What
is love? Sebuah pertanyaan sederhana namun punya tingkat
kesulitan yang cukup tinggi, sulit untuk dijabarkan, dan tidak mudah untuk dimengerti.
Apakah cinta harus saling memiliki, meskipun harus terus diwarnai permasalahan?
Apakah cinta sebenarnya tidak harus memiliki, cukup dengan melihat sosok yang
anda cintai merasakan bahagia? Mud, two
young boys, a bounty hunters, seeking for the meaning of love.
Ellis
(Tye Sheridan), remaja berusia 14 tahun, menerima
ajakan sahabatnya, Neckbone (Jacob
Lofland), untuk pergi kesebuah pulau kecil di Sungai Mississippi, tempat
dimana Neckbone menemukan sebuah kapal yang tersangkut diatas pohon akibat
banjir besar yang pernah terjadi. Namun sayangnya mereka bukanlah orang pertama
yang menemukan kapal tersebut, karena seorang pria dengan penampilan yang
sangat tidak terawat, Mud (Matthew
McConaughey), telah menjadikan kapal tersebut sebagai tempat tinggalnya.
Mud menawarkan sebuah perjanjian dengan imbalan kapal tersebut kepada Ellis dan
Neckbone, akibat keterbatasan ruang gerak yang ia miliki.
Sederhana, Mud ingin
bertemu kembali dengan kekasihnya, Juniper
(Reese Witherspoon), yang juga menjadi satu-satunya alasan dari
kehadirannya di Arkansas. Anehnya, tanpa rasa ragu Ellis menerima tawaran
tersebut, juga dengan satu alasan sederhana, ia melihat ada sebuah cinta yang
sangat besar antara Mud dan kekasihnya, sesuatu yang tidak dia dapatkan pada
kedua orangtuanya, Senior (Ray McKinnon)
dan Mary Lee (Sarah Paulson). Status
sebagai tangan kanan dari Mud mereka peroleh, yang tanpa mereka sadari ternyata
telah mengancam nyawa mereka dari radar seorang pria bernama Tom Blankenship (Sam Shepard).
Mud
merupakan pembuktian dari Jeff Nichols
bahwa keahlian yang ia miliki adalah menghadirkan tontonan yang punya cita rasa
unik, seperti Take Shelter. Mud adalah sebuah kisah coming-of-age yang sederhana, punya
pondasi yang kuat, namun tetap memiliki satu kelebihan yang telah Nichols tunjukkan
di dua filmnya terdahulu, rasa percaya diri yang begitu besar pada materi yang
ia miliki. Kali ini Nichols mencoba mengangkat tema isu sosial, sebuah proses
pencarian identitas diri yang berjalan sejajar dengan pertanyaan utama pada
konsep “apa itu cinta?”, yang uniknya tidak sepenuhnya dibangun berdasarkan
pengalaman yang diberikan langsung kepada karakter, melainkan menggunakan sudut
pandang karakter utama terhadap penggambaran kisah dari lingkungan sekitarnya.
Sebenarnya ini adalah
formula yang sangat ampuh, jika karakter berhasil dikembangkan dengan baik, hal
yang berhasil dilakukan oleh Nichols.
Karakter berhasil dibangun dengan efektif, dan fokus, sama seperti konsistensi
yang ia tunjukkan pada fokus cerita yang secara mengejutkan bertumpu pada sosok
Ellis. Salah satu keberhasilan Nichols tercermin pada script yang ia ciptakan, menciptakan karakter utama yang masih
berada dalam jerat kebimbangan, yang kemudian ditempatkan tepat ditengah empat
karakter yang memberikannya dua opsi tentang cinta, baik dan buruk. Fokus pada
perspektif Ellis ini yang kemudian menjadikan permasalahan rumit dari karakter
dewasa tidak tenggelam begitu saja, yang disisi lain tidak memberikan sebuah
rasa monoton pada konflik utama.
Memang setelah cukup
jauh berjalan ia akan sedikit terkesan mondar-mandir, namun itu sebenarnya
adalah upaya lain dari Nichols untuk menciptakan banyak ruang bermain yang
memudahkan penontonnya untuk melakukan penilaian terhadap studi karakter yang
ia berikan tentang cinta yang dihadirkan lewat banyak hubungan antar karakter.
Sayangnya hal tersebut terkadang berdampak negatif. Nichols cukup banyak mempresentasikan
pandangannya tentang cinta, yang di beberapa bagian subplot tidak berkembang
dengan baik dan harus berakhir mentah karena penggambaran halus yang ia miliki
justru menjadikan dampak yang mereka berikan pada cerita tidak terasa kuat,
terlebih fokus yang ia tunjukkan di awal mulai tergerus.
Mungkin ini salah satu
keunikan dari film yang mengandalkan perspektif sebagai senjata utamanya. Sama
seperti Beasts of the Southern Wild,
Mud menggunakan karakter yang masih polos pada problem yang ia hadapi, dibalut
dengan cinematography yang mumpuni, anda dapat menangkap main point yang ingin
ia sampaikan lewat penggambaran yang mampu terus menjaga tempo yang ia miliki,
tampil menyenangkan dan jauh dari kondisi membosankan, namun diakhir cerita
semua yang ia berikan tersebut tidak terasa begitu megah. Sebuah sindiran
terhadap konsep dari cinta yang menjadi fokus utama Nichols tidak tampil kokoh
diakhir cerita.
McConaughey mendapatkan
karakter yang menyatu dengan baik dengan dirinya, ia tahu materi apa yang ia
punya, dan ia tahu cara membangun materi tersebut. Yang mengejutkan justru
Sheridan, mampu menghadirkan permainan emosional yang cukup menarik lewat wajah
yang ekspresif. Begitupula dengan Lofland, meskipun punya porsi kecil tapi
tidak pernah kehilangan atensi ketika ia hadir. Karakter lain menjadi korban
dari keputusan Nichols yang terlalu asyik mengembangkan cerita, kesempatan yang
mereka peroleh sangat kecil, kontribusi pada cerita tidak begitu besar, salah
satunya Michael Shannon yang berperan
sebagai Galen, seperti hanya sebuah
pemanis yang dipaksakan.
Overall, Mud adalah film yang memuaskan. Mud
adalah sebuah kemasan yang bersenjatakan banyak materi dasar dari sebuah film
berkualitas, dari script hingga hal teknis. Sayangnya ia menerima sebuah
boomerang hasil dari keputusan yang ia pilih, yang bagi beberapa orang mungkin
akan memberikan dampak yang terasa sangat sangat minim. Film yang menarik,
petualangan yang menyenangkan, akting yang memikat, namun minim permainan emosional yang menawan.
baru nonton film yang bagus dan review yg menarik :)
ReplyDelete@Bisot Palawarukka: Thanks. :)
ReplyDelete