiran sekali yaa.😊. Semakin lama semakin meruncing sekaligus bercabang dan semakin terpapar dengan sempurna. Sanagt ditunggu sekali film terbarunya Asghar Farhadi. Dan seperti A Separation endingnya terkesan ambigu seolah mengajak penontonnya untuk ikut menebak ending seperti apa yang pantas bagi karakter2 ini. Selanjutnya The Selesman, semoga di review. Nice review AGAIN, btw... 👍
ReplyDeleteYup, masih "menantikan" The Salesman. :)
DeleteHai, i'm ur silent reader. Sekarang kalo boleh tanya, maksud endingnya apa ya? Apakah Samir kembali ke istrinya, atau tetap bersama Marie?
ReplyDeleteSeperti di film Asghar Farhadi sebelumnya, A Sepertion, yang endingnya gantung. Jadi filmnya hanya sampai disitu, ceritanya habis disitu. Disaat Samir memegang tangan istrinya, Celine.
DeleteKemudian ceritanya selesai begitu saja. Kita tidak mengetahui bahwa Samir akan memilih Marie atau Celine. Mungkin Asghar Farhadi ingin para penontonnya yang memilih, Samir bersama Marie atau bersama Celine.
!SPOILER ALERT!
ReplyDeleteSaya menonton film Asghar Farhadi seperti saya sedang mengintip kehidupan seseorang yang belum saya kenal sebelumnya.
Pada awal film, saya hanya disajikan oleh plot cerita yang sederhana dari para tokohnya, yang mana membuat saya penasaran dengan masa lalu para tokohnya. karena tidak ada scene flashback ke masa lalu atau scene yang memiliki setting masa lalu tentang masa lalu para tokohnya.
Seperti film the past ini, pada awal filmnya hanya digambarkan oleh seorang pria dari Iran yang datang ke Perancis untuk bercerai dengan istrinya.
Tetapi, kehebatan Asghar Farhadi adalah dia mengetahui rasa penasaran para penonton filmnya yang ingin mengetahui masa lalu para tokohnya. dia mengetahui bahwa penonton ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi oleh para tokoh tersebut?, dan dia tahu bahwa dia harus membuat naskah yang menjawab rasa penasaran para penonton tersebut.
Jadi Asghar Farhadi membuat filmnya dengan kejutan-kejutan dari fakta akan kebenaran yang sebenarnya terjadi oleh para tokohnya. Namun, fakta tersebut akan diputar balikan dengan twist dari fakta yang sebenarnya.
seperti saat Marie yang mengetahui bahwa Lucie telah mengirimkan email kepada istri Samir mengenai perselingkuhannya dengan Samir. Dan sehari kemudian istri Samir pun memutuskan untuk bunuh diri.
Namun, beberapa saat kemudian, fakta lain muncul. Ternyata istri Samir, Celine, tidak bunuh diri karena perselingkuhan Samir dengan Marie, tetapi cemburu akan pegawai Samir yang merupakan imigran tersebut. Celine cemburu akan kedekatan Samir dengan pegawainya.
Dan saya di kejutkan lagi oleh Asghar Farhadi dengan fakta bahwa Lucie mengirimkan email nya ke pegawai Samir, bukan email Celine, dan tidak pernah sampai ke Celine.
Wow, eksekusi film yang sangat sempurna. Dan ending filmnya sama seperti yang disajikan oleh Asghar Farhadi pada filmnya yang lain, A Sepration. Setelah rasa penasaran saya disuapi oleh Asghar Farhadi akan fakta yang mengejutkan, kemudian dia pun membuat rasa penasaran baru, namun, dia tidak membeberkan faktanya. Asghar Farhadi mengakhiri filmnya dengan rasa bingung dan kesal dari penonton.
Standing applause untuk Asghar Farhadi. rating pribadi 10/10.