Menjelang
berakhirnya usia remaja, mayoritas dari anda pasti pernah mengalami hal ini,
meningkatnya rasa ingin tahu pada sesuatu yang baru, dan menjadikan aturan yang
orang tua anda telah terapkan semakin mengikat, menyiksa, dan mengganggu. The Kings of Summer adalah contoh
sederhana, coming-of-age yang
menyatukan komedi dan drama, menyajikan sebuah proses bertumbuh dan menemukan
dari remaja dan orang dewasa, kemasan absurd yang mencoba membuktikan selalu
ada batasan dalam segala hal.
Joe Toy (Nick Robinson), semenjak
ditinggal ibunya yang telah meninggal, dan kakaknya Heather (Alison Brie) yang kini tinggal bersama Colin (Eugene Cordero), harus rela
menghabiskan hari-harinya bersama Frank
Toy (Nick Offerman), ayahnya yang jika dideskripsikan dalam satu kata
adalah sosok yang: menjengkelkan. Aturan main yang Frank terapkan untuk mencoba
membimbing Joe ternyata tidak sesuai dengan harapannya, dari permainan monopoli
yang bahkan sempat ia akhiri lewat hal ekstrim dengan menyampaikan laporan
palsu kepada polisi dengan keterlibatan Frank.
Ternyata hal itu
juga dialami oleh sahabat Joe, Patrick
Keenan (Gabriel Basso), yang bahkan terasa lebih menjengkelkan ketika harus
mendengar kata demi kata dari ayah dan ibunya, Mr. Keenan (Marc Evan Jackson) dan Mrs. Keenan (Megan Mullally). Hal tersebut yang menjadikan Patrick
bergabung dengan Joe dan seorang anak asing bernama Biaggio (Moisés Arias), membangun sebuah rumah di tengah hutan yang
jauh dari keramaian, menciptakan arena bermain untuk menghabiskan summertime, lari dari hal yang mereka
anggap tekanan dan siksaan, yang justru memberikan pengalaman baru yang membawa
mereka menuju tahap kehidupan yang lebih tinggi.
Jujur saja The Kings of Summer adalah film yang
sangat sangat mampu mencuri atensi penontonnya di bagian awal. Polemik yang
sederhana dan dialami oleh mayoritas penontonnya menjadikan beberapa susunan
adegan lucu berhasil membawa anda masuk kedalam dunia Joe dan Patrick. Ya, ini
adalah bagian terbaik dari film ini, scipt yang ditulis oleh Chris Galletta seperi melakukan
perkawinan yang indah bersama dengan cara Jordan
Vogt-Roberts membuka lembaran petualangan tiga remaja yang masih mencari
arah dengan mengandalkan ego mereka, proses membangun diri mereka seperti
membangun rumah yang masih berantakan itu.
Ada karakter
aneh, ada beberapa lelucon aneh yang masih mampu bekerja, saya suka ide yang ditawarkan oleh The Kings of Summer,
bagaimana ia memisahkan dua dunia, remaja dan dewasa, menjadikan mereka
masing-masing berjalan sendiri untuk mulai menemukan pelajaran hidup. Dengan
beberapa visual yang cantik, konflik remaja yang dangkal itu berhasil
menyatukan kebodohan dan kepintaran sama baiknya, cerdik dalam mengkombinasi
komedi dan drama (terutama pada Biaggio),
dan yang terpenting ia berhasil menjadikan anda mengerti dengan sangat mudah
apa maksud dari semua yang ia sampaikan.
Sayang, dengan
potensi yang cukup besar kenikmatan itu hanya terasa di saat ia membangun
cerita. Hanya sampai disitu, karena setelahnya anda akan ikut merasakan seperti
apa yang tiga karakter utama rasakan, terjebak. Tidak begitu mempermasalahkan
cerita yang kemudian berubah predictable dengan kehadiran Kelly (Erin Moriarty), namun cara Vogt-Roberts menggerakkan cerita yang justru menukar petualangan
menyenangkan tadi menjadi sebuah pengamatan yang melelahkan. Berjalan lambat,
ia mencoba memutar premis yang tadinya ringan itu untuk menjadi sedikit lebih
serius, tapi celakanya tanpa disertai totalitas yang kuat.
Ya, ini berubah
menjadi sebuah petualangan yang kurang bersemangat, ia sudah berhasil melemparkan ide yang
familiar namun masih punya power yang kuat untuk menarik atensi, namun seperti
tidak mampu (atau mungkin tidak mau) untuk menggali lebih dalam potensi yang ia
miliki. Benar, ide yang saya sebutkan di bagian pembuka tadi, menarik, namun
kemudian hanya di isi dari proses familiar yang jangankan untuk memberikan
sesuatu yang baru dalam tema ini, untuk semakin mempertajam ide itu saja ia
tidak berhasil. Hasilnya, pergerakan dinamis tadi berubah menjadi datar tanpa
semangat, aksi berebut cinta, membenci orang tua, hingga upaya untuk menjadi
dewasa yang terlihat tanpa energi.
Kesalahan utama
berasal dari kebimbangan ia untuk menaruh elemen apa di posisi terdepan. Vogt-Roberts mungkin sadar untuk
menjadikan komedi sebagai jualan utama tampak kurang memadai, tapi ketika ia
mencoba masuk ke dalam cerita yang lebih serius ia tidak mampu menciptakan
tempo yang tepat. Akhirnya The Kings of
Summer seperti terbagi menjadi dua, paruh pertama yang menarik, dan
paruh kedua yang tidak buruk namun kurang menarik. Ya, jujur saja di paruh kedua saya kurang
begitu peduli lagi dengan permasalahan Joe dan Patrick bersama keluarga mereka
dan cinta segitiga, dan menggantinya dengan rasa ingin tahu pada sosok Biaggio.
Biaggio adalah
bintang utama. Perannya memang kecil namun tiap kesempatan yang ia punya
berhasil dijalankan dengan efektif oleh Moisés
Arias. Sedangkan Nick Robinson
dan Gabriel Basso memang berhasil
bertugas menjadi pembuka jalan bagi penonton untuk mengerti permasalahan utama,
tapi seperti kehilangan nyawa ketika mengganti tugas mereka untuk menyampaikan
pesan utama. Hal yang sama juga dialami oleh Nick Offerman, berhasil menjadi sosok yang menjengkelkan, namun
kurang mumpuni untuk menjadi sosok yang ikut menghidupkan proses belajar dan
mengajar bagi Joe dan mungkin juga untuk Patrick.
Overall, The Kings of Summer adalah film yang
cukup memuaskan. Ini menyenangkan, pada awalnya, sebelum ia kehilangan tempo di
bagian tengah cerita. Untuk menjadi penggambaran dari proses introspeksi diri
dari kaum remaja dan dewasa, The Kings of
Summer berhasil, namun hanya dalam batasan sebuah dasar, karena setelah itu
semua terasa standard tanpa materi yang mampu menjadikan ia sebagai film yang
memorable.
0 komentar :
Post a Comment