"In my line of work things tend to happen when it gets dark."
Berhasil meraih
pendapatan 60 kali lipat dari budget yang ia miliki, hanya orang bodoh dalam
dunia industri perfilman yang tidak mau meneruskan film tersebut, dengan opsi
lain ia mungkin sudah kehilangan cinta. Yap, mungkin ini adalah alasan dimana Paranormal Activity series yang selalu
sukses melakukan sulap tersebut memutuskan absen tahun ini, mereka sudah mulai
kehilangan cinta dari penonton, memberikan ruang atau mungkin menyerahkan
tongkat estafet kepada Insidious: Chapter
2, another financial success, tidak berhasil mengulangi apa yang
pendahulunya pernah lakukan dalam hal kualitas.
Pada tahun 1986,
Lorraine Lambert menemukan ada
sesuatu yang aneh pada anaknya, Josh, dan kemudian meminta bantuan kepada ahli
paranormal untuk menyelidiki penyebabnya. Tanpa sebuah proses observasi yang
terlalu lama sang ahli memutuskan bahwa di dalam rumah yang keluarga mereka
huni terdapat makhluk lain yang kerap menemani Josh, hal yang kemudian terbukti
setelah mencoba metode pencarian hot and cold. Tapi celakanya meskipun
kemampuan astral projection miliknya telah di hapus, Josh masih tetap diikuti
makhluk tadi.
Dua puluh lima
tahun kemudian, setelah interogasi atas peristiwa terbunuhnya Elise, Renai (Rose Byrne) kembali bergabung
dengan suaminya Josh Lambert (Patrick
Wilson) dan kedua anak mereka yang kini menetap dirumah Lorraine Lambert (Barbara Hershey). Tapi
hal-hal aneh mulai menghampiri Renai yang masih, dari suara tangisan bayi,
wanita berbaju putih, hingga anak mereka Dalton
(Ty Simpkins) yang melihat sosok tak dikenal. Hal tersebut memaksanya
meminta bantuan pada rekan Elise, Specs
(Leigh Whannell) dan Tucker (Angus
Sampson), karena Renai sadar itu semua bukan karena rumah, melainkan
keluarga mereka.
Bukan hanya
horror, namun juga dalam semua genre film, menciptakan sebuah sekuel bukan
merupakan sebuah pekerjaan yang mudah. Penonton berharap ada perkembangan
positif, intensitas terror yang tidak menurun namun dengan materi yang segar,
disisi lain juga terikat bagaimana agar warna dan ciri yang telah ada tidak
hilang begitu saja. Yap, apalagi ketika masuk ke ranah horror dimana opsi yang
tersedia tidak luas seperti genre lainnya, menjadi beda sembari berupaya
terhindar dari kegagalan yang memalukan. Insidious:
Chapter 2 berhasil di tugas ini, ini tidak standard, ini juga segar dibalik
materi klasik seperti derit pintu, kemunculan mengejutkan, hingga suara-suara
"mengganggu", sayangnya ia kaku, terlalu sesak, cukup berantakan, dan
akhirnya, tidak menakutkan.
Insidious: Chapter 2 seperti sebuah
eksperimen baru dari seorang James Wan
dalam upaya untuk menambah variasi warna dalam karya yang ia miliki. Yap,
mungkin James Wan ingin mencoba membuka arena bermain baru, kali ini dengan
mencoba menghadirkan kisah yang sedikit kompleks, membangun premis sederhana
itu menjadi sebuah perputaran cerita yang punya potensi besar untuk menjadikan
penontonnya sedikit menguras fokus mereka dalam memecahkan misteri yang di
beberapa titik sejujurnya tampak cerdas. Tapi semua orang juga tahu, bahkan
anak kecil sekalipun, kunci dari sebuah film horror adalah mampu menakuti anda, dan rasa takut itu akan muncul
dengan berbagai kejutan, hal yang sayangnya terasa sangat lemah di film ini.
Tidak begitu
mempermasalahkan keputusan James Wan
yang dengan percaya diri langsung mengumbar sosok tersebut tidak jauh dari
titik start, namun masalahnya adalah setelah itu ternyata Insidious: Chapter 2 minim kejutan. Ia seperti tidak lagi membawa
anda bermain-main di arena horror, lebih tampak seperti menuntun penonton
menuju konklusi dari misteri yang tampak rumit yang telah ia ciptakan. It's oke
jika Wan ingin membagi dua elemen tersebut sama besar, namun jangan lupakan
tujuan penonton untuk menyaksikan Insidious:
Chapter 2, kejutkan kami dengan cara yang tidak murahan, dan buat kami
merasakan tekanan yang mampu sesekali menjadikan kami menahan nafas dan
berujung. Dua elemen tadi dapat tidak saling membunuh, yang celakanya tidak
dapat dihindari oleh film ini.
James Wan memang mampu dan cerdik dalam membangun
cerita, melanjutkan film pertama dengan manis disertai referensi dari
momen-momen menakutkan yang dimiliki pendahulunya, beberapa materi seperti hot and cold, telepon kaleng, dan berbicara dengan roh lewat dadu,
kemudian membagi Insidious: Chapter 2
kedalam dua bagian dalam bentuk dunia nyata dan dunia roh dan menjadi dua
komponen yang saling mengisi satu sama lain, namun sayangnya kurang mumpuni
dalam hal menjalankan dua dunia tersebut secara bersamaan. Mereka tidak kuat,
mereka samar-samar seperti mencoba melihat dari sebuah kaca yang ditutupi
embun. Hasilnya, tidak ada jalur utama cerita yang mampu membuat anda kembali
lagi setelah sejenak masuk ke dalam konflik pendukung, semua punya porsi dan
tugas yang sama.
Insidious mampu
membentuk premisnya yang simple itu untuk menjadikan anda merasa gelisah dan
cemas di paruh pertamanya. Sedangkan Insidious:
Chapter 2, jangankan mencoba untuk melakukan hal tadi lewat beberapa
pengulangan kejutan klasik yang tidak bekerja dengan baik, untuk menjadikan
anda tetap teguh menilai bahwa ia tetap menaruh horror sebagai materi utama
saja ia kerap kali kesulitan akibat blunder James
Wan yang sulit di mengerti dengan memasukkan karakter berwajah konyol yang
tidak menyeramkan tapi justru mudah untuk menjadikan anda tertawa. Ini belum
ditambah dengan score yang apik namun sering merusak suasana, menghancurkan
keheningan dan mematikan dengan seketika "gotcha moment" yang ia akan hadirkan.
Bagaimana
menggambarkan Insidious: Chapter 2?
80% rasa ingin tahu, dan sisanya untuk nafas horror. Kesalahan utama mungkin
terletak pada backstories yang kuantitas terlalu besar, beberapa adegan yang
kurang penting, serta lelucon-lelucon yang menjemukan. Yap, sedikit humor
memang tidak salah untuk memainkan tempo dan tensi dengan menurunkan tingkat
ketegangan, tapi celakanya Insidious:
Chapter 2 tidak berhasil menaikkan kembali tempo dan tensi tadi, meskipun
Specs dan Tucker berhasil mencuri perhatian ditengah divisi akting yang berdiri sejajar, baik dari kualitas hingga motivasi yang hambar.
Overall, Insidious: Chapter 2 adalah film yang
kurang memuaskan. Ketika Back To The
Future bertemu dengan Poltergeist
dan The Shining, ini tentu saja lebih
segar, namun tidak lebih baik dari film pertamanya, even it's pretty funny, honestly. Jangankan untuk menyamai The Conjuring, untuk berdiri sejajar
dengan Mama atau bahkan mungkin Evil Dead, Insidious: Chapter 2 masih kurang layak. Yap, horror yang ia miliki
kurang, lebih didominasi misteri, dan itu menjengkelkan. Eksperimen anda yang
overconfident ini gagal, Mr. James Wan.
PS: This time special for men. This movie maybe far
from the standard of scary, and probably will damage "the other
purpose" you watch it with your lover. But please don't use other
method with trying to act smart-ass, explains the story throughout the film to
your lover, with a voice that can be heard from two rows exactly in front of
you. It was disturbing!!! Please, there are many elegant and easy way to try to
impress your lover. Don't be a cheap guy. :)
0 komentar :
Post a Comment