Anda mungkin pernah membaca info bahwa lagu dari seorang
penyanyi yang mirip dengan lagu penyanyi lain, bahkan mungkin ada dari mereka
yang langsung menjuluki lagu tersebut sebagai plagiat. Ada toleransi, dan di
musik itu mencapai 8 bar, namun dibalik hal tersebut yang justru paling penting
adalah kemampuan lagu tersebut untuk menciptakan “warna” lain yang dapat
menjadi identitasnya. Hal tersebut dialami oleh R.I.P.D., komedi supernatural, sebuah buddy cop yang berjalan dengan cara yang familiar, cukup menghibur
namun membosankan, soulless.
Nick Walker (Ryan
Reynolds), detektif di Departemen Polisi Boston, memutuskan untuk mengubur emas di
pekarangan belakang rumahnya, sebagai pembuktian kepada sahabat sekaligus
rekannya sesama polisi, Bobby Hayes
(Kevin Bacon). Menjauhkan istri tercintanya Julia (Stephanie Szostak) dari masalah merupakan alasan Nick untuk
menyembunyikan benda yang ia dan Bobby peroleh ketika sedang beraksi itu.
Celakanya, disaat sedang melakukan sebuah penggerebekan kasus narkoba, Nick
terjatuh dari lantai atas, namun anehnya melihat semua yang ada disekitarnya
berhenti, lalu kemudian tersedot kedalam sebuah kumpulan awan.
Nick tewas (tidak begitu penting, tidak perlu ditutupi),
namun sayangnya ia justru menjadi target Rest
In Peace Department (R.I.P.D.), dan diberikan tawaran oleh Mildred Proctor (Mary-Louise Parker),
direktur divisi Boston dari R.I.P.D., untuk melakukan patroli di bumi, dan
menangkap Deados, roh-roh yang masih terperangkap di bumi. Tapi ternyata
keputusan untuk menerima tawaran tersebut menjadi awal kisah menjengkelkan bagi
Nick, mulai dari bekerja sama dengan Roy
Pulsipher (Jeff Bridges), veteran bergaya koboi berusia hitungan abad yang
punya sikap menjengkelkan, hingga terkuaknya fakta bahwa salah satu tindakan
yang pernah ia lakukan semasa hidup ternyata punya andil dalam ancaman yang
dapat memusnahkan umat manusia.
Mendapatkan respon yang didominasi penilaian negatif, bahkan
di Indonesia ia dilempar keluar dari line-up rilis summertime di bulan Juli lalu dan kemudian mengisi slot di
penghujung Agustus, memang implisit namun sudah dapat menggambarkan secara
garis besar bagaimana kualitas yang dimiliki film dengan budget 130 juta Dollar
ini. R.I.P.D. adalah tipikal sajian
film liburan, predictable, punya jalur masuk dan keluar yang jelas, tanpa
perputaran cerita yang terlalu kompleks dan serius, menyandingkan komedi dengan
adegan aksi, dan menutupi kelemahan cerita dengan hiburan visual penuh CGI
memikat.
Yap, ketimbang melakukan hal bodoh dengan mengharapkan sebuah
sajian berkualitas yang juga dipenuhi pesan berkualitas, anda justru sejak awal
harus bersedia untuk dihibur oleh film ini dengan kisah ringan yang bodoh.
Anehnya hal tersebut berhasil, film ini tidak hancur dengan materi yang ia
punya, dan terlebih mampu membawa penontonnya masuk kedalam petualangan yang
tidak begitu menguras energi. Hal utama yang membantu keberhasilan tersebut
adalah materi variatif yang ia punya, materi yang potensial, dari interogasi
menggunakan makanan, hingga penerapan sistem wujud ganda di dua dunia dalam
bentuk avatar. Kemegahan konsep yang ia punya cukup "berbahaya",
namun sayangnya ia lakukan pula pada saat eksekusi, tapi dalam konteks negatif.
Menonton R.I.P.D.
seperti mendapatkan dua bagian cerita yang terpisah, tontonan kelas B yang
cukup menarik diawal cerita, kemudian berubah menjadi film kelas C hingga D- di
dua pertiga akhir durasinya, yang untungnya hanya 96 menit. Kekacauan utama
berasal dari cerita yang ditulis ulang oleh Phil
Hay dan Matt Manfredi dari komik
dengan judul yang sama karya Peter M.
Lenkov. Selepas bagian pembuka, R.I.P.D. justru tampak sangat malas untuk
bercerita, dan ketika digerakkan dengan cepat oleh Robert Schwentke menjadikan ia lebih terasa sebagai sebuah lomba lari untuk menyelamatkan dunia. Yap, sempit, ia bahkan sejak awal tidak memberikan
opsi lain bagi penonton, dan mulai berantakan ketika Schwentke mulai bingung
bagaimana cara yang efektif untuk menerjemahkan ide yang mereka miliki.
Kasarnya, R.I.P.D.
adalah sebuah parodi dari film-film yang pernah eksis, dengan warna yang paling
kental terasa tentu saja Men In Black.
Dia punya potensi untuk menjadi paket bodoh yang menyenangkan, namun harus
jatuh dan tidak bisa bangkit lagi setelah mengetahui ada tembok besar dalam
bentuk perpaduan ide yang berat, serta script dan kreatifitas dangkal yang menghalanginya. Ya,
ini variatif, namun tidak inovatif. Tersangka, pahlawan, aksi kejar-kejaran
mobil, pertarungan jarak dekat, tentu adalah materi wajib dari tipe film
seperti ini, namun celakanya tidak mampu dibungkus oleh Schwentke dengan materi
yang mampu menjadi ciri dari mereka, karena materi variatif diatas tadi tidak
punya power yang kuat.
Benar, banyak materi menyenangkan yang dimiliki oleh R.I.P.D., namun sulit untuk bertahan
lama di ingatan anda. Penyebab utama berasal dari ketidak mampuan karakter menjadikan
diri mereka berharga dimata anda. Ini dampak dari keputusan mereka yang mulai
berhenti bercerita menjelang paruh kedua, semua menjadi hambar dan datar,
bahkan tidak tampak motivasi dalam menghadapi ancaman yang sebenarnya berbahaya
itu. Mencoba memecahkan misteri, namun tidak pandai memainkan tensi, hasilnya
adalah petualangan basi. Mereka sepertinya mentok di ide, dan bingung ketika
mencoba melangkah ke tahap selanjutnya, akhirnya pakai cara standard, yang
celakanya di isi dengan materi-materi klasik yang dahulu pernah besar.
Dua aspek pendukung lainnya, komedi dan CGI, juga kurang memuaskan. Tidak hancur memang, namun kualitas
kombinasi CGI dan 3D yang ia miliki
terasa miskin, tidak tampak nyata, kumpulan makhluk jelek dikemas dalam
kualitas yang sama jeleknya. Begitupula dengan komedi yang tidak kreatif,
menggunakan satu warna dari awal hingga akhir, menghasilkan kinerja yang tidak
lagi kuat setelah kehadirannya yang pertama, kerap kali berusaha terlalu kuat
untuk tampil lucu.
Sayang memang, karena ia punya Ryan Reynolds yang menyenangkan ketika bermain dengan sarkasme,
yang kali ini tampak sama kurang antusiasnya dengan petualangan yang akan ia
lakukan. Begitupula dengan Jeff Bridges
yang kurang beruntung karena diminta untuk menjadi sosok tough namun
menjengkelkan, yang malah terasa dipaksakan. Scene stealer menjadi milik Mary-Louise Parker, dengan mimik wajah
yang beberapa kali masih mampu menghadirkan awkward joke.
Overall, R.I.P.D.
adalah film yang kurang memuaskan. Film ini hampir saja menjadikan saya
menaikkan ekspektasi awal, ya, hampir. Awalnya menarik, sisanya di isi dengan
kondisi dimana ia masih mampu menjadikan anda bertahan meskipun sudah mulai
kehilangan arah dan membosankan. Hambar, datar, energi dari sosok dibalik layar
seperti telah habis ketika membentuk konsep yang akan mereka tampilkan, dan
tidak punya power lagi ketika masuk ke tahap eksekusi. Hancur? Tidak. Buruk?
Ya. Disposable movie, forgettable.
0 komentar :
Post a Comment