Korea
Selatan sepertinya semakin menunjukkan taji mereka di
berbagai bidang. Teknologi sudah mereka kuasai, gelombang musik merekapun sudah
menjadi wabah mengejutkan di berbagai belahan dunia, dan kali ini Kim Yong-Hwa mencoba untuk menjadikan
karya terbarunya ini sebagai sebuah pembuktian kepada dunia, South Korea’s first ever fully shot
stereographic 3D film, berisikan perjuangan seekor Gorilla dengan menggunakan formula from zero to hero, sebuah sajian visual yang indah namun kurang
berimbang.
Gempa Sichuan
meninggalkan luka yang mendalam pada Wei
Wei (Xu Jiao). Kakeknya meninggal dunia akibat peristiwa tersebut, dan
meninggalkan remaja putri berusia 15 tahun ini sebuah sirkus yang berisikan
sekumpulan anak kecil serta dua ekor Gorilla.
Celakanya bukan hanya itu beban yang harus ia pikul, karena sebelum meninggal
kakeknya masih memiliki sejumlah hutang, dan harus terus berhadapan dengan
penagih hutang bernama Lin Xiaogang (Kim
Hee-won) bersama pasukannya. Wei Wei berada dalam posisi yang menuntut ia
untuk memperoleh pekerjaan agar dapat menutupi hutang tersebut, namun anehnya
keajaiban itu justru menghampiri Ling
Ling, salah satu Gorilla miliknya.
Sung
Chung-su (Sung Dong-il), pria materialistis yang bekerja
sebagai seorang scout di Liga Baseball
Korea, melihat potensi yang dimiliki Ling Ling, dan memberikan penawaran
yang dapat menyelamatkan kehidupan Wei Wei dan sirkus miliknya. Ling Ling resmi bergabung dengan Doosan Bears yang berada dibawah kendali
Kim Kang-woo, meskipun terus
ditentang oleh Komisaris KBO (Kim
Eung-soo). Celakanya popularitas mendadak tersebut membutakan mata Wei Wei,
yang ikut menguak hal-hal yang selama ini tidak ia ketahui.
Mr.
Go
mungkin akan memberikan sebuah kejutan bagi anda yang sejak awal telah menahan
diri untuk menaruh ekspektasi terlalu tinggi, dan hanya ingin mendapatkan
sebuah hiburan yang menyenangkan selama dua jam, karena apa yang ia berikan
memang jauh lebih besar dari itu. Berlandaskan komik The 7th Team karya Huh
Young-man, Mr. Go berhasil menjadi sebuah paket yang secara mengejutkan
masih mampu menyajikan sebuah hiburan yang menyenangkan, berisikan petualangan
sederhana dengan materi-materi konyol dan predictable.
Berada di bawah kendali
sebuah perusahaan baru yang di bentuk bersama sosok yang pernah menjadi dalang
kesuksesan Life of Pi tahun lalu, Mr. Go berhasil menyajikan sebuah
hiburan visual yang sulit untuk ditampik keindahannya. Menyajikan banyak shoot
cantik, berpadu dengan CGI yang
sukses menjadikan Ling Ling tampak
indah, dari sisi karakteristik hingga cara ia bergerak, detail, meyakinkan,
impresif. Yap, anda akan mendapatkan tampilan visual yang tidak menjadikan
kerakusan ia dalam memakan setengah biaya produksi tampak sia-sia, dan ketika
berpadu dengan score yang cukup mumpuni mampu menciptakan sebuah sensasi
tontonan baseball yang menyenangkan.
Sayangnya, seperti
elemen awal yang ia sajikan, Kim Yong-Hwa
justru mulai menjadikan cerita yang ia miliki layaknya sebuah sirkus dengan
banyak materi aneh dan menggelikan yang mungkin ia anggap akan mudah dimaafkan.
Contohnya salah satu cerminan utama bagian mengganggu terletak pada tim baseball
yang tetap bertanding melawan Doosan walaupun mereka tahu mustahil untuk
mengalahkan Ling Ling. Mulai dari
situ, Mr. Go berubah menjadi sebuah pertunjukkan sirkus dengan Ling Ling sebagai bintang utamanya,
dimana memberikan dampak menyedihkan pada cerita serta karakter yang tidak
berkembang, menjadikan proses negosiasi yang berjalan disampingnya menjadi
kurang menarik.
Pondasi cerita yang
dimiliki oleh Mr. Go sesungguhnya sudah lebih dari cukup untuk menopang
penggambaran kisah perjuangan ini hingga akhir, namun rusak karena cara ia
diolah yang kurang solid. Pergerakan cerita terasa cukup monoton dan berada di
ambang kehadiran rasa bosan, minim materi segar, dan semakin kacau akibat
ikatan emosional yang dangkal dan lemah antara Wei Wei dan Ling Ling
(sorry to say, Xu Jiao kurang berhasil menyampaikan emosi dari karakter yang
ia mainkan dengan baik sepanjang film). Petualangan ini semakin terganggu
dengan disuntikkannya banyak adegan yang tampak seperti dicoba untuk membawa
warna melodrama, namun berakhir kandas akibat eksekusi dramatisasi yang kurang
tepat dan terasa terlalu berlebihan.
Kim
Yong-hwa terlalu liar dalam bermain dengan ide yang miliki,
merusak potensi yang ia punya dengan menciptakan berbagai elemen cerita yang
justru memberikan kekacauan pada ikatannya dengan cerita, tampak seperti sebuah
segmen yang disengaja untuk menciptakan sensasi menonton yang memikat, sebut
saja posisi Wei Wei ketika pertandingan
yang seperti dipaksakan untuk menunjukkan kontribusinya pada cerita, hingga
aksi Wei Wei memanjat atap stadion yang
terkesan kurang normal, belum lagi adegan dimana Sung Dong-il dan Ling Ling
menikmati rice wine dan kimchi yang terasa kurang begitu
penting.
Film ini mungkin
berhasil menjadi sebuah standar baru bagi penggunaan visual efek bagi perfilman
Korea, dan sebagai pembuktian bahwa Korea mampu bermain lebih jauh dalam
teknologi ini, namun justru masih terlihat seperti seorang pemula jika
berbicara kualitas teknik penceritaan, tidak memiliki bagian yang digarap
dengan kuat sehingga dengan mudah semua hiburan yang ia sajikan akan cepat
terlupakan. Akibat naskahnya lemah karena terlalu sibuk dengan beberapa plot
yang justru kurang dibentuk dengan baik, Mr.
Go menjadi sebuah hiburan yang murni mengandalkan kualitas visual untuk
memanjakan penontonnya, sebuah pertaruhan yang cukup berani.
Dari divisi akting,
yang bekerja paling baik adalah Sung
Dong-il. Ia berhasil menjadi sosok yang menjaga hitam dan putih cerita
terus menjadi misteri, mampu menjadi sosok materialistis yang menjengkelkan,
namun tetap mampu menghadirkan nuansa lucu ketika dibutuhkan. Sebaliknya
terjadi pada Xu Jiao, yang seharusnya
berada di posisi terdepan, justru lebih sering menghadirkan kualitas akting
yang hambar dan datar. Sedangkan pemeran lain tidak punya kesempatan yang
besar, lebih sekedar menjadi pion pembantu untuk menggerakkan cerita, termasuk
didalamnya Kim Jung-Tae dan Joe Odagiri.
Overall, Mr. Go (Mi-seu-teo Go) adalah film yang cukup memuaskan.
Sudah jelas tergambar dari pembagian budget yang ia miliki bahwa film ini
mengandalkan tampilan visual di garis terdepan, dan itu tidak akan mengecewakan
anda, namun tidak pada kualitas cerita yang ia miliki. Lucu, kurang inspiratif,
dan gagal dalam menghadirkan sebuah permainan emosional yang sebenarnya menjadi
salah satu jualan utamanya akibat beberapa bagian yang terasa overdo dan berakhir menjengkelkan.
Menyenangkan, namun cepat terlupakan.
0 komentar :
Post a Comment