Hal utama yang
paling penting dari menciptakan sebuah film sebenarnya sederhana, bukan pemeran
yang mumpuni, bukan pula naskah dan screenplay yang berkualitas, namun
identitas utama. Film itu ingin menjadi apa? Sebuah petualangan action yang
intens, atau sebuah kemasan mellowdrama yang lembut dan menyentuh, karena
walaupun mereka dapat berdiri sejajar tetap saja harus ada warna utama yang
berdiri tunggal. The Flu (Gamgi),
manis di bagian pertama, kacau di paruh kedua.
Kim In-hae (Soo-Ae), seorang wanita
yang berprofesi sebagai dokter, berhasil diselamatkan dari maut kecelakaan
mobil oleh Kang Ji-goo (Jang Hyuk),
yang bersama Bae Kyung-ub (Yoo Hae-Jin)
menyebut tugas mereka sebagai petugas pemadam kebakaran sebagai profesi yang
sulit untuk mendapatkan ucapan terima kasih. Berawal dari tas milik In-hae yang
tertinggal, Ji-goo kemudian bertemu dengan Kim
Mi-reu (Park Min-Ha), yang ternyata telah bertemu dengan seorang bocah
sumber kehebohan yang kemudian mengguncang Bundang.
Bocah tersebut
berhasil lolos dari sebuah kontainer selundupan yang berisikan imigran illegal
dari Hong Kong, namun ternyata telah
terjangkit virus H5N1. Hanya melalui
batuk dan perantaraan udara virus tersebut menyebar dengan cepat, melahirkan
laporan-laporan yang kuantitasnya terus berkembang pesat, namun celakanya
berdiri sejajar dengan tingkat kematian yang terjadi. Hal tersebut kemudian
memaksa pemerintah untuk melakukan karantina, menutup akses keluar sembari
terus berupaya mencari solusi dari virus tersebut.
Deranged (Yeongasi) sebelumnya
telah melakukan hal ini tahun lalu, menyajikan disaster film yang menaruh fokus
pada infeksi epidemik yang kala itu bersumber dari Sungai Han dengan
memanfaatkan air sebagai media utama, tampil baik dengan sentuhan thrill yang
terjaga, tekanan horror yang cukup asyik, tapi tahu cara bermain bersama hal
wajib dari film Korea dengan elemen mellow yang tidak begitu berlebihan. The Flu (Gamgi) punya hal dasar yang
serupa, bahkan jika harus berbicara potensi ia terasa sedikit lebih besar,
tidak ada permainan kontrol pada otak manusia yang diganti dengan hal sederhana
lewat influenza, namun kurang berhasil bersinar akibat ambisi yang begitu besar
pada salah satu elemen cerita.
Punya script
yang sempit, pada paruh pertama The Flu
berhasil melaksanakan kewajibannya, mampu membuat anda merasakan tekanan dari
konflik utama, ketegangan yang baik, bahkan berhasil menyuntikkan sedikit unsur
horror pada cerita lewat rasa cemas dari hal sederhana tersebut. Ya, walaupun
anda sudah dapat menduga bagaimana ia akan berakhir namun pada bagian ini The Flu seperti sebuah kemasan yang
misterius, secara bertahap ia telah membawa penontonnya kedalam sebuah
kepanikan yang sebenarnya terasa manis dari konteks cerita. Tapi The Flu (Gamgi) sepertinya punya ambisi
berbeda dari film dengan tema yang sama, belokan scenario yang justru
mengganggu.
Untuk film
dengan tipe seperti ini fokus anda pada cerita akan di pecah menjadi tiga
bagian, cemas pada eksistensi karakter utama, cemas pada penyebaran masalah,
dan cemas pada proses menemukan atau menciptakan solusi dari masalah tersebut. The Flu hanya berhasil pada satu bagian,
menciptakan kondisi yang mampu menjadikan penontonnya dengan mudah merasakan
tekanan dari penyebaran flu yang bergerak semakin cepat, semakin berbahaya,
penuh gambar yang secara bertahap berhasil meyakinkan anda bahwa mereka adalah
sesuatu yang sangat mematikan. Tapi pada dua bagian lainnya ia tidak berhasil.
Tidak begitu
mempermasalahkan kualitas visual yang terasa miskin, hal utama yang mengganggu
adalah keputusan Kim Sung-Su dalam
memilih fokus cerita. Setelah di bentuk dengan baik pada bagian pembuka,
bencana penuh kepanikan tadi ternyata tidak menjadi fokus dari Kim Sung-Su, ia lebih memilih bermain di
unsur drama penuh karakter yang sayangnya tidak berhasil mempermainkan emosi
penontonnya dengan cara yang baik, karena sejak awal tidak diletakkan dengan
kokoh sehingga kehadirannya di sepanjang film terasa lemah, datar, dan biasa,
tidak istimewa.
The Flu dapat menjadi sebuah kemasan yang
cantik andai saja ia tetap menaruh fokusnya pada tekanan konflik utama yang
tidak dapat dipungkiri meskipun kerap kali kehilangan momentum dan perlahan
mulai kehabisan power itu masih mampu untuk bertahan hidup hingga akhir. Ya,
fokus, bukannya justru mencoba menarik simpati dengan cara standard, formula
paling mudah untuk mencuri atensi lewat unsur keluarga yang sejak awal kurang
kokoh, bahkan mencoba tampil heroik namun terkesan dipaksakan pada unsur
politis yang bersumber pada perbedaan visi. Motivasi utama film ini kurang kuat
akibat terlalu sibuk berupaya menjadikan tiap elemen cerita tampil sejajar.
Dari divisi
akting justru hanya Park Min-ha yang
tampil bersinar, ia berhasil mencuri perhatian dengan porsi yang kecil namun
fokus. Hal tersebut yang tidak dimiliki oleh Jang Hyuk dan Soo-Ae,
mereka punya tugas masing-masing namun harus bekerja sama pada unsur asmara
yang sayangnya terasa biasa tanpa chemistry yang mumpuni. Ya, selain Mi-reu
sulit untuk menaruh peduli pada karakter lain, termasuk didalamnya para
politisi dan dokter yang sibuk dengan masalah birokrasi.
Overall, The Flu (Gamgi) adalah film yang cukup
memuaskan. Ketika ia masih bermain pada bencana, ini adalah hiburan yang
menyenangkan, tegang dan cukup intens, namun ketika masuk ke unsur mellow, dia
kurang memikat. Ini mungkin cukup mampu untuk menyadarkan kembali penontonnya pada hal
sederhana yang kerap kali mereka anggap biasa, terbukti dengan kecemasan
beberapa penonton di dalam studio ketika ada beberapa diantara penonton lain
yang batuk ketika film masih berputar.
Bang udah pernah nonton koren movie Bleak night ? Itu keren bang filmnya.
ReplyDeleteBelum nih, masuk daftar tonton deh, sepertinya menarik. Thanks. :)
Delete