Seperti judulnya, film ini seperti memberikan anda sebagai
calon penonton sebuah ekspektasi dari pertunjukan sulap yang incredible,
menyajikan pertarungan antara dua jago komedi di barisan depan, Carell vs Carrey, serta dibantu dengan kombinasi pendukung yang tidak kalah
terkenal dari Steve Buscemi, Alan Arkin, James Gandolfini, hingga si
cantik Olivia Wilde. Namun Don Scardino seperti mendapatkan sebuah
boomerang dari salah satu line dialog yang hadir pada film ini, If you don't believe what you're doing, how
are they gonna believe?
Burt Wonderstone
(Steve Carell), adalah bocah kecil yang menjadi kaum minoritas,
selalu menjadi objek bahan ejekan teman-temannya, tapi punya ketertarikan yang
sangat besar pada dunia magic. Suatu ketika di hari ulang tahunnya, sang ibu
memberikan Burt hadiah berupa perlengkapan sulap yang lengkap, yang merupakan
produk dari pesulap favoritnya, Rance
Holloway. Burt mulai belajar mempraktekkan apa yang ia baca dan lihat,
tanpa peduli reaksi dari lingkungan sekitarnya. Mendadak hadir Anton (Steve Buscemi), anak yang juga
menjadi kaum minor, namun tertarik pada sulap ketika melihat Burt berhasil
menghilangkan sehelai kain.
Berselang 30 tahun kemudian mereka berdua menjadi sangat
terkenal, dari popularitas hingga pertunjukkan pribadi di sebuah hotel mewah di
Las Vegas milik Doug (James Gandolfini). Namun ternyata Burt dan Anton tidak
memiliki dasar yang kuat dalam hubungan persahabatan mereka. Berawal dari
perselisihan yang berujung pada penunjukkan assisten dadakan pada seorang Jane (Olivia Wilde), mereka berdua harus
menghadapi fakta bahwa popularitas mereka perlahan menurun, mulai tampak
membosankan, terlebih dengan kehadiran Steve
Gray (Jim Carrey), street magician
yang sudah dilabeli sebagai future magic.
Seperti yang saya sebutkan diawal, hal utama yang menjadikan
film ini menarik tentu saja kombinasi pemeran utama yang ia usung, Carrel
bertemu Carrey, meskipun fokus utama terletak pada Carrey dengan harapan ia
dapat mengembalikan performanya ke tingkat yang lebih baik, sesuatu yang telah
hilang empat tahun terakhir (semoga ia terus ingat bahwa ia bukan lagi detektif
hewan, bermain bersama penguin?). Premis yang ditulis oleh Chad Kultgen, Tyler Mitchell, John Francis Daley, dan Jonathan Goldstein sebenarnya juga
menarik, dan punya potensi yang tidak kecil. Namun nilai positif yang dimiliki
film ini ternyata hanya berhenti pada bagian ini.
Dapat dimengerti bahwa tujuan dari empat orang tadi adalah
untuk menyajikan tontonan yang lebih di dominasi unsur personal. Dari kisah
persahabatan sebagai inti utama, kemudian di isi dengan berbagai konflik
pendukung yang masih berputar pada sisi personal, dari perjuangan hidup, proses
menemukan jati diri, hingga penggambaran bagaimana sulap yang sebenarnya. Semua
hal tadi secara konsisten coba terus disuntikkan dengan ikut menyelipkan
beberapa pesan yang sangat implisit. Sayangnya Daley dan Goldstein gagal
dalam meracik sebuah screenplay yang mumpuni, dan ikut berimbas pada Don Scardino.
Ya, tidak tampak sebuah rasa percaya diri dari cara film ini
berjalan. Tidak menunjukkan sebuah keberanian dalam mengemas cerita dan memilih
menerapkan banyak cara klasik, keraguan dari Scardino terlihat nyata dari
beberapa blunder yang ia lakukan. Contohnya, ia kurang mampu mengolah hal-hal
bodoh menjadi lucu dan menarik, dimana akhirnya hal bodoh tadi justru
menjadikan karakter dan mungkin cerita menjadi tampak bodoh, dan
celakanya kurang menghibur. Contoh lainnya adalah ketika Scardino
memilih untuk memberikan porsi cerita yang terlalu dominan kepada Burt. Ia
seperti berupaya begitu keras untuk menjadikan kegagalan serta perjuangan yang
Burt alami menyentuh sisi emosional penontonnya. Akibatnya, sisi drama justru
terasa lebih dominan di banyak bagian dibandingkan dengan unsur komedi yang menjadi jualan utamanya,
atau mungkin satu-satunya.
Well, Daley dan Goldstein juga punya peran besar dalam nilai
minus yang dimiliki oleh film ini. Tidak mampu menciptakan sebuah rasa
penasaran pada penontonnya tentang akhir dari kisah angel versus devil, sering
berputar ke cerita yang terasa tidak penting, ia juga tidak mampu menjaga tensi
cerita untuk setidaknya tetap stabil. Script mereka tulis ulang sebanyak 15
kali, dalam periode tiga tahun lebih, sebuah fakta yang sudah cukup untuk
menggambarkan bahwa mereka sendiri sudah bingung pada bagaimana cara terbaik
untuk membangun kisah ini. Ini seperti menyaksikan banyak hal kurang penting yang
bekerja menyambungkan konflik diawal dengan konklusi sederhana di bagian akhir.
Totalitas yang sangat kecil akibat rasa percaya diri yang
juga sangat dangkal dari sutradara hingga screenplay, juga ikut berimbas pada
para actor. Berjalan pelan dan tidak fokus dalam dua warna cerita yang hendak
ia kombinasikan, suasana menyenangkan yang tercipta sepanjang cerita terasa
minim, baik dari apa yang ditampilkan karakter, cast, hingga bagi para
penonton. Sulit untuk menemukan bagian yang sangat lucu, sampai adegan yang
sangat menyentuh, semua terasa nanggung. The
Incredible Burt Wonderstone seperti sebuah film komedi yang hampa dengan
sebuah jiwa yang perlahan mulai kehilangan kekuatannya.
Even a great actor
can't save a bad movie, kalimat singkat
yang menggambarkan performa dari para pemeran, dimana awalnya mereka tampil
memikat namun mulai kacau karena materi yang tidak mumpuni. Carell tampil baik
ketika karakter Burt masih jaya, namun ketika popularitas Burt perlahan
menghilang, ia juga ikut tenggelam. Sedangkan Carrey tampil lucu dibagian yang
menggunakan komedi dengan gerak tubuh, namun sisanya tidak. Yang justru menjadi
blunder adalah kurangnya porsi Buscemi dalam cerita, padahal karakternya punya
potensi untuk tampil sejajar bersama Carell dan Carrey. Wilde tampil baik di
balik tugas minim yang ia miliki, begitupula dengan Alan Arkin yang sukses menjadi scene stealar.
Overall, The Incredible
Burt Wonderstone adalah film yang kurang memuaskan. Mungkin film ini
memakai kata “Incredible” sebagai upaya untuk memotivasi diri mereka sendiri,
karena faktanya banyak elemen film seperti tidak memiliki rasa percaya diri
bahwa proyek yang mereka kerjakan ini akan menemukan kesuksesan. Unconfident, unfocus, just a little bit
funny, The Incredible Burt Wonderstone doesn't even credible to be called as an
Incredible.
bung udah nonton higher ground nya Vera Farmiga?boleh dong direview in..nuhunn
ReplyDelete@dui: Oke, sudah ditaruh di daftar tonton, sepertinya menarik. Thanks. :)
ReplyDelete