Mereka memang punya
kualitas akting yang tidak buruk, namun jika anda diminta untuk mendeskripsikan
Nicolas Cage dan John Cusack dalam satu kata maka jawabannya adalah: ragu. Kick-Ass menarik berkat bantuan Cage,
begitupula dengan Hot Tub Time Machine
dengan kehadiran Cusack, tapi coba tarik lima tahun kebelakang maka list yang
mereka miliki lebih sering berisikan film kelas C hingga E, dari 2012, The Raven, hingga Ghost Rider dan Stolen. Yang mengejutkan adalah The
Frozen Ground berhasil tampil berbeda, thriller yang tidak memikat, namun juga tidak menyiksa.
Dalam kurun waktu 12
tahun lebih dari 20 wanita muda telah dilaporkan hilang, dan hebatnya tanpa
jejak. Ya, pembunuh berantai itu seperti sesosok hantu yang bebas melakukan
aksinya tanpa berhasil diidentifikasi penduduk Alaska. Namun pada tahun 1983, seorang pelacur bernama Cindy Paulson (Vanessa Hudgens) berhasil
melepaskan diri dari cengkeraman pria bernama Robert Hansen (John Cusack), yang kemudian melaporkan kejadian
tersebut kepada polisi, dan membuka jalan masuk untuk menelusuri serial-killer tersebut. Namun ternyata
hal tersebut berbeda dengan apa yang dipikirkan seorang detektif bernama Jack Halcombe (Nicolas Cage).
Halcombe yakin, bahkan
sangat yakin, bahwa Hansen adalah pelaku dari pembunuhan berantai yang selama
ini terjadi. Namun sayangnya hal tersebut tidak memperoleh dukungan penuh dari
atasannya, dan untuk membuka jalan baginya Halcombe harus memperoleh informasi
dari Cindy. Tapi rintangan Halcombe tidak sampai disitu, karena Cindy sendiri
adalah wanita bermasalah yang sebelumnya telah terjerat dalam kelompok germo
yang dipimpin oleh Pimp Clate Johnson (50
Cent). Bergerak cepat adalah pilihan satu-satunya bagi Halcombe, karena
selain menjadi bukti yang memberikan izin penangkapan juga untuk menghindari
hal yang paling Halcombe takutkan, kemunculan korban berikutnya.
Tidak ada ekspektasi yang begitu tinggi pada film ini, bukan hanya karena kombinasi Cage dan Cusack, namun juga akibat dari Scott Walker, sosok baru yang menjadikan The Frozen Ground sebagai debut perdananya sebagai sutradara. Untung saja Walker punya materi yang cukup kuat, kisah nyata dari seorang serial killer bernama Robert Hansen yang pernah mengejutkan negara bagian Alaska sekitar awal tahun 1980. Dan uniknya lagi Walker berhasil memberikan pembukaan yang sanggup menarik minat anda kepada kasus tersebut.
Menyaksikan The Frozen Ground seperti melihat sebuah
cerita detektif klasik, berisikan aksi kejar layaknya kucing dan tikus,
dikembangkan dengan baik dalam tempo pelan yang menuntut rasa sabar, minim aksi
“mewah” untuk memacu adrenalin, memilih untuk memainkan tensi film menggunakan
karakter dan pergerakan cerita. Ya memang metode seperti ini merupakan sebuah
perjudian dimana ia kerap kali kurang mampu mempertahankan atensi dan minat
para penonton pada cerita yang ia miliki, mereka bahkan akan rusak hanya dengan
blunder kecil karena tidak punya elemen “mewah” yang dapat menjadi pengalih
perhatian sementara.
Celakanya itu yang
dialami oleh The Frozen Ground.
Sebenarnya ia dibuka dengan mumpuni, dimana Walker tidak mencoba menutupi
terlalu jauh siapa sebenarnya karakter antagonis, sebuah keputusan yang tepat
kerena faktanya ikut memberikan dampak positif pada daya tarik cerita. Yap,
anda seperti diberikan sebuah sajian yang mencoba menggambarkan kembali
kejadian 30 tahun yang lalu dalam bentuk yang nyata, sehingga proses pengamatan
menjadi fokus, dan tidak dapat dipungkiri perlahan semakin mempertebal rasa
penasaran. Tapi anehnya ketimbang menjadi sebuah thriller yang lembut, The Frozen Ground perlahan justru
berubah menjadi proses pengamatan yang monoton di bagian tengah.
Karakternya memang
dibentuk dengan cara yang biasa, namun itu masih dapat dimaafkan mengingat
mungkin Walker memasang sedikit batasan untuk tidak bergerak terlalu jauh dalam
upaya untuk menghormati keluarga para korban. Namun tidak dengan script yang
perlahan mulai tampak dangkal dan monoton. Walker seperti terjebak pada
keputusannya untuk fokus pada tindakan prosedurial polisi, dan ketika mereka
mulai berubah menjadi beban hasilnya apa yang ia ciptakan diawal hilang
dibagian tengah. Bagian tengah film lebih tampak seperti tempat berkumpulnya
konflik sederhana tanpa dibangun dengan alur yang jelas, mondar-mandir.
Memang tidak menjadi
kumpulan konflik yang menjengkelkan, tapi ini berubah menjadi dongeng, dimana
anda duduk mengamati tanpa diberikan kesempatan yang lebih besar untuk dapat
ikut merasakan cerita. Benar, kesempatan itu minim, padahal sebenarnya tema
yang ia bawa punya potensi yang sangat besar untuk menarik simpati. The Frozen Ground pada akhirnya seperti
bergerak dalam labirin kecil dan sempit yang berupaya mencari jalan keluar, dan
anda sebagai penonton hanya mengamati karena perlu usaha yang cukup besar untuk
dapat peduli pada karakter dan cerita, pada motivasi mereka, dan hanya
menantikan bagaimana ia akan berakhir.
Hal tadi dapat ditutupi
memang, tapi masalahnya karakter juga tidak dikembangkan terlalu jauh oleh
Walker. Nicolas Cage mungkin akan
sedikit mengejutkan, ia tidak memukau, namun tidak pula tampil buruk. Justru
Cusack yang sedikit menjadi perhatian, ia kurang berhasil memberikan nafas
kejahatan pada cerita, sosok pembunuh yang keji tidak tampak padanya, terlalu
lembut, bahkan ia lebih menyeramkan ketika tampil di The Paperboy. Sedangkan Hudgens menampilkan performa yang kembali
mampu memikat setelah melakukan hal tersebut terakhir kali empat tahun lalu, di
Bandslam.
Overall, The Frozen Ground adalah film yang cukup memuaskan. Suka dengan setting yang diciptakan, suka dengan cara ia dibuka, dan suka dengan bagian akhir ketika ia hendak menutup kasus. Sayangnya, potensi yang sebenarnya cukup kuat itu harus rusak akibat bagian tengah yang cukup monoton dan terlalu tertutup. Anda dapat melihat betapa mengerikan kisah nyata tersebut, namun anda mungkin harus berusaha sedikit lebih kuat untuk dapat merasakan perputaran rasa takut dan cemas dari cerita. Not bad, good enough. Nice debut Scott Walker.
Overall, The Frozen Ground adalah film yang cukup memuaskan. Suka dengan setting yang diciptakan, suka dengan cara ia dibuka, dan suka dengan bagian akhir ketika ia hendak menutup kasus. Sayangnya, potensi yang sebenarnya cukup kuat itu harus rusak akibat bagian tengah yang cukup monoton dan terlalu tertutup. Anda dapat melihat betapa mengerikan kisah nyata tersebut, namun anda mungkin harus berusaha sedikit lebih kuat untuk dapat merasakan perputaran rasa takut dan cemas dari cerita. Not bad, good enough. Nice debut Scott Walker.
0 komentar :
Post a Comment