"I would swim the seas for to ease your pain."
Hal ini jelas tidak bersifat umum dan tidak mencerminkan sebuah fakta yang belum tentu terjadi pada semua orang, namun ketika anak-anaknya telah dewasa, orang tua punya tugas yang begitu besar sebagai pemersatu, dan dapat menggoyahkan kapal bernama keluarga itu jika salah satu dari mereka menghadapi masalah. Tapi tidak sedikit pula hal tersebut berlaku sebaliknya, dimana anak sering kali mengalahkan janji suci “till death do us apart” itu untuk menjadi alasan orang tua untuk tetap bersama. Ini akan membuat anda tertawa bahagia, menari penuh suka cita, hingga menyajikan sebuah kesedihan yang ekstrim. The Broken Circle Breakdown, solid, lucu, sangat menyedihkan, sebuah kemasan emas yang mengejutkan, heartbreaker.
Elise Vandevelde (Veerle Baetens), seorang wanita pemilik salon tato,
memiliki sebuah ritual untuk menaruh nama setiap kekasihnya di tubuhnya
walaupun kemudian akan ia tutup kembali ketika mereka nantinya putus. Suatu
ketika ia bertemu dengan Didier Bontinck (Johan Heldenbergh), seorang
pemain banjo di sebuah band dengan aliran musik bluegrass, yang berniat untuk
membuat tato. Berawal dari perdebatan Elvis Presley dan Bill Monroe,
cinta pada pandangan pertama itu mekar dengan luas, Elise bergabung dengan band
milik Didier, dan kemudian mereka menikah.
Kemudian hadir Maybelle (Nell
Cattrysse), anak perempuan yang diawal berita kemunculannya sempat
mengejutkan Didier yang tidak pernah mengharapkan seorang anak. Namun perlahan
semua berubah, menjadikan Maybelle ibarat pelengkap kebahagiaan Didier dan
Elise yang sebenarnya sebelumnya sudah besar. Semua rusak ketika Maybelle
kemudian diketahui mengidap kanker, harus menjalani kemoterapi, bahkan mungkin
saja akan mati dalam waktu dekat. Realitas baru itu yang kemudian memaksa
Didier dan Elise untuk menyesuaikan diri yang kemudian disertai berbagai
gesekan kecil yang punya potensi menghancurkan.
Sebenarnya sulit untuk mengatakan
bahwa penjabaran sinopsis diatas tadi mengandung banyak sekali spoiler, yang
bahkan bagi saya tidak memberikan dampak yang begitu signifikan pada kenikmatan
film ini. Pertama, The Broken Circle Breakdown bukan tipe film yang
menyimpan misteri dan kemudian akan membukanya diakhir cerita, karena ia lebih
layak disebut sebagai sebuah media sepanjang 111 menit yang bertumpu pada
permainan emosional untuk mencapai tingkat kepuasan. Kedua, sinopsis tadi telah
di susun secara urut, karena faktanya Felix Van Groeningen membentuk
kisah yang ia dan Carl Joos adaptasi dari drama panggung karya Johan
Heldenbergh dan Mieke Dobbels ini dengan cara non-linear.
Yap, non-linear, bergerak
maju dan mundur dalam kurun waktu tujuh tahun, anda akan menemukan sebuah roller-coaster
emosi yang mengasyikkan, berisikan kombinasi situasi baik dan buruk yang sama
kuat, menyaksikan sebuah petualangan dari hubungan yang awalnya sangat
bergairah dan kemudian harus hancur akibat terjerat kesedihan. Benar, dinamika
cerita terasa sangat menyenangkan, berjalan secara bertahap dan sabar, berhasil
menjadikan setiap elemen kunci yang ia punya tampil kuat, dan ikut menjadikan
karakter mengalami perkembangan yang mampu menarik perhatian anda.
Memiliki narasi yang mumpuni, ini
adalah sebuah drama bertemakan pernikahan yang mampu menyeimbangkan setiap
unsur yang ia punya. Drama yang pas dengan menghadirkan permainan emosional
yang kuat dan melelahkan, anda menyaksikan kebahagian yang kemudian dengan
cepat diganti dengan kesedihan, dibangun dengan baik sehingga berhasil
menjadikan penonton ikut merasakan apa yang karakter rasakan, salah satu kunci
utama untuk tipe film seperti ini, seimbang, natural dan tidak terkesan
dipaksakan, yang kemudian meninggalkan after effect yang begitu kuat.
Sedikit mengejutkan memang ketika
mengetahui dibalik polemik sederhana yang ia tawarkan diawal itu ternyata The
Broken Circle Breakdown kemudian berubah menjadi cukup berat, menghadirkan
beberapa adegan yang menguras energi kemudian disertai permainan emosional yang
fokus pada karakter baik itu pada saat past dan present, dikemas dengan intens
dan cantik. Tapi The Broken Circle Breakdown punya senjata rahasia yang
membedakan ia dengan film tipe serupa yang sering kali menerima keluhan karena
pergerakan cerita yang monoton. The Broken Circle Breakdown punya komedi, ya,
itu mungkin biasa, namun kemudian bergabung bersama musik yang menawan.
Menawan, bukan hanya sebagai
tempelan belaka untuk membantu visual mumpuni karya Ruben Impens, musik
karya Bjorn Eriksson juga punya power dan tugas yang cukup besar pada
pergerakan cerita, dan itu dibentuk dengan apik. Ia tidak hanya memperhalus
setiap perpindahan cerita bahkan untuk warna cerita dengan tingkat perbedaan
ekstrim sekalipun, score juga punya andil dalam membangun suasana, menghidupkan
gairah cinta dan romantisme, membawa nafas sukacita, kemudian menghantam anda
setiap kali konflik gelap muncul, dan berkat perpindahan non-linear tadi ia
tidak menimbulkan kerusakan yang mengganggu.
Saya suka cara Felix Van
Groeningen membangun lingkaran yang akan ia hancurkan ini, intens di banyak
bagian. Walaupun sempat sedikit kedodoran ketika Didier mulai berbicara
penolakan tentang agama hingga Amerika, kaku dan seperti memutuskan tempo yang
sudah terbentuk tanpa materi mengganggu sejak awal, namun ia mampu menjaga
keseimbangan antara unsur melodrama yang hadir tanpa materi bodoh,
suntikan komedi yang selalu tepat guna dan berada di momen yang pas, romantisme
yang tidak berlebihan, kemudian musik yang tidak tenggelam dan juga tidak
menghancurkan.
Itu belum menghitung editing yang
cerdik sehingga mampu mempermainkan penonton, dan juga mempermulus jalan bagi
pertarungan antara logika dan ilmu pengetahuan, dengan perasaan serta sedikit
sentuhan agama, yang faktanya kerap kita temukan pada setiap pribadi yang
sedang menghadapi masalah. Sayangnya, semua kelebihan tadi yang justru
menjadikan film ini sedikit segmented, karena ia pada akhirnya tidak menawarkan
kepada anda sebuah hiburan yang ringan untuk mengisi waktu luang.
Dari divisi akting chemistry yang
dibangun oleh Johan Heldenbergh dan Veerle Baetens berhasil
menjadikan anda merasa peduli dengan permasalahan yang mereka hadapi.
Heldenbergh berhasil menjaga karakternya agar tidak kehilangan potensi untuk
menjaga api dari masalah kecil yang sempat muncul diawal agar tetap menyala
sembari terus menonjolkan sikap maskulin yang sensitif. Sedangkan Baetens
dengan rapi menunjukkan bagaimana sebenarnya dibalik tato yang membalut
tubuhnya itu ternyata Elise adalah sosok yang rentan.
Overall, The Broken Circle
Breakdown adalah film yang memuaskan. Ia mampu membawa penontonnya masuk
kedalam petualangan emosional yang mengasyikkan, dikemas dengan rapi dan
intens, berhasil menggambarkan suka dan duka dengan sama baiknya. Ini adalah
kekacauan emosional dalam konteks yang sangat positif, sebuah drama pernikahan
yang menyayat hati, dengan salah satu adegan penutup terbaik yang pernah saya
saksikan. Jika anda suka Blue Valentine, semakin mudah bagi semua materi
film ini untuk dapat membuat anda jatuh cinta padanya. One of my favorite films this year.
0 komentar :
Post a Comment