Apa saja hal yang anda anggap punya potensi
menjadi penyebab timbulnya perang dunia berikutnya? Senjata nuklir? Populasi
penduduk, bencana alam, konflik domestik hingga internasional? Bagaimana dengan
Zombie, mayat hidup tanpa otak yang
mampu memperbanyak populasi mereka dalam tempo waktu kurang dari satu menit
hanya dengan sebuah gigitan? Mereka hadir di World War Z, menghancurkan tentara dan pemerintahan, dan mengancam
eksistensi manusia. It's a disaster, it's
a mess. Run!
Setelah disajikan sebuah cuplikan singkat yang
menggambarkan gejolak yang sedang terjadi di bagian pembuka, anda akan
menemukan sebuah keluarga yang harmonis, Gerry
Lane (Brad Pitt), bersama istrinya Karin
(Mireille Enos) yang dibangunkan dengan tingkah manja dan manis dari dua
anak perempuan mereka, Constance
(Sterling Jerins) dan Rachel (Abigail
Hargrove). Gerry sangat sangat mencintai keluarganya, sebuah prioritas
utama dan mutlak yang bahkan menjadi alasan di balik keputusannya untuk
berhenti sebagai anggota komite penyelidik PBB. Namun keharmonisan itu harus
dirusak oleh sebuah bencana.
Ketika sedang terjebak kemacetan lalu lintas yang sangat panjang, terjadi
sebuah ledakan yang berujung pada kepanikan skala besar seluruh penduduk
sekitar. Ternyata itu hanya sebuah sajian pembuka, karena berikutnya muncul
sekelompok makhluk berwajah menyeramkan yang menyerang warga secara brutal. Ya,
mereka zombie, yang dengan cepat menginfeksi korbannya hanya dalam 12 detik
setelah ia digigit. Celakanya opsi bagi Gerry untuk menyelamatkan keluarganya
hanya satu, menerima kembali tawaran PBB untuk menemukan asal dan solusi dari
virus epidemic tersebut, yang memaksanya melintasi Asia, Timur Tengah, hingga
Eropa.
World War Z tampil sangat memikat
di bagian awal, dapat dengan mudah di labeli sebagai sebuah proses membangun
cerita yang ciamik. Berjalan dengan tempo yang cepat, tensi cerita yang di
ciptakan naik dan turun berhasil mencuri fokus, total, dari bagaimana kekacauan
itu dimulai, tingkat anarki dan brutal yang sangat efektif menggambarkan akan
hadirnya sebuah bencana mematikan, serta menciptakan kondisi kepanikan skala
besar yang menegangkan dan sangat intens. Ini indah, ini kacau, dan yang
terpenting dia tidak menyajikan sesuatu yang berada terlalu jauh di luar akal
logis para penontonnya, sehingga mereka mendapatkan sebuah kemudahan untuk ikut
memposisikan diri sebagai salah satu dari karakter yang sedang terancam
eksistensinya.
Ya, World
War Z memulai kisahnya sebagai sebuah kemasan yang cerdas, mampu dengan
cerdik menyatukan dua elemen utama yang ia usung, perang dunia, dan dunia
zombie. Cara yang digunakan oleh Marc
Forster untuk menjalankan cerita dibagian awal adalah sumber utama
kesuksesan tadi, dimana ia tahu formula tepat untuk menggabungkan dua elemen
utama tadi dengan menciptakan sebuah bencana yang di dalamnya terkandung
berbagai tekanan yang dibiarkan bergerak secara liar dalam ruang cerita yang
tidak begitu luas. Ancaman yang datang dari banyak penjuru seperti memberikan
sebuah jalan mulus bagi karakter utama untuk masuk dan mendominasi cerita,
namun disisi lain Forster juga tidak lupa dalam menempatkan berbagai keterangan
dan clue yang ditempatkan secara apik dari dalam garis cerita yang rapi dan
solid.
Sayang, sangat disayangkan semua hal manis tadi
hanya tampil di bagian pembuka, ketika Gerry masih bersama keluarganya., karena
setelah ia mulai melakukan aksi heroik dengan menyambangi Korea Selatan, Israel, hingga Wales,
daya tarik dan nilai plus yang film ini telah ciptakan dibagian awal seperti
tergerus secara perlahan. Saya tidak membaca buku dengan judul yang sama
karangan Max Brooks yang menjadi
pondasi utama film ini, sehingga tidak tahu pasti apakah setiap bagian dari
cerita terdapat di dalam buku tersebut. Jika iya, maka kesalahan yang dilakukan
film ini setelah bagian pembuka dapat diserahkan pada bagian yang justru tampil
memikat sebelumnya, Marc Forster,
karena screenplay yang digarap oleh Matthew
Michael Carnahan, Drew Goddard, dan Damon
Lindelof tidak begitu buruk karena masih mampu menghadirkan komposisi cerita yang
menarik.
World War Z memang sukses
menghadirkan sebuah tontonan zombie yang sangat intens, namun sayangnya kurang
gore. Thrill dari ancaman para zombie
yang telah terlanjur menjadi hal utama yang diantisipasi selepas bagian pembuka
justru perlahan hilang. Sebuah pengorbanan yang sangat besar hanya untuk meraih
rating PG-13 demi menarik lebih banyak income, menghilangkan ciri khas klasik
dari zombie demi mempermudah agar cerita dapat bergerak cepat. Hasilnya ketika
fokus cerita mulai bergerak ke bagian
lain, nuansa dari bencana mulai berkurang. Tekanan yang intens mulai tergerus
bersama cerita yang mulai memasukkan berbagai konflik pendukung yang dalam
kesempatan kecil yang ia punya seolah berupaya untuk mencuri lagi dan lagi
perhatian penontonnya serta mencoba meningkatkan kompleksitas cerita, namun
sayangnya tidak di eksekusi dengan baik yang justru menjadikan ia seperti
kehilangan fokus utamanya pada ancaman dari para zombie.
Hal yang sama terjadi pula pada elemen-elemen
lainnya, mulai tampak kacau dan kehilangan excitement yang ia miliki. Sebut
saja karakter Gerry yang entah mengapa mulai tampak melemah seiring berjalannya
waktu, terutama pada sisi heroik yang ia miliki. Begitupula dengan konflik
pendukung yang diluar dugaan diberikan porsi yang cukup besar, didominasi pada
isu politik global dan perdamaian dunia yang dipenuhi banyak sindiran namun
sayangnya di eksekusi dengan setengah hati, seperti yang juga dialami ide dari
konklusi yang ia miliki. Untung saja divisi editing mampu bekerja dengan baik dalam mengolah susunan
cerita di 2/3 akhir cerita, yang sebenarnya mulai goyang meskipun struktur
cerita masih terasa kuat, terutama pada CGI
yang apik dan masih mampu mempertahankan pressure dari konflik utama agar tidak hilang.
Bintang utamanya, Brad Pitt, tampil memikat di bagian awal dengan sebuah kisah
heroik, menjadi karakter yang tenang dalam menghadapi masalah, dan sanggup menunjukkan
cinta dan sayangnya pada keluarga. Ya, itu dibagian awal, karena setelahnya
semua tergerus, terutama pada chemistry yang ia ciptakan tidak kuat, bahkan
perjuangan yang ia lakukan terlihat lebih sebagai sebuah pembuktian diri
ketimbang sebagai upaya untuk menyelamatkan keluarganya. Scene stealer adalah Daniella Kertesz dengan karakternya Segen, tentara Israel yang tenang.
Selain mereka tidak ada pemeran lain yang memikat, termasuk Mireille Enos, Fana Mokoena, hingga Matthew Fox.
Overall, World
War Z adalah film yang cukup memuaskan. Dibagian awal ia tampil fantastis,
mampu memberikan sebuah tontonan zombie dengan tekanan yang hadir sejak awal
hingga akhir, sayang harus mengalami banyak sekali degradasi di berbagai elemen
yang ia miliki akibat beberapa keputusan yang tidak bekerja dengan baik. WWZ
adalah pilihan tepat jika anda mencari sebuah kombinasi aneh yang jarang
dimiliki oleh sebuah film, menghibur namun punya sisi membosankan yang cukup dominan, sama seperti kombinasi yang ia
hadirkan di bagian akhir, when Zombie
meet Pepsi.
0 komentar :
Post a Comment