“Because your smile is the sweetest thing in the world.”
Cinta, adalah salah
satu ciptaan Tuhan yang absurd. Berawal dari perasaan pribadi, muncul rasa
kagum, menyatukan berbagai perbedaan, cinta akan berakhir pada banyak makna
yang subjektif. Ada yang menyebut cinta adalah perjuangan, cinta adalah
petualangan yang menyenangkan, cinta adalah sebuah pengorbanan, bahkan ada yang
menyebut cinta sebagai sebuah rasa manis ditengah perjalanan penuh siksaan. A Wedding Invitation, sebuah rangkuman
kecil pada makna cinta lewat kisah yang klasik, efektif, dan cengeng.
Li
Xing (Eddie Peng), mencoba mendekati seorang siswi yang
gemar menyendiri di kala istirahat, He
Qiao Qiao (Bai Baihe), bahkan melakukan upaya yang cukup berani dengan
menukar bekal makanan mereka. Li Xing seperti tahu betul apa yang di inginkan
oleh semua wanita, perhatian serta rasa nyaman. Terbukti lima tahun berikutnya
mereka berdua telah resmi menjalin hubungan asmara, yang sayangnya mengalami
sebuah belokan yang cukup tragis akibat ambisi dari mereka berdua untuk
mengejar impian mereka.
Qiao Qiao ingin menjadi
desainer, dan Li Xing ingin menjadi seorang koki di sebuah restoran besar. Beijing dan Shanghai, QiaoQiao dan Li Xing mulai membangun impian mereka,
dimana Li Xing bahkan mengikuti sebuah kontes memasak. Namun ada sebuah
perjanjian yang mereka buat sebelum berpisah, dimana lima tahun berikutnya
tepat dihari yang sama, mereka harus menikah jika masih belum mempunyai
pasangan. Qiao Qiao masih menyimpan asa tersebut, sayangnya harus hancur dalam
sekejap ketika Li Xing menelponnya, bukan untuk menanyai kabar, melainkan untuk
mengundangnya hadir di acara pernikahannya.
Sebagai penonton anda
sebaiknya tidak mengharapkan akan mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari
premis yang disajikan oleh Qin Hai Yan.
Meskipun lupa judulnya, namun “cara” seperti ini sudah pernah ditampilkan oleh
beberapa film sebelumya, dengan mengangkat tema cinta yang terhalang, bersama
sebuah kunci berupa kalimat “let's meet
bla bla years from now.” Namun disini keunggulan dari sebuah drama
romantic, dimana anda sudah tahu formula yang akan ia hadirkan, berbagai opsi
sempit yang predictable, tapi tetap mampu memberikan sebuah rasa penasaran
dengan fokus utama pada bagaimana kemampuan mereka mengaduk-aduk sisi emosional
para penontonnya.
Ya, klasik, namun Oh Ki-hwan berhasil. Tidak megah memang
namun tetap mampu menghadirkan elemen utama yang mungkin menjadi harapan utama
mayoritas penonton ketika menyaksikan film ini. Sebenarnya cerita yang film ini
miliki cukup sempit, dan di beberapa bagian bahkan terasa sedikit
berlebihan dan terasa sangat kaku, namun Oh
Ki-hwan sanggup menutupi kelemahan tersebut di sektor teknis yang mampu
menciptakan sebuah arena bermain yang tepat guna. Kisah cinta yang modern
dibentuk dalam sebuah kemasan yang mellow khas Korea, klise, semua berada di
level yang baik dalam eksekusi yang ia terima, sehingga suasana senang dan
sedih dapat dengan sangat mudah diterima oleh penontonnya (ya, sebaiknya anda
sediakan tissue).
Sayang memang, karena A Wedding Invitation punya potensi yang
lebih besar ketimbang apa yang ia sajikan. Dibagian awal anda seperti
dijanjikan sesuatu yang menarik dengan pergerakan cerita yang cukup cepat,
terkesan efisien meskipun tidak begitu kuat. Sebenarnya ini adalah bagian yang
paling menarik dari film ini, paruh pertama dimana karakter wanita masuk
kedalam kehidupan baru pria yang ia cintai, yang kini telah didampingi wanita
lain. Kondisi strange hingga awkward berhasil digambarkan dengan baik, terlebih
dengan kesuksesannya membangun tiang dari cerita utama.
Namun Qin Hai Yan sepertinya bukan tipe orang
yang suka bermain aman, dimana ia tampaknya ingin berupaya sangat kuat untuk
menjadikan paket klise ini menjadi sebuah suguhan yang besar, contohnya dengan
menghadirkan sebuah twist besar
setelah film berjalan kurang lebih satu jam. Tidak tampak seperti sebuah
tipuan, namun belokan itu yang justru merusak kisah dan ekspektasi yang telah
ia bangun dengan sangat baik sebelumnya. Beberapa cerita seperti di paksakan
untuk hadir sebagai upaya untuk menjadikan film ini semakin padat, yang
celakanya beberapa diantara mereka menjadi sumber hal-hal konyol menggelikan,
seperti penilaian juri kontes memasak tanpa menyentuh makanan? Joke? Garing.
Keputusan kurang tepat
lainnya adalah merubah warna cerita dalam seketika menjadi sangat mellow,
meskipun mampu menghadirkan permainan emosi yang menarik namun itu justru lebih di dasarkan pada rasa empati anda kepada karakter berkaitan dengan cerita yang
telah dibentuk, bukan karena anda merasakan kekuatan cinta skala besar yang dua karakter
tersebut miliki. Perpindahannya memang halus, namun tidak sanggup menjaga daya
tarik kisah cinta ini sama baiknya ketika ia sedang dibangun. Paruh akhir
seperti menyaksikan sebuah basa-basi yang cukup gila untuk di labeli buruk,
tapi tidak dapat dipungkiri sedikit membosankan.
Keberhasilan Oh Ki-hwan membentuk
berbagai elemen film ini ditengah kekurangan yang ia miliki ikut terbantu
berkat kinerja dari pemeran utamanya. Eddie
Peng dan Bai Baihe sama-sama
tampil menarik ketika mata mereka dipenuhi air mata, namun Bai Baihe mutlak
menjadi pemenang, dari tugasnya sebagai pusat cerita, hingga bagaimana ia
menjadi sumber utama sisi gelap dan terang, serta suka dan duka yang dimiliki
film ini. Eddie Peng punya tugas yang sama namun berada satu level dibawahnya. Sedangkan
dua karakter lainnya, Zhou Rei (Pace Wu)
dan MaoMao (Jiang Jin Fu) tidak buruk
sebagai pion yang bertugas membuka jalan.
Overall, A Wedding Invitation adalah film yang
cukup memuaskan. Tampil baik dan dibentuk dengan menarik dibagian awal, A Wedding Invitation mendadak berubah
menjadi menjengkelkan ketika ia menghadirkan sebuah twist yang mengejutkan.
Bukan karena ceritanya yang hancur, namun eksekusi yang kurang apik sehingga
feel dari tiap adegan kurang maksimal, cerita dibagian akhir juga kurang mampu mengaduk sisi
emosional. Tentu saja anda akan dapat merasakan kekuatan cinta dari film ini,
namun sayangnya tidak menjadikannya sebagai memorable
movie, hanya sebatas disposable movie.
I completely disagree with you.. It's definitely not a disposable movie.. It's a movie who taught you about unconditional love...
ReplyDelete@annedarmawan.com: I can see the "unconditional love" thing, unchanging love, and great commitment. But for me movie not just about the main message, and as a "movie package" AWI not that great, not memorable with a great things, just a disposable movie. Everybody has their own standard and pov, that’s good. :)
ReplyDeleteThanks btw Anne.