"It's marriage. One compromise down, 2.999 million to go."
Marriage is a triumph of imagination over
intelligence (Oscar Wilde).
Kombinasi antara emosi dan fantasi dapat menjadi sebuah kekuatan yang besar,
bahkan mampu mengubur kecerdasan seseorang, dan semakin kacau disaat masuk
kedalam lingkup pernikahan. Cinta memang sederhana dan rumit, tapi ada yang
mengatakan bahwa jawaban dari pertanyaan "apa itu cinta sejati?"
sebenarnya mudah, cinta anda kepada anak-anak anda. The Big Wedding mencoba menggambarkan hal tersebut, empat keluarga
dalam sebuah cerita, it's a big mess.
Seperti judul yang ia usung, film ini merupakan perpaduan
dari tiga konflik utama. Bermula dari Ellie
Griffin (Diane Keaton), wanita paruh baya yang telah bercerai selama 10
tahun dengan Don Griffin (Robert De Niro),
namun masih sepakat untuk menjalin hubungan yang harmonis berkat tiga anak
mereka, Jared (Topher Grace), Lyla (Katherine Heigl), dan Alejandro (Ben Barnes). Ellie bahkan
masih memiliki akses bebas untuk masuk ke rumah Don yang berada di tepi danau,
yang juga menjadi sebuah kejutan bagi kekasih Don, yang juga merupakan sahabat
baiknya, Bebe (Susan Sarandon),
ketika ia memutuskan kembali untuk menghadiri salah satu acara penting anak
mereka.
Yap, mereka akan menyelenggarakan pernikahan anak adopsi
mereka, Alejandro, dengan seorang wanita cantik bernama Missy (Amanda Seyfried), yang ketika Don bertemu Ellie sedang
melakukan pertemuan dengan Father
Moinighan (Robin Williams), pastor yang akan menikahkan mereka. Alejandro
dan Missy masih terjebak dalam perbincangan dengan topik yang sangat sensitif, virginity, yang celakanya justru di
pegang teguh oleh abang mereka Jared, yang kala itu sedang menangani kakak
perempuan mereka, Lyla, yang sedang berada dalam tekanan dan mudah pingsan
ketika melihat bayi. Celakanya, sebuah pernyataan dari Alejandro memicu sebuah
konflik yang menguak sebuah rahasia besar dimasa lalu yang saling terikat.
Merupakan remake dari film Prancis berjudul Mon frère se marie, begitu sulit untuk
menampik bahwa The Big Wedding merupakan
sebuah buku cerita singkat yang berisikan kekacauan luar biasa namun ditutupi
dengan kemasan yang manis. Mengusung komedi gelap dengan warna satir serta tema
utama sebuah keluarga disfungsional, The
Big Wedding adalah film kelas C, yang berisikan para aktor kelas A dan juga
B+. Kesalahan utama terletak pada pundak seorang Justin Zackham, sejak pondasi utama sebuah naskah yang bertumpuk
tanpa dikembangkan dengan baik, terjebak dalam hal-hal klise yang justru ia
sengaja bentuk agar menjadikan tontonan ini tampak kompleks.
The Big Wedding banyak mencoba bermain dengan dialog untuk
menciptakan situasi yang lucu, namun celakanya tanpa dukungan materi yang kuat.
Hasilnya, berantakan, datar, dan memberikan dampak kekacauan yang sangat besar
pada power dari cerita utama yang sejak awal sudah seperti dipaksakan untuk
dapat bersatu tanpa ikatan yang jelas. Ini seperti sebuah kisah yang merupakan
gabungan dari beberapa kisah kecil, dimasukkan kedalam satu wadah tanpa sebuah
keteraturan yang menarik, serta di tambal sulam dengan cara klasik. Sayang
sekali karena perlakuan tersebut menjadikan film ini rusak, padahal ia
sebenarnya masih punya potensi untuk setidaknya menyentuh standar dari sebuah
sajian guilty pleasure dengan menggunakan permasalahan internal serta eksternal
keluarga.
Sudah tepat memang, menggunakan momen pra-wedding sebagai
arena bermain terungkapnya berbagai masalah dalam sebuah relationship, namun
lepas dari sana film ini hilang arah, tidak fokus. Kesalahan utama berasal dari
cara ia menyajikan setiap konflik, stuck dan tidak berkembang (atau mungkin
tidak mau dikembangkan), dan kemudian menyusunnya menjadi sebuah alur yang kurang menarik, terlebih dengan pilihan dalam membagi fokus tiap konflik yang kurang
berimbang seperti tidak mengacu pada tingkat kepentingan yang ia miliki.
Dampaknya, cerita sederhana dan predictable namun dalam kemasan kompleks yang
ia usung terlihat goyah di banyak bagian, tampak tidak berhasil digabungkan
menjadi sebuah kemasan utuh.
The Big Wedding juga tampak seperti bingung sendiri dengan misi
utama yang ingin ia sampaikan. Kekuatan cinta? Beratnya sebuah pernikahan? Arti
dari keluarga yang sesungguhnya? Atau sebatas sebuah penggambaran dari
persiapan pernikahan yang tidak diinginkan terjadi oleh semua orang? Tidak ada
yang tampil kuat dan mampu menjadi tiang utama, efek negatif dari terlalu
asyiknya ia bermain dengan banyak subplot yang celakanya tidak bekerja efektif
untuk membuka ruang perspektif bagi penonton. Ia juga gagal dalam banyak upaya
membangun segmen cerita, gagal menyentuh ketika bermain dengan ikatan keluarga,
tidak mampu menghadirkan tawa skala besar lewat lelucon yang disampaikan implisit, dan
juga kesulitan untuk menghadirkan sebuah “aww” momen ketika unsur romance
muncul.
Ya, The Big Wedding
jelas bukan sebuah film yang berkualitas, namun (mungkin) setidaknya ia masih
punya beberapa elemen yang (mungkin) masih dapat menggapai tingkat kepuasan
dari beberapa tipe penonton yang sayangnya tidak begitu luas. Sebut saja
beberapa shoot menarik, hingga kinerja para aktor. De Niro, Keaton dan Sarandon adalah pemain utama, berhasil
menjadikan ikatan hubungan antara mereka menjadi sumber beberapa tawa kecil,
serta menopang subplot lainnya yang secara kualitas jelas sangat payah.
Sedangkan yang lainnya tidak punya ruang yang bebas, dan beberapa dari mereka
seperti tempelan dengan arti yang kurang penting.
Overall, The Big
Wedding adalah film yang kurang memuaskan. Punya potensi, punya materi yang
tidak begitu buruk, namun menjadi sangat kacau ketika ia akhirnya dibangun
tanpa sebuah alur yang rapi (dan menarik), tanpa fokus yang mumpuni pada dangkalnya cara ia berjalan. It’s just a comedy which can
bring you a polite laugh, not because they are funny, just because you feel so
pity for them. Keep on the right way baby Jane, because your grandmothers are
all nuts.
0 komentar :
Post a Comment