Apa hal yang believe it
or not mungkin telah menjadi hal paling menakutkan bagi mayoritas penduduk bumi
saat ini? Jawabnya adalah pecahnya perang di semenanjung Korea, yang punya
kemungkinan juga akan menjadi pertanda di mulainya perang nuklir. Gesekan
antara kedua negara ini coba digambarkan kembali oleh Ryu Seung-wan
(meskipun sudah pernah dilakukan lebih dari satu dekade yang lalu), dengan tema
yang lebih aman namun tetap mampu memberikan pengalaman menonton yang menarik,
konspirasi internasional.
National Intelligence
Service dibawah komando Jung Jin-Soo (Han Suk Kyu) sedang melakukan pengintaian
transaksi senjata illegal yang terjadi di sebuah hotel di Berlin, yang
melibatkan pembeli asal Timur Tengah, penjual dari Korea Utara, dan seorang
broker asal Rusia. Ketika hendak melakukan penyergapan, ternyata ada pihak lain
yang tak dikenal ikut bergabung, yang menyebabkan Dong Myung-Soo (Ryoo Seung-Bum),
agent Korea Utara dengan power kuat dan mematikan itu berhasil lolos dari
penyergapan.
Celakanya, tujuan Dong
Myung-Soo yang ternyata mengemban misi khusus dari Pyongyang telah terbaca oleh
Pyo Jong-Sung (Ha Jung-Woo), seorang agent Korea Utara yang punya reputasi baik
berkat prestasinya. Semua berkat pertanda yang diberikan oleh Lee Hak-Soo (Lee
Kyoung-Young), duta besar Korea Utara untuk Berlin, yang langsung membawa Pyo
kepada seseorang yang sangat ia cintai, Ryeon Jung-hee (Jeon Ji-hyun), istrinya
yang sedang hamil, juga bekerja sebagai penerjemah bagi Lee Hak-Soo, yang
ternyata dicurigai telah membocorkan informasi bernilai miliaran dolar. Sadar
akan hal itu, Pyo berupaya keluar dari Berlin bersama istrinya yang bahkan
masih ia curigai, sayangnya dengan tenggat waktu yang singkat, 48 jam.
Sangat mudah untuk
melabeli The Berlin File sebagai sebuah proyek yang penuh dengan ambisius dari
seorang Ryu Seung-wan. Contohnya, coba lihat lokasi yang mereka pakai untuk
menciptakan action thriller bernuansa The Bourne Identity ini, tidak ada lokasi
yang menggunakan dua negara Korea itu, dan sepenuhnya bermain-main di Jerman
dan Latvia. Hal tersebut yang mungkin akan langsung membuat penontonnya
menaikkan ekspektasi awal mereka karena merasa akan mendapatkan sebuah
pengalaman menonton yang menyenangkan akibat Ryu Seung-wan yang tampak berupaya
total dalam hal dasar tersebut.
Ya, tidak dapat
dipungkiri saya juga ikut kagum dengan apa yang dilakukan Ryu Seung-wan, karena
saya sangat suka dengan film yang punya ambisi besar, ketimbang menyajikan
sebuah konsep standar yang bertujuan hanya untuk bermain aman. Mengangkat tema
perselisihan dua Korea, menggunakan premis yang lebih luas ketimbang bermain
dengan nuklir, dan mungkin hampir dari setengah dialognya berisikan bahasa
non-korea yang juga selaras dengan kehadiran beberapa pemeran non-korea.
Berjalan cepat tanpa mau tampil bertele-tele dalam membangun ceritanya, saya
merasakan sebuah penyajian yang efektif dari Ryu Seung-wan, dari membentuk
tempo di beberapa bagian yang terus terjaga, hingga cara menyuntikkan twist
sehingga tidak terbuang percuma.
Dibalik ambisi yang
besar pasti akan hadir sebuah resiko yang tidak kalah besarnya, dan itu dialami
The Berlin File. Konflik simple yang coba dibentuk menjadi sedikit kompleks itu
tampak sangat berupaya keras untuk menjadikan anda menilai mereka sebagai
sebuah film yang cerdas. Dan hasil yang mereka peroleh sama seperti film lain
dengan upaya serupa, tampak mulai menurun mulai dibagian tengah, dan berakhir
dengan cara yang tidak sanggup menjadi pembungkus semua materi yang telah ia
berikan, bahkan cenderung standard dan biasa. Memang, apa yang ia berikan
sepanjang film terasa menarik (meskipun ada beberapa bagian dengan tingkat
kebosanan yang sangat besar), tapi itu berasal dari bagian yang berisikan teori
konspirasi dengan trik-trik action yang memikat, diluar itu terdapat perbedaan
daya tarik yang begitu kontras.
Jika anda menyaksikan
film ini dengan tujuan ingin mendapatkan pengalaman menonton yang baru, segera
buang harapan itu. The Berlin File memang akan memberikan anda hiburan yang
memikat dari segi teknis, namun hal itu tidak selaras dengan cerita yang ia
sajikan. Jalan cerita, dan bahkan karakter yang ia punya sudah terlalu
mainstream, tidak ada yang special. The Berlin File seperti sebuah film action
thriller yang terus membawa penontonnya bergerak cepat dengan adegan aksi
memikat berlandaskan sebuah konflik yang kokoh, namun dengan sebuah batasan
yang nyata sehingga terasa seperti sebuah paket yang benar-benar kaku.
Jangan langsung
pesimis, karena jika digambarkan dalam sebuah persentase, nilai positif dan
negatif yang diberikan film ini cenderung berimbang, dengan sumber nilai
negatif yang lebih berasal dari selera dari masing-masing penonton. Meskipun
punya beberapa celah yang ditinggal tanpa penjelasan yang baik, sangat sulit
untuk mengatakan bahwa saya tidak menikmati film ini. Ryu Seung-wan patut
berterima kasih pada empat pemeran utamanya, yang berhasil menjadikan karakter
yang tidak spesial (sepanjang film saya bahkan tidak pernah merasa perduli
dengan mereka) itu melebur dengan baik kedalam cerita. Tiga pemeran pria
menciptakan perpaduan yang baik di ¾ pertama film, dan Gianna Jun sanggup
menjadi fokus di bagian yang tersisa.
Overall, The Berlin
File adalah film yang cukup memuaskan. Tampil efektif dengan bergerak cepat,
Ryu Seung-wan berhasil mewujudkan ambisinya kedalam sebuah sajian penuh adegan
aksi yang menarik. Mumpuni dalam hal teknis, tidak dibantu dengan cerita yang
bagi saya terkesan standar untuk sebuah ambisi yang besar, bahkan beberapa
diantaranya ditinggal begitu saja. Menarik? Ya. Impresif? Tidak.
Bagian awal film terlalu berat dan cepat, gw yang ga terlalu hobi nonton film spionase kayak gini jadi sulit mencerna. Tapi overall bagus. Standar sih, tapi emang bagus.
ReplyDeleteBtw, you have a really nice blog!
@Akbar Saputra: Mungkin itu cara Ryu Seung-wan supaya penonton menaikkan ekspektasi mereka sejak awal, contoh korbannya ya saya.
ReplyDeletehehe, masih beginner lah dibandingkan Me On The Movie. Thanks kunjungannya Akbar. :)