Mungkin terkesan klise dan bahkan akan ada beberapa yang
menganggap hal ini begitu cheesy, namun sesungguhnya tidak ada yang mampu
menghalangi kekuatan yang dimiliki oleh cinta selama nafas anda masih
berhembus, bahkan usia sekalipun. Yak, mungkin itu yang ingin disampaikan oleh Quartet, film yang juga menjadi debut Dustin Hoffman sebagai sutradara,
mengangkat tema musisi di usia senja.
Beecham House, bukanlah sebuah rumah yang masuk kategori biasa. Di rumah
tersebut kini tinggal banyak musisi usia senja yang telah pensiun yang ketika
muda pernah berjaya di dunia musik. Beberapa sosok fenomenal yang kini tinggal
dirumah yang dikelola oleh seorang mantan sutradara yang diktator bernama Cedric Livingston (Michael Gambon) dan
dibawah kontrol Dr. Lucy Cogan (Sheridan
Smith) ini adalah Reginald Paget (Tom
Courtenay), Wilf Bond (Billy
Connolly), dan Cissy Robson (Pauline
Collins), tiga anggota dari Quartet yang telah melegenda, The Rigoletto.
Dalam rangka memperingati ulang tahun mendiang Giuseppe Verdi, akan diselenggarakan
sebuah annual concert yang juga mengusung sebuah misi untuk menggalang dana
dalan upaya mempertahankan eksistensi Beecham House. Polemic itu muncul ketika Jean Horton (Maggie Smith), leader The
Rigoletto, memutuskan untuk pindah ke Beecham House. Sebuah kebetulan yang
menarik, karena dengan begitu The Rigoletto dapat tampil dalam konser, namun
harus terbentur pada sebuah permasalahan personal antara Jean dan Reginald.
Film ini punya salah satu adegan pembuka paling menarik di
tahun ini. Meskipun berisikan karakter-karakter yang sudah sangat tua dengan
kulit yang sudah kurang menarik, Quartet
justru berhasil memberikan impresi yang sangat menarik dibagian awal dengan
menampilkan kegiatan singkat dari para musisi yang telah pensiun tadi, sebuah
latihan paduan suara yang dibalut dengan berbagai joke menggelitik nan cerdas
hingga joke naughty yang sanggup menghadirkan senyum dengan rasa asam.
Namun satu hal yang harus anda ingat adalah Quartet merupakan sebuah drama komedi,
bukan film yang mengusung musik yang juga menjadi bagian darinya dibaris
terdepan. Hal tersebut pula yang menjadi awal dari sebuah pertanyaan yang
timbul ketika ia perlahan masuk ke bagian tengah film, “apa yang ingin mereka
sampaikan?” seiring semakin dominannya unsur drama dalam cerita. Cerita yang
diangkat dari karya Ronald Harwood
ini mulai kehilangan daya tariknya karena fokus utama cerita yang sejak awal
seolah menjanjikan sebuah cerita tentang musik mulai memudar.
Sejujurnya jika
menilik dari premis yang ia tawarkan Quartet
memang menarik, namun tidak menjanjikan sebuah kemasan yang megah, dan faktor
utama yang ia jual sebenarnya terletak pada Maggie
Smith, dan debut Dustin Hoffman
sebagai sutradara. Hasilnya, film ini terlalu bertumpu pada Maggie Smith,
dimana ia menjadi menarik ketika Smith hadir, namun justru tidak mampu tampil
sama menariknya ketika Smith tidak ada dilayar. Sebuah kisah personal yang
berpusat pada Reginald tidak hidup ketika ia berjalan sendirian, dan hanya
beberapa joke dari Wilf yang bekerja dengan baik sedangkan Cissy terasa seperti
beban tanpa kontribusi yang menarik.
Begitupula dari sisi teknis, dimana sebenarnya apa yang
diberikan Hoffman berada dalam posisi yang sangat aman. Terdapat beberapa shoot
cantik, namun sayangnya tidak punya kekuatan untuk menjadi sesuatu yang
memorable. Yang justru menarik adalah cara Hoffman mengolah script yang ia
miliki, sehingga dialog-dialog tersebut berhasil bekerja dengan baik dan
efektif, dan juga ikut memberikan dampak pada para aktor yang tampak sangat
bebas memainkan perannya. Ini yang saya suka, menyaksikan kualitas akting yang
memikat dimana tiap karakter terasa hidup tanpa terasa dipaksakan, menjadikan
suasana dari masa tua yang tenang dan damai ikut dirasakan oleh penontonnya,
dari cara mereka bergembira hingga menyelesaikan masalah.
Namun apa yang menjadikan Quartet cukup mengecewakan adalah
kurang mampunya Hoffman menjaga tensi dari cerita. Ini sama seperti
penggambaran dari para karakter dalam cerita, menyaksikan bagaimana manusia
mulai kehilangan power dan daya tariknya seiring berjalannya waktu. Diawal ia
menarik, mulai sedikit kehilangan fokus, dan jujur saja sedikit membosankan di
sepertiga bagian akhir cerita. Tidak ada momen yang mampu memberikan kejutan,
mulai tampil datar, dan ketika ia berakhir tidak ada sebuah klimaks yang
memuaskan. Celakanya lagi, film ini seperti kehilangan beberapa bagian dari
cerita.
Seperti yang saya singgung sebelumnya, film ini punya
kualitas akting yang bekerja dengan baik.
Maggie Smith sukses menjaga karakternya Jean sebagai pusat cerita yang
menarik, namun tampak seperti kurang nyaman dengan statusnya sebagai karakter
utama. Yang mencuri perhatian setiap ia hadir adalah Billy Connolly, bersama dengan
perawakannya yang naughty sanggup menghidupkan suasana dengan joke-joke yang ia
berikan.
Overall, Quartet
adalah film yang cukup memuaskan. Mungkin cara terbaik untuk dapat menikmati
film ini adalah dengan tidak begitu mengharapkan sebuah sajian musik yang
dominan, karena hal itu hanya dipakai sebagai jalan untuk menyampaikan pesan
utama yang justru lebih bernuansa drama. Premisnya menarik, punya kualitas
akting yang baik, sayang harus kehilangan fokus dan tidak mampu menjaga tensi
cerita. Menarik untuk sesaat, namun tidak memorable.
0 komentar :
Post a Comment