"They're not here to fish."
Semua genre film tentu saja punya cara
sendiri untuk memberikan penontonnya sebuah pengalaman menonton yang
menyenangkan, namun jika harus memilih yang terbaik ketika mereka semua
berhasil berada di titik tertinggi, maka jawabnya adalah thriller. Ia seperti
kesatuan yang terus menyatu sejak awal hingga akhir, dan kesalahan kecil saja
bisa berakhir runyam. Captain Phillips
punya hal tersebut, dengan sosok dalang dibalik The Bourne Ultimatum dan The
Bourne Supremacy, tapi sayangnya justru menjadikan A Hijacking tampak seperti sebuah kemasan sederhana yang megah.
Kapten
Richard Phillips (Tom Hanks), harus pergi meninggalkan istrinya Andrea (Catherine Keener) ditengah
polemik pendidikan anak dan kesulitan ekonomi, untuk kemudian menjalankan
tugasnya sebagai kapten kapal kontainer, Maersk
Alabama. Membawa bahan makanan dari Oman
dengan destinasi akhir Mombasa, Kenya,
kapal tersebut telah diperingatkan untuk tetap menjaga jarak dan berada
setidaknya 600 mil dari garis pantai Somalia,
dengan tujuan utama untuk menghindari perompak.
Sosok menakutkan itu telah diantisipasi
Richard dengan melakukan latihan simulasi. Namun celakanya disaat sedang
melakukan latihan bersama bawahannya Shane
Murphy (Michael Chernus) dan seluruh awak kapal, radar menunjukkan
pergerakan dua buah kapal kecil yang semakin lama bergerak mendekati Maersk
Alabama. Lewat kontak radio kapal tersebut mengatakan bahwa mereka adalah
nelayan yang sedang melakukan pemeriksaan daerah, tapi faktanya Abduwali Abdukhadir Muse (Barkhad Abdi),
Bilal (Barkhad Abdirahman), Mahat (Faysal Ahmed), dan Elmi (M. Ali) berniat menangkap ikan
lainnya, bukan menggunakan jaring, melainkan dengan AK-47.
Captain Phillips dibangun dari sebuah
novel yang berjudul A Captain's Duty:
Somali Pirates, Navy SEALS, and Dangerous Days at Sea, by Richard Phillips. Yap, by Richard Phillips, novel tersebut
ditulis oleh sosok yang juga menjadi korban utama, dan dia selamat. Sebenarnya
tidak perlu untuk berputar sejauh itu, film dengan tema seperti ini sangat
mudah diprediksi kemana ia akan berjalan dan dimana ia akan berakhir, sebut
saja itu Argo dan Zero Dark Thirty. Oleh sebab itu perlu
keterampilan yang sangat kuat untuk dapat membangun film yang destinasi
akhirnya sudah diketahui semua orang, bagaimana cara ia membentuk tiap menit
yang berlalu menjadi proses yang mengasyikkan. Captain Phillips punya itu, sedikit.
Paul
Greengrass,
sosok dibalik ketegangan memikat dua film terakhir Bourne sebelum Legacy,
kembali melakukan apa yang pernah ia berikan tujuh tahun lalu di United 93, film dengan tema yang sama,
pembajakan. Masih dengan ciri khasnya pada fotografi genggam dan shaky-cam yang anehnya kali ini tidak
begitu mengganggu, penuh tembakan wajah (yang kerap kali menjadikan sorotan
mata perompak layaknya makhluk buas), sedikit sentuhan docudrama, Greengrass
kembali membuktikan bahwa ia adalah salah satu jagoan jika harus berhubungan
dengan cerita rumit yang bertumpu pada ketegangan. Celakanya, di Captain Phillips hal tersebut tidak
hidup hingga akhir.
Awalnya ini menjanjikan, sebuah kreasi
ulang kisah nyata yang dengan mudahnya membuat anda seperti ikut berada di
dalam cerita, masuk kedalam konflik yang mampu tampil ringan tanpa menjadi kaku
dibalik kisah "rumit" yang ia tawarkan. Belum lagi jika melihat sebuah kejujuran
yang terselip dalam cerita, dari karakter utama yang sedikit annoying, hingga
para awak kapal yang merasa jengkel, berhasil berpadu bersama visual hasil
tangkapan cinematography karya Barry Ackroyd dan sentuhan score dari Henry Jackman untuk memberikan anda
sebuah sensasi ketegangan yang memikat. Namun kembali lagi ke hal utama, tensi
dan sensasi berasal dari cerita, dan film ini hanya mampu menyajikan hal
tersebut secara stabil dan total dalam jumlah yang terbatas.
Anda tahu bahwa perompak itu berhasil,
Phillips dan awaknya terjebak, momen yang menjadi awal dari hilangnya secara
perlahan sensasi penuh tensi yang ia berikan sebelumnya. Kita tahu di sana
tidak ada lagi bahaya yang besar, tinggal berisikan proses yang celakanya
justru berubah menjadi stabil tanpa dinamika yang menyenangkan. Ini memang
sulit, ketika jarak antara si jahat, si baik, dan si korban sangat dekat, bukan
melalui hubungan telepon yang terpisah ribuan kilometer dengan bencana dapat
datang melalui kesalahan sekecil apapun karena berkaitan dengan sensitifitas,
disini anda akan menyaksikan aksi negosiasi jarak dekat yang dari segi tensi
tidak begitu besar dan terkadang justru terasa melelahkan akibat mengulur waktu
cukup banyak.
Benar, cukup banyak, bahkan jika harus membandingkan
dengan A Hijacking, film fiksi dengan
tema sama yang rilis tahun ini. Tidak sepenuhnya layak memang jika
membandingkan Captain Phillips dan A Hijacking, karena mereka adalah dua
kemasan dengan cara yang sangat berbeda. A
Hijacking menciptakan ketegangan lewat konfrontasi permainan angka jarak
jauh yang cerdas, berhasil membangun kecemasan melalui dinamika thrill yang padat dan rapi. Nah, hal
yang terakhir itu tidak dimiliki oleh Captain
Phillips. Greengrass memang mampu memberikan permainan naik dan turun yang
baik, namun tidak padat, meskipun masih jauh dari level yang menghancurkan
namun banyak momen dimana anda akan kehilangan cengkraman dari bahaya yang
ditawarkan oleh cerita.
Karakter berkembang dengan sangat baik,
namun tidak dari ketegangan cerita yang ditulis oleh Billy Ray ini, bergerak cepat namun terlalu stabil dari sisi tensi.
Greengrass seperti berupaya
menyuntikkan sisi humanisme kedalam cerita agar dapat sedikit tampil kedepan,
menghapus aksi kejar layaknya kucing dan tikus, namun script yang awalnya kokoh
itu seperti mulai kelelahan dengan aksi mondar-mandir, dan kita seperti masuk
kedalam proses yang hanya menunggu mana yang akan terjadi lebih dahulu,
Phillips diselamatkan atau justru para bajak laut yang meledak akibat tekanan batin
yang secara konstan hadir diwajah dan gerak tubuh mereka.
Jika memang warna melodrama itu
disengaja, tidak seharunya Greengrass kemudian memasukkan aksi Navy SEAL yang terlalu overdo, bak ingin
menunjukkan sisi kepahlawanan namun membuat penontonnya tersenyum miris sembari
bergumam, “Hollywood style”, dalam
konteks negatif. Sosok Phillips sendiri yang seharusnya mampu dibentuk agar
menjadi sosok inspiratif dengan perjuangannya itu justru terasa seperti tokoh
penting kedua, dibelakang Muse yang terasa lebih asyik dijadikan objek
observasi karakter, walaupun jika harus berbicara masalah apakah mereka terasa
nyata atau tidak, maka jawabnya adalah tidak.
Satu hal yang tidak dapat dipungkiri
dari berhasilnya film ini, selain sentuhan Paul Greengrass, adalah berkat kinerja Tom Hanks, baik itu dari hype hingga kualitas akting. Oscar? Tunggu
dulu, meskipun ini akting terbaiknya setelah terakhir berada di level yang sama
pada Cast Away, namun karakter Richard Phillips sendiri adalah tipikal
makanan Hanks, terdampar, kemudian menunggu jalan keluar. Yang menarik justru Barkhad Abdi, debut, melalui sorotan
mata tajam mampu menghadirkan karisma dari penjahat, yang bahkan punya peluang
cukup besar untuk menjadikan penonton menaruh simpati pada karakternya.
Overall, Captain Phillips adalah film yang cukup memuaskan. Terlalu
berlebihan jika harus menyebut ini adalah film yang buruk, masih ada enjoyment
walaupun cukup terbatas, bahkan sebenarnya ini adalah film yang kuat dari segi
teknik. Namun sayangnya rekannya yang berasal dari Denmark, A Hijacking,
telah menciptakan standard baru bagi topik mengenai pembajakan kapal bagi saya,
baik dari segi cerita ataupun kualitas pada intensitas thrill, dan Captain Phillips tidak dapat menyamai
standard tersebut.
0 komentar :
Post a Comment