"Machete don't fail!"
Ada alasan
kenapa banyak orang mengatakan bahwa rendah hati adalah salah satu kunci
kesuksesan, karena itu akan menjadikan anda terus berupaya untuk bergerak
keatas, dan menjauhkan anda dari hal-hal yang menghancurkan, salah satu overconfident. Hal tersebut dialami oleh
Robert Rodriguez, seperti ingin membentuk
Machete Kills sebagai sesuatu yang
mengesankan, namun sayangnya justru menjadi sebuah kekacauan yang menuntut
penonton untuk menaruh ekspektasi awal di titik nol agar dapat menikmatinya.
Ia tertangkap,
namun kemudian dibebaskan dengan sangat mudah, tidak tanggung-tanggung atas
perintah seorang presiden. Machete (Danny
Trejo), masih merasakan sakit yang bersumber dari Sartana (Jessica Alba), menerima tawaran pekerjaan yang cukup besar
dari Presiden USA, Mr. Rathcock (Charlie
Sheen). Machete dapat bebas dari semua masa lalu kelamnya, bahkan ia dapat
menjadi warga negara USA hanya dengan sebuah gerakan stempel, tapi ia harus menuju
Meksiko dan melenyapkan Mendez (Demián
Bichir), pria gila yang berencana menghancurkan Washington, D.C. jika permintaannya tidak dituruti.
Terlihat mudah,
namun Machete justru merasa ini adalah sebuah misi yang ribet. Ia harus terima
berada di bawah pengawasan Blanca Vasquez
(Amber Heard), agent yang sedang menyamar dengan ikut serta dalam kontes
kecantikan, menjadi target kejaran Madame
Desdemona (Sofía Vergara), pemilik rumah bordil yang mencoba membalas
dendam anaknya, hingga seorang hitman bernama El Camaleón. Misi yang terlihat mudah tersebut menjadi sulit akibat
keputusan aneh Mendez, yang kemudian memaksa Machete membawanya menuju Luther Voz (Mel Gibson), seorang
businessman.
Pada penampilan
pertamanya tiga tahun lalu Machete
berhasil memberikan sebuah hiburan yang berada pada zona netral, ia tidak
begitu menghibur namun disisi lain tidak pula tampil mengecewakan. Tampil
dengan sentuhan gore yang menyenangkan, warna satir yang dominan, mampu tampil
lucu dan bersenang-senang dengan cara yang ringan namun tidak meninggalkan
sentilan-sentilan yang dikemas dengan efektif serta elemen seksi yang tidak
menjengkelkan. Tapi keberhasilan tersebut justru menjadikan Robert Rodriguez seperti overconfident,
bukan karena ia berpisah dengan Ethan
Maniquis dan mengendalikan film kedua ini seorang diri, namun karena
percaya diri terlalu tinggi menyebabkan Machete
Kills terasa terlalu liar.
Yap, terlalu
liar. Jika menilik materi dasar yang ia miliki sebenarnya tidak ada hal baru
yang special di bagian kedua ini, Machete
Kills masih bermain dengan dasar yang sama namun mengalami sedikit
penambahan dan pengurangan pada sisi kualitas dan kuantitas. Beberapa hal yang
masih eksis adalah anda akan menemukan kembali kekerasan yang kali ini sedikit
bermain dengan sentuhan teknologi, humor-humor seksual yang ditemani dengan
sosok-sosok seksi (tentu saja itu bukan Danny
Trejo), efek murahan, serta jajaran cast yang punya potensi menarik atensi,
Michelle Rodriguez masih hadir, namun
Robert De Niro, Steven Seagal, dan Lindsay Lohan kini diganti oleh Robert
Rodriguez dengan Mel Gibson, Demian
Bichir, Amber Heard, Sofía Vergara, Antonio Banderas, Cuba Gooding Jr., Vanessa
Hudgens, hingga Lady Gaga.
Ambisius?
Jawabnya adalah
tidak. Anda pasti sudah mengerti apa yang ingin diberikan oleh film
seperti Machete Kills, bukan kemasan yang pintar, melainkan hiburan bodoh
yang menyenangkan. Namun celakanya ini terlalu bodoh, yang jika dirangkum dalam
bentuk sederhana adalah sebuah hiburan yang terlalu bodoh untuk ekspektasi yang
sudah sangat begitu rendah. Tidak begitu bermasalah dengan elemen bodoh dan seksi, serta sisi gore yang sayangnya beberapa diantara mereka
banyak hilang dan merusak momentum akibat keputusan ketat lembaga sensor,
kesalahan utama Machete Kills
terletak pada cara ia dibentuk oleh Robert Rodriguez yang overdo, dibanyak
bagian.
Sejak awal Robert Rodriguez sepertinya tampak tidak
begitu menaruh peduli pada bagian kedua ini, dimana Machete Kills seperti diperlakukan hanya sebagai jembatan yang
berupaya menuntun penontonnya menuju film ketiga yang terlihat ambisius itu.
Hasilnya ini terkesan kurang bernilai dan berharga bagi Rodriguez, seperti
menyaksikan sebuah kisah yang disengaja, berisikan materi-materi bagi
penerusnya, namun tidak disusun dengan baik bahkan sedikit terkesan asal lempar
dan sembrono, berantakan. Script yang disusun oleh Kyle Ward berhasil dalam hal kuantitas namun tidak pada sisi
kualitas, sanggup mengembangkan materi sempit tadi menjadi lebih luas namun
tidak tahu mengisi tiap sketsa agar lelucon dapat menjadi lucu, dan kekerasan
serta adegan aksi menjadi mengasyikkan.
Tidak cukup
sampai disitu, narasi yang digerakkan dengan gaya absurd dan cepat oleh
Rodriguez juga terasa berbelit-belit, banyak subplot yang terasa tidak penting,
hanya disengaja agar dapat menciptakan ruang untuk menghadirkan cast diatas
tadi tanpa memberikan impact yang berarti, bahkan hanya menyuntikkan mereka
dengan karakterisasi yang kurang menarik. Itu bisa termaafkan jika mereka mampu
menghibur, sayangnya hal tersebut tidak terjadi. Bohong jika mengatakan tidak
ada momen yang mampu mengundang senyum, itu ada, sebut saja put your 3D glasses, hingga Machete don’t tweet, namun mereka sangat
sangat minim serta dengan cepat tenggelam dibalik kekonyolan yang ia berikan
secara stabil.
Ya, andai saja
Rodriguez mampu sedikit mengontrol dan menahan kreatifitas yang ia miliki
mungkin Machete Kills dapat berakhir
sejajar dengan pendahulunya, karena premis yang ia punya memiliki peluang untuk menuju
posisi tersebut. Sayangnya Machete Kills
justru mengemban misi lain, menjadikan ia tidak dikemas dengan benar, kurang
padat, terlalu panjang, terlalu overdo, dan terlalu membosankan. Bahkan Danny Trejo sendiri kurang terlihat
begitu perkasa di film ini, seperti diberikan limit yang menjadikan ia sempat
dikalahkan Demian Bichir di paruh
pertama, dan berebut atensi dengan Mel
Gibson di paruh kedua.
Overall, Machete Kills adalah film yang tidak
memuaskan. Ini adalah kemasan melelahkan yang penuh sesak dan tidak berbobot,
bukan dalam artian menjadi berkualitas dengan tampil pintar, namun tidak mampu
memenuhi ekspektasi awal agar mampu menghibur dengan segala kebodohannya. Oke,
sebut saja misi utama film ini adalah sebagai jembatan bagi (calon) film
ketiganya, dan itu tetap tidak berhasil, tidak mampu menjadikan kemasan
berisikan premis gila bertemakan luar angkasa itu terlihat menjanjikan.
Good review Rory. A bunch of fun, especially if you know what to expect from Rodriguez and his style.
ReplyDeleteI know what to expect from Rodriguez tbh, but it's just a bit overdo to me, can't enjoy this one. Thanks Dan. :)
Delete