"Ladies and gentleplane, can we have your attention please?"
Adalah sebuah hal yang tidak dapat terbantahkan bahwa dibalik tujuannya untuk menghibur lewat gambar-gambar ilusi ada tujuan lain yang diemban oleh sebuah film animasi, “menjual” karakter. Namun hal tersebut seharusnya hanya menjadi sesuatu yang minor dibalik fokus mereka pada tujuan utama tadi, yang ternyata tidak dilakukan oleh Disney pada spin-off dari Cars ini. Planes, datar, tidak inspiratif, membosankan.
Dusty Crophopper (Dane Cook), punya mimpi
yang sangat jauh lebih besar jika dibandingkan hanya bekerja di ladang jagung,
namun justru menjadi bahan ejekan bosnya, Leadbottom
(Cedric the Entertainer), serta sahabatnya Dottie (Teri Hatcher), dan hanya didukung oleh Chug (Brad Garrett). Ya, bagaimana mungkin ia bermimpi untuk ikut
serta dalam balapan pesawat lintas dunia, sedangkan untuk terbang jauh lebih
tinggi saja ia tidak berani. Namun kehadiran Skipper Riley (Stacy Keach), pesawat veteran yang pernah bertugas
di medan perang, mampu merubah apa yang tadinya mereka anggap impossible itu
menjadi nyata.
Berkat pelatihan
dari Skipper, Dusty berhasil masuk kedalam balapan lintas dunia, bertemu teman
baru yang sekaligus menjadi kompetitornya, pesawat Meksiko bertopeng bernama El Chupacabra (Carlos Alazraqui),
pembalap asal Prancis-Kanada bernama Rochelle
(Julia Louis-Dreyfus), pesawat British
bernama Bulldog (John Cleese), hingga
Ishani (Priyanka Chopra) asal India. Persaingan yang sehat diantara
mereka bukan menjadi sumber beban baru bagi Dusty, melainkan Ripslinger (Roger Craig Smith), kandidat
favorit, juara bertahan tiga tahun terakhir.
Jika harus
digambarkan dalam satu kalimat, film ini adalah Cars 3 dalam sampul yang
berbeda. Hal yang wajar tentunya ketika kita mendapati “warna” utama Cars
didalamnya, namun yang menjadi persoalan kemiripan itu tidak hanya sebatas
tampilan luar dan pondasi utama, namun ikut menjalar hingga elemen-elemen
terkecil. Sepertinya Jeffrey M. Howard
tidak berniat untuk melakukan sedikit modifikasi pada Planes, yang pada akhirnya menjadikan petualangan berdurasi 92
menit ini seperti menyaksikan karakter Cars
yang telah dihancurkan lalu kemudian materinya dipakai kembali untuk membangun
pesawat.
Yap, dari
formula yang mengambil sama persis seperti yang pernah dilakukan pada Cars, sebuah karakter yang punya mimpi
namun menemui hambatan, perjuangan untuk menggapai mimpi tersebut dengan sebuah
pelatihan yang meniru interaksi Lightning
McQueen - Doc Hudson, ditemani teman-teman berubah dari pesimis menjadi
optimis. Dari cerita, lelucon, hingga pergerakan cerita yang dimiliki Planes, persis seperti Cars. Hasilnya ini akan membosankan bagi
mereka yang telah menganggap apa yang ditawarkan Cars sebagai sesuatu yang
tidak menarik lagi, saat ini. Mengherankan, bagaimana bisa Klay Hall kembali mencoba formula yang sudah dia ketahui punya
peluang besar untuk tidak bekerja lagi, pemalas atau tidak punya ide lain?
Dari segi
kualitas visual dan 3D Planes memang tidak begitu mengecewakan, namun sebaliknya
tidak pada cara ia bercerita. Mungkin dengan status direct-to-video yang ia miliki sebelumnya menjadikan Planes menaruh sasaran tembak yang
sedikit lebih rendah dibandingkan film animasi pada umumnya, dalam konteks
usia. Tapi apakah film ini memang punya power jika dirilis sesuai dengan status
awalnya itu? Beruntungnya saya berada dibelakang pasangan suami istri yang
membawa dua orang anaknya mereka dikisaran usia maksimal 8 tahun, dan saya
mendapati suasana yang didominasi kondisi hening dari bangku depan tersebut
sepanjang film. Begitupula dengan lima orang bocah sekolah dasar tepat empat
baris di depan saya, tidak ada tawa skala besar.
Sample memang
sempit, tapi sudah cukup untuk menjadikan saya paham bahwa bukan saya yang
salah, melainkan film ini yang salah. Memang masih ada beberapa sensasi menarik
ketika balapan yang dipenuhi akselerasi melintasi bangunan dan alam dalam
kecepatan tinggi, dan juga beberapa pengisi suara yang tidak bekerja sangat
buruk, namun selebihnya Planes adalah
sebuah dongeng yang hambar dan datar. Tidak ada pengembangan karakter yang
seharusnya mampu menarik simpati, kemudian menjadikan penonton jatuh cinta pada
mereka, yang pada akhirnya juga akan memuluskan tujuan utamanya dalam hal
penjualan mainan. Yang ada justru petualangan dangkal, berisikan editing yang
mengganggu.
Overall, Planes adalah film yang kurang
memuaskan. Planes, Cars dalam bentuk pesawat. Formula yang sama dari skala
besar hingga yang terkecil, tanpa kehadiran materi baru yang segar, tidak
berkembang dalam hal kecerdasan, mengubur ide yang sebenarnya tidak begitu
buruk. Jangankan untuk menginspirasi penonton muda yang kerap identik sebagai
salah satu tujuan utama kehadiran film animasi, untuk menghibur mereka saja
film ini punya potensi yang sangat besar untuk gagal, minim enjoyment.
Bersiaplah menyambut kehadiran versi pesawat dari Cars 2, Planes: Fire & Rescue, tahun depan. Setelah itu apa lagi?
Boats?
0 komentar :
Post a Comment