Tiga anak perempuan
sibling yatim piatu, di adopsi oleh seorang pria botak berhidung mancung yang
berupaya mencuri bulan bersama sekumpulan makhluk aneh berbentuk banana. Despicable Me, sebuah hit di tahun 2010
yang memang tidak dapat mengguncang keperkasaan Toy Story 3, namun dengan sangat mudah berhasil meninggalkan sebuah
kenangan impresif bagi penontonnya, mereka fokus, menggemaskan, menyentuh, dan
tampil lucu lewat tingkah konyol. Despicable
Me 2, lucu, namun kehilangan beberapa materi dari kenangan tadi.
Margo
(Miranda Cosgrove), Edith (Dana Gaier), dan Agnes (Elsie Fisher) sepertinya telah
menjadi prioritas utama dari Gru (Steve
Carell) dalam kehidupannya. Penjahat super jahat itu kini telah beralih
profesi, alih-alih menguasai dunia ia kini memutuskan untuk menjadi pengusaha
jeli dan selai. Keputusan Gru untuk berubah tanpa ia sadari ikut memberikan
dampak pada orang disekitarnya. Dr.
Nefario (Russell Brand), professor yang selama ini menjadi otak dari semua
perlengkapan Gru tidak lagi melihat ambisi dari Gru, ia rindu menjadi seorang
penjahat jahat, dan memutuskan keluar.
Tanggung jawab yang
begitu besar pada akhirnya memaksa Gru untuk bersatu dengan Lucy Wilde (Kristen Wiig), agen The Anti-Villain League (AVL) yang
dipimpin oleh Silas Ramsbottom (Steve
Coogan). Sejarah Gru sebagai penjahat yang menjadikan mereka tertarik, dan
memberikan sebuah tugas yang sebenarnya tidak begitu megah, menjadi spy untuk
menemukan sebuah serum berbahaya yang dicurigai di simpan pada salah satu kios
di sebuah mall.
Apa yang anda harapkan
ketika datang ke bioskop untuk menyaksikan Despicable
Me 2? Jika jawabnya “hanya” untuk melihat para minion lucu dan konyol
beraksi, maka jaminan utamanya adalah anda akan merasa terpuaskan. Ken Daurio dan Cinco Paul sepertinya sadar betul pada potensi utama “sebenarnya”
yang dimiliki film oleh ini setelah kehadirannya tiga tahun lalu, dimana secara
mengejutkan para minion berhasil mencuri atensi para penonton dalam kadar yang
sama besarnya dengan para karakter utama. Maka tidak heran jika pada Despicable Me 2 porsi mereka ditekan
lebih besar oleh Ken Daurio dan Cinco Paul.
Lantas apakah film ini
menarik? Ya, menarik, dari sisi komedi, terlebih dengan eksekusi yang diberikan
oleh Pierre Coffin dan Chris Renaud pada para minion. Mayoritas joke slapstick yang dihadirkan melalui para
minion bekerja dengan sangat sangat baik, dimana Coffin serta Renaud
sepertinya sudah paham betul bagaimana cara terbaik membentuk ikon baru dunia
animasi ini. Ini memberikan sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri dimana
kehadiran mereka di layar yang sebenarnya sangat dinantikan oleh penontonnya.
Ya, ini alasan kenapa begitu banyak kata “minions”
diawal review kali ini, karena mereka bintang utama, yang sayangnya justru
harus menutupi kinerja beberapa elemen kunci lainnya.
Mati, banyak elemen
cerita yang mengandung materi menyenangkan lainnya yang dimiliki oleh film
pertama hilang di film ini. Dampak paling nyata dirasakan oleh Gru, yang bahkan
sudah terlihat dengan jelas dari misi yang diberikan padanya. Tidak ada lagi
sebuah “goal” besar yang menjadikan
anda sebagai penonton ikut merasakan keasyikan dari misi yang diemban oleh Gru,
terlebih dengan hilangnya sosok villain seperti Vector, yang kali ini diganti dengan Eduardo Perez (Benjamin Bratt) dan Floyd Eagle-san (Ken Jeong). Tidak ada lagi catch and run yang
dikemas dengan menarik, terasa datar dan bahkan tidak fokus. Ya, tidak fokus,
dan ini terjadi pula dibagian lainnya.
Pesona dari Margo,
Edith, Agnes tidak hadir di film ini. Keputusan Gru untuk tobat justru tidak
menghadirkan benang merah yang rapi pada cerita selanjutnya terutama dalam
kasus hubungan ayah dan anak. Gru seperti sibuk sendiri, dan meninggalkan Margo
bermain dengan asmara yang kurang menarik, Edith yang bergerak random dan
absurd, serta Agnes yang masih mencoba tampil imut dan polos. Tiga karakter ini
seperti kurang diperdulikan, porsi minim dan tidak dibentuk dengan baik. Hal
yang sama juga dialami oleh Lucy, karakter mentah dengan kontribusi yang tidak
mumpuni pada cerita, begitupula dengan Eduardo
Perez yang tidak mampu mencuri perhatian, karakter yang sebenarnya
mengemban tugas cukup berat untuk menggantikan Vector.
Film ini mungkin
mengemban sebuah misi lain, menjadi sebuah pertaruhan sebagai pembuka dari film
Minions yang akan hadir tahun depan. It’s all about minions, separuh fokus
dihabiskan untuk membentuk formula baru agar para karakter banana ini dapat
tampil lucu dan menarik serta semakin meninggalkan impresi yang besar pada
penonton. Dampaknya, ruang cerita bagi mereka semakin besar yang ikut menggerus
jatah bagian lainnya. Cerita yang tidak tersusun dengan solid menjadi problem
utama, lemah dan seperti bingung untuk selanjutnya hadir dalam bentuk apa. Dan
jika harus jujur, adegan tanpa minions didalamnya mayoritas terasa datar.
Despicable
Me 2 jelas bukan sebuah film animasi yang mengecewakan,
terlebih ia tidak punya momen yang membosankan, meskipun tampil kurang
inovatif. Dia berhasil menaikkan sisi
lucu yang ia miliki, namun jika berbicara tentang cerita maka film pertama
masih lebih baik. Ya, sebut saja film ini menjadi korban untuk membuka lembaran
baru dunia minions. Eksekusi yang setengah hati untuk hal-hal diluar minion
tampak pula pada jajaran pengisi suara. Hanya dan masih Steve Carell yang tampil impresif, sedangkan tiga anak perempuannya
tidak berhasil tampil menarik, dan Kristen
Wiig tidak memperoleh dialog yang menarik. Scene stealer kali ini menjadi
milik Russell Brand.
Overall, Despicable Me 2 adalah film yang cukup
memuaskan. Kembali ke pertanyaan diawal film, apa yang anda cari dari film ini?
Jika hanya minions, maka ini akan menjadi sebuah tontonan yang menyenangkan, terlebih
dengan jatah yang semakin besar yang diperoleh karakter banana itu. Namun
diluar elemen tersebut, film ini datar, kurang total, dan tidak fokus. Ini
adalah petualangan yang penuh mix sejak awal hingga menjelang akhir, namun Pierre Coffin dan Chris Renaud tahu cara yang sangat tepat untuk
menutupnya. Yak, satu kata untuk lagu “underwear”
itu, gila, yang juga menjadi sebuah pintu masuk kedalam dunia baru para
minion.
UNDERWEAARRR~
ReplyDelete:)))))
Anjis, aku belom pernah ngakak sampe berair mata pas nonton di bioskop. Baru All 4 One versi Minion ini yang bisa~!
Yaa emang, di luar Minion, film ini cuma cerita simple dan minim konflik.
NAmanya juga film untuk segmen anak-anak, jadinya simple.
Yang jelas, Illumination Studios berhasil bikin satu trademark entertainment baru dengan sosok Minions ini.
Mereka berhasil nyiptain tokoh yang dicintai berbagai kalangan.
ain't nobody will hate the minion.
:)))
To put it simply : Despicable Me 2 is a Miniontertainment.
Ahahahaa, PAPOI~!
@Adhitya Teguh Nugraha: Berarti benar pertanyaannya, "apa yang dicari dari film ini?"
ReplyDeleteYang datang untuk lihat Minions pasti puas, tapi akan ada rasa kecewa bagi mereka yang masih ingin tahu kelanjutan kisahnya Gru, dan tiga anak perempuannya (yang imo punya daya tarik yang sama besarnya dengan Minions, sayang gak dikasih kesempatan yang sama besar). :)
@rory pinem: Pas laah porsi Gru dan minions ini. Soalnya endingnya juga tentang nyari Ibu untuk 3 anak itu.
ReplyDeleteTapi orang yang belom pernah nonton Despicable Me pertama juga bisa terhibur kok dengan cerita di DM2 ini. Ya semua karena Minion.
ain't nobody will hate the minions :)))
@Adhitya Teguh Nugraha: Memang ada di singgung ama Agnes cs, tapi aku gak melihat ada pergerakan dari Gru yang menjadikan “misi” itu berkembang, tiba-tiba udah bersatu aja diakhir. Porsi mungkin subjektif sih, tapi kalau dari daya tarik beda jauh banget, lebih besar punya Minions. Aku malah belum yakin kalau Minions udah mampu berdiri sendiri tanpa empat karakter utama.
ReplyDelete