Ketika 110 menit itu
berakhir, saya menjadi paham dan semakin yakin pada alasan dari Paramount Pictures menunda tanggal rilis
film ini yang awalnya berada di akhir juni 2012, menjadi akhir bulan maret
tahun ini. Well, beragam alasan mereka pakai, dari penambahan efek 3D, untuk
meningkatkan daya tarik penonton, menghindari bentrok dengan Katy Perry: Part of Me, hingga dua
alasan lainnya yang terkait dengan Channing
Tatum. Pfftt, mereka sebenarnya cuma tidak yakin dengan kualitas film ini.
Zartan
(Jonathan Pryce) beraksi, dan kali ini ia memanfaatkan
keahliannya dalam melakukan penyamaran, menjadi presiden USA (Jonathan Pryce), dan mulai mengendalikan USA sesuai
kehendaknya. Langkah pertama yang ia lakukan adalah menghancurkan G.I. Joe
dengan menyerang markas mereka, yang mengakibatkan tewasnya pemimpin mereka Duke
(Channing Tatum). Zartan kemudian mengumpulkan seluruh pemimpin
dunia yang negaranya memiliki senjata nuklir, dan mulai “bermain” dengan mereka
yang dapat berdampak pada hancurnya populasi dunia.
Upaya penyelamatan
dilakukan, dan kali ini pemimpinnya adalah Roadblock
(Dwayne Johnson), sahabat karib Duke, yang ternyata bersama Lady Jaye (Adrianne Palicki) dan Flint (D.J. Cotrona) selamat dari
serangan yang di lancarkan oleh Zartan. Bergabung bersama Jenderal Joseph Colton (Bruce Willis), serta tak lupa icon mereka Snake Eyes (Ray Park), G.I. Joe memulai
misi heroic mereka, menyelamatkan presiden USA, mencegah nuklir meluluh
lantakkan bumi, serta menghancurkan Zartan bersama dua sekutunya, Firefly (Ray Stevenson) dan Storm Shadow (Lee Byung-hun).
Oke, seperti yang saya
singgung diawal, salah satu alasan Paramount cukup berhasil, dimana saya yakin
banyak penonton yang semakin penasaran pada apa yang akan diberikan film ini
dengan penundaan yang mereka alami itu. Tapi sekali lagi saya sebutkan, semua
itu tidak tepat. Ya ya, penambahan efek 3D memang bekerja cukup baik, serta
rasa penasaran penonton juga ikut meningkat. Namun, bagi saya G.I. Joe: Retaliation adalah adik dari
sepupunya yang bernama Hansel and Gretel:
Witch Hunters, film yang juga berada di bawah kendali Paramount, film yang
juga mengalami nasib sama yaitu penundaan jadwal rilis.
Identik, mereka berdua
identik, cukup mampu menghibur dari tampilan visual, namun sangat berantakan
dalam cara ia menyampaikan cerita. GIJR punya premis yang berpotensi untuk
memukau, sayangnya Rhett Reese dan Paul Wernick tampak sangat berambisi
untuk menjadikan film ini menjadi megah dan besar. Mereka menyusun cukup banyak
sub plot untuk mendampingi plot utama cerita. Dimulai dari hubungan
persahabatan, kisah anak perempuan dan ayahnya, hingga konflik kecil lainnya
yang terkait dengan Storm Shadow, tampak seperti sekedar lewat tanpa memiliki
kontribusi yang menarik pada cerita.
Sudah punya dasar yang
lemah, kondisi semakin diperparah dengan kinerja dari Jon M. Chu. Sangat sulit menemukan harmoni yang cantik antar
konflik, ikatan yang seharusnya terjalin dengan baik sehingga menjadikan cerita
yang ia usung menjadi solid. Konflik (A) berdiri sendiri, begitupula dengan B,
C, dan seterusnya. Memang saling berkesinambungan, namun sangat terasa adanya
sebuah paksaan dalam cara mereka di tempatkan dan dibentuk. Hasilnya, anda akan
merasa seperti di paksa untuk tertawa ketika mereka mencoba untuk lucu sejenak
(mayoritas gagal bekerja pada saya), kemudian kembali beraksi, melucu kembali,
dan beraksi lagi. Tidak diberikan secara total menjadikan film ini terasa tidak
stabil, kurang konsisten, dimana terdapat jurang yang cukup besar ketika tensi
naik dan ketika ia turun. Kesalahan lainnya adalah begitu banyaknya adegan yang
sudah tersebar lewat trailer yang mereka hadirkan (yang bahkan menjadi pembuka The Croods). Hasilnya, pace cerita
terasa naik ketika momen itu akan hadir, dan turun kembali ketika ia berlalu.
Apakah film ini seburuk
itu? Well, setiap film pasti punya kategori penonton yang ia incar, dan
sayangnya saya bukan termasuk dalam kategori yang menjadi target film ini.
Adegan action mungkin akan cukup menghibur bagi anda, namun bagi saya justru
terasa seperti tidak memiliki konsep yang jelas dan lebih berfokus pada
bagaimana membuat tensi cerita naik sehingga penonton juga ikut berpacu bersama
mereka. Nilai plus terletak pada Snake Eyes (yang sejujurnya menjadi daya tarik
utama film ini bagi saya), tetap mampu menciptakan daya tarik dengan ciri khas
yang ia miliki. Begitupula dengan Adrianne
Palicki, yang cukup berhasil menjadi scene stealer ketika ia muncul
dihadapan anda, serta Jonathan Pryce yang sukses dengan peran ganda yang ia kontrol.
Overall, G.I. Joe: Retaliation adalah film yang
tidak memuaskan. Screenplay
menghancurkan semuanya. Terlalu berambisi untuk tampil keren mengakibatkan
kurangnya pendalaman pada setiap konflik, tidak tercipta harmoni cerita yang
baik dan halus, tensi cerita yang bergerak naik dan turun secara dinamis,
menghasilkan hiburan yang sangat jauh dari kesan solid dan bahkan untuk sekedar sedikit cerdas. Tampilan visual tidak mampu menyelamatkan film ini. Segmented.
Honestly, I’m not expecting anything Oscar worthy here. But then, I’m one of the few who thought the first film was a lot of fun.
ReplyDelete