Salah satu tantangan dalam relationship adalah ketika anda
harus menciptakan hubungan lain dengan orang di sekitar pasangan anda, tidak
hanya dengan orang tua serta keluarga namun juga meliputi sahabat karib
pasangan anda. Ini yang dapat dikatakan sebuah bencana, ketika masuk kedalam
lingkungan baru yang berisikan individu-individu baru yang ternyata tidak
memiliki kecocokan dengan anda, yang bahkan masih sulit untuk mengatasi konflik
pribadinya. Four couples, interrupted by
relationship issues, betrayals, personality meltdowns, and the apocalypse.
Glen (David Cross) menerima ajakan dari kekasih barunya, Tracy (Julia Stiles), untuk hadir pada
kegiatan rutin yang ia lakukan bersama teman-temannya, couple brunch, yang kali
ini diadakan di rumah Emma (Erinn Hayes)
dan Pete (Blaise Miller), pasangan
yang telah menikah delapan tahun. Tidak hanya mereka berempat, hadir pula
pasangan berjiwa bebas Lexi (Rachel
Boston) dan Buck (Kevin M. Brennan),
menikah delapan tahun, serta Shane (Jeff
Grace) dan Hedy (America Ferrera),
hubungan serius yang sudah bersama selama enam tahun namun belum pernah
membicarakan pernikahan.
Acara yang tentu saja diharapkan akan berakhir dengan tawa
dan gembira itu pada akhirnya justru menjadi awal dari rentetan masalah yang
menerpa delapan orang ini. Berawal dari sinyal telepon, internet, hingga tv
kabel yang tidak berfungsi, listrik yang tiba-tiba mati, hadir seorang pria
dengan mantel berwarna kuning menggunakan masker ke rumah Pete. Pria itu
bernama Hal Lousteau (Todd Berger),
tetangga mereka, dengan sebuah informasi mengejutkan telah ditemukan beberapa
bom yang juga menyerang LA, New York,
Orlando, dengan potensi radioactive yang dapat menghancurkan dunia.
Todd Berger seperti ingin menciptakan sebuah arena bermain sempit dan
gelap sebagai tempat ia menaruh berbagai tekanan serta pelajaran yang menarik.
Tanpa banyak basa-basi, langsung membawa penontonnya masuk kedalam sebuah
konflik yang dengan mudah sanggup menciptakan kondisi yang benar-benar
menggambarkan apa yang ia ingin tunjukkan sejak awal, sebuah bencana. Sebut
saja permasalahan dalam sebuah hubungan yang telah hadir hanya dari sebuah
radio didalam mobil, masuk kedalam kondisi awkward
yang perlahan menempatkan isu affair antar individu kedalam cerita, hingga
berakhir pada upaya survival dalam sebuah rumah sembari menantikan maut.
Keputusan tepat yang dilakukan oleh Todd Berger dalam It's a Disaster adalah kesederhanaan
yang ia bangun. Ia tidak menciptakan ruang cerita yang luas, ia juga tidak
menulis sebuah kisah hingga screenplay yang berat dan kompleks, namun ia fokus
pada pesan yang ingin disampaikan. Sedikit skeptis dibagian awal akibat
karakter yang seperti asal bentuk saja tanpa penjelasan yang memadai, It's a Disaster justru tampil memikat
ketika ia mulai bergerak lebih jauh. Penonton seperti diajak untuk membangun
sendiri persepsi mereka terhadap karakter, mencoba menebak dengan berbagai clue
kecil yang anehnya sanggup menghadirkan rasa ragu.
Ya, ini seperti menyaksikan serta mengamati delapan orang
dengan delapan karakteristik dan konflik yang berbeda. Setelah paruh pertama
arah cerita mulai beralih ke arah apocalypse, beberapa konflik pendukung juga
mungkin perlahan kehilangan daya tarik, namun disisi lain Todd Berger tetap
mampu mempertahankan konflik utama agar tidak hilang begitu saja dari cerita.
Sangat banyak hal menggelitik tentang relationship yang diseret kedalam setiap
konflik pendukung, disampaikan dengan singkat dan efektif, mayoritas secara
implisit yang dominan disampaikan lewat komedi-komedi hitam yang ia miliki.
It's a Disaster bukan film yang megah, dan sejak awal ia juga
sepertinya tidak pernah mencoba untuk tampil megah, namun It's a Disaster
adalah film yang memorable. Film ini
bisa menjadi contoh terbaru bagaimana cara sebuah film menyampaikan banyak
pesan skala kecil kepada penontonnya dengan cara yang menyenangkan, bergerak
bebas tanpa memperlihatkan sebuah pattern klasik secara jelas, dan dengan cara
observasi tanpa mencoba sok pintar. Hal-hal seperti itu yang justru lebih mudah
dimengerti dan di kenang oleh penontonnya sehingga menjadikan beberapa
kekurangan yang ia ciptakan cukup termaafkan, salah satunya keputusan yang
seperti takut untuk mencoba menggali lebih dalam tiap elemen cerita dan memilih
bermain aman yang mungkin akan meninggalkan kesan nanggung.
Begitupula dengan semua karakter dalam cerita, terkesan
dibentuk dengan kurang total meskipun harus diakui sanggup tampil efektif.
Sulit untuk memilih siapa yang paling dominan diantara delapan karakter ini,
mungkin Rachel Boston dan Kevin M. Brennan yang sedikit di tarik
kebelakang, David Cross beberapa kali
sempat dominan, namun sisanya berdiri sejajar. Ini mungkin misi lain dari Todd Berger, menjadikan film ini sebagai
sebuah tim tanpa karakter utama, sehingga ia punya banyak jalan untuk
menyampaikan hal-hal yang ia inginkan. Untungnya chemistry yang dibentuk dari
tim ini terbilang baik, saling membantu secara dinamis dari mulai konflik
pribadi dan kelompok, membangun suasana awkward dan happy, hingga eksekusi
dialog yang serius sampai black humor.
Mereka terlihat nyata.
Overall, It's a
Disaster adalah film yang memuaskan. Tidak megah, terkesan memilih bermain
aman, namun semua pesan yang Todd Berger
ingin sampaikan berhasil ia eksekusi dengan baik bersama delapan karakter yang
efektif, dimana penontonnya seperti terus diberikan info disaat mereka merasa
seperti ikut menjadi karakter dalam cerita yang melakukan observasi pada
perpaduan serius dan komedi dalam ruang cerita yang sempit. Sederhana, ringan, awkward,
dan efektif. Surprisingly satisfied
movie.
0 komentar :
Post a Comment