"He can turn on your camera, he can watch you."
Dibalik kekuatan besar yang ia miliki, ada dua hal yang dapat
anda peroleh dari kebebasan yang diberikan oleh internet, entertainment dan punishment.
Facebook dan twitter sebagai media berkomunikasi, arena “show-off” makanan
bernama instagram, sentuh layar dan
anda sudah dapat membaca berita tanpa perlu membeli koran, bahkan membeli
pakaian dan tiket pesawat tanpa perlu terjebak kemacetan. Tentu sebuah opsi
untuk mempermudah hidup, membangun sebuah koneksi yang sangat luas, namun juga
punya potensi untuk "memutuskan" koneksi yang sesungguhnya jauh lebih
penting, hubungan sosial di dunia nyata. Disconnect: simple, intens, fokus,
disconnect.
It's all about cyber crime. Pertama, Kyle (Max Thieriot), pria dengan
kehidupan yang berantakan, bekerja sebagai "model" di sebuah situs
sex chat dewasa yang berada dibawah kendali seorang pria bernama Harvey (Marc Jacobs), melakukan
perkenalan dengan user sassy777 yang justru membawanya kedalam masalah. Kyle
menjadi objek observasi dari seorang wanita bernama Nina (Andrea Riseborough), seorang reporter yang tertarik dengan
masalah perekrutan remaja tunawisma, dan meminta Kyle untuk menjadi narasumber.
Berikutnya ada pasangan suami istri, Derek
(Alexander Skarsgård) dan Cindy
(Paula Patton), pasangan yang mulai renggang pasca kematian anak mereka.
Karena depresi akibat sikap acuh Derek, Cindy memilih berkonsultasi
via chat massanger, namun justru akibat aktivitas tersebut mereka harus
kehilangan banyak uang akibat penyadapan data kartu kredit. Karena tidak sabar
dengan bantuan polisi bernama Mike (Frank
Grillo), mereka mencoba cara lain untuk menemukan pencuri tersebut. Mike
sendiri sedang terjebak dalam masalah, berawal dari tindakan anaknya, Jason (Colin Ford), yang membuat akun
palsu facebook untuk menipu Ben (Jonah
Bobo), pria emo misterius yang rapuh dari keluarga kurang harmonis, anak
dari pengacara Rich (Jason Bateman)
dan Lydia (Hope Davis), yang
melakukan aksi fatal akibat “something” yang memalukan miliknya tersebar ke
seluruh sekolah.
Disconnect adalah sebuah penggambaran yang menarik dari kalimat “hidup
anda dapat hancur hanya dengan sebuah klik pada keyboard.” Ini adalah antologi
yang tepat guna, mampu mengemas cyber
crime yang menjadi nafas utamanya dengan memikat, membangun dengan baik
tiga kisah untuk menopang penyampaian pesan utama yang ia punya, dan mungkin
menjadi tolak ukur keberhasilan yang telah ia canangkan sejak awal. Ada
pencurian identitas, penipuan online, pornografi anak, serta cyber bullying, saling bahu untuk
menunjukkan bagaimana teknologi yang sebenarnya diciptakan untuk mempermudah
kehidupan manusia justru menjadikannya semakin rumit karena telah menggerus
power dari koneksi sosial di alam nyata.
Yap, itu kekuatan utama Disconnect,
cara ia menggambarkan kesalahan yang diberikan teknologi pada lingkup social
terasa menarik, menjadikan penontonnya ikut merasakan bagaimana karakter terasa
nyata, kondisi miris dari manusia jaman sekarang yang lebih sibuk bermain
dengan layar gadget miliknya, memposting pikiran mereka, chatting dengan klien,
hingga bermain poker yang sekarang dilakukan secara online dengan pembelian
chip dilakukan via credit card. Ini yang menjadikan Disconnect lebih tampak sebagai sebuah kritik tajam yang implisit
namun sangat efektif terhadap teknologi digital modern yang menjadi trend utama
saat ini, ketimbang menjadi kisah thriller tensi tinggi.
Hal tersebut pula yang menjadikan film ini terasa segmented, dan akan menciptakan
penilaian yang terpecah pada dua sudut pandang. Hal utama yang menentukan nilai
yang ia peroleh sangat tergantung pada perspektif penonton pada kisah yang ia
tawarkan, apakah mereka mengharapkan Disconnect
akan mampu menjadi sebuah petualangan thriller
dengan memberikan konklusi tingkat tinggi, atau justru menjadikan penggambaran
dari dampak pesan yang ia bawa sebagai kepuasan utama. Ada banyak momen yang
mampu menghadirkan tamparan kecil dalam upaya menyadarkan para penontonnya
dampak negatif dari kebebasan berinternet, namun beberapa nilai minus juga
hadir yang tercipta akibat keputusan yang ia ambil sejak awal.
Menggunakan modus Crash,
script yang sedikit di kemas dengan
gaya kamera dokumenter ini sebenarnya tidak buruk. Kredit layak diberikan
kepada Andrew Stern, menciptakan tiga
kisah yang at least mampu berdiri sejajar tanpa saling menghancurkan, punya
efektifitas yang cukup tinggi dalam menyampaikan tujuan utama mereka, dan
sanggup menarik atensi penonton untuk menaruh perhatian serta melakukan
observasi pada karakter yang mereka miliki. Henry
Alex Rubin juga mampu menjadikan materi yang ia miliki tampil fokus, dengan
tensi cerita yang stabil, disertai permainan visual yang inovatif, chat ala
pesan instan yang menarik dan mampu mewarnai tensi cerita dan fokus penonton.
Sayangnya, ketika pondasi telah terbangun kokoh, Disconnect justru tampak bingung. Ia
punya beberapa hole, bergerak mondar-mandir, apalagi dengan editing yang kerap mengganggu,
penempatan cerita yang tidak memberikan ruang lega bagi penonton untuk ikut
memecahkan masalah. Ini lebih kepada proses pengamatan dampak negatif yang
dihasilkan internet, berlandaskan kurangnya komunikasi di dunia nyata akibat
teknologi sebagai senjata utama, dengan bumbu hubungan orang tua dan anak,
serta suami istri. Gaya indie yang begitu kental, meninggalkan sebuah cerita
tetap terbuka tanpa ditutup dengan tajam, mungkin yang akan menyebabkan
Disconnect sulit untuk menarik bagi beberapa orang.
Jason Bateman adalah bintang utama dari divisi akting, dengan keberhasilan
utama terletak pada kemampuannya dalam menjadikan karakter yang ia miliki tidak
membuat anda melihat ia sebagai aktor komedi, serta membangun koneksi dari
konflik dengan keluarganya. Riseborough
dan Thieriot sanggup membangun
chemistry yang mumpuni, menopang cerita hanya di pundak mereka tanpa kontribusi
besar pemeran lain, hal yang tidak dimiliki Alexander
Skarsgård dan Paula Patton, kerap
kali datar, dan menjadikan kisah yang mereka punya menjadi yang terlemah
dibandingkan dua lainnya.
Overall, Disconnect
adalah film yang cukup memuaskan. Ini bukanlah film yang berhasil menyajikan
sebuah tontonan thriller yang
sempurna, namun mampu menghadirkan sebuah kesempurnaan pada kemampuan ia
menyadarkan kembali penontonnya pada bahaya yang diciptakan teknologi. Cara ia
dikemas mungkin tampak biasa, namun pesan utamanya punya power untuk berhasil
tinggal di pikiran anda dalam waktu lama. Ada sebuah adegan nudity skala kecil, namun film ini masih sangat layak
ditonton orang tua bersama anak mereka, karena ini paket yang efektif
menggambarkan dampak dari cyber crime.
Apa Nina dan Kyle itu akhirnya saling jatuh cinta?
ReplyDeleteGue suka dialog terakhir cerita mereka :
Kyle: "Apa saat aku menurutimu, aku bisa tinggal di tempat tinggalmu?"
Nina: "Not, sure."
Kyle: "Why?"
Nina: "Karna kamu terlalu muda buatku."
Kyle: "Apa jika aku lebih tua darimu, aku bisa tinggal ditempat tinggalmu?"
*terdiam*
Kalau ngak salah cintanya satu arah ya, jadi dibiarkan ambigu di akhir.
Delete