Faktor utama yang menjadikan film yang mengusung tema coming-of-age tampil menarik adalah
ketika ia mampu menghadirkan kisah yang sebenarnya sederhana, namun mampu membuat
anda yang menyaksikannya seolah merasa menjadi karakter dalam film tersebut. Not Fade Away, film layar lebar pertama
dari David Chase (The Sopranos),
sebuah film yang mampu sejenak menggoyang hype dari The Perks of Being a Wallflower di ingatan saya pada kategori ini.
Berbeda dari Perks, Not Fade Away punya setting latar yang
jelas, di New Jersey era 60-an,
ketika tragedi pembunuhan John F. Kennedy
telah terjadi, disaat Amerika diserang oleh invansi The Beatles dan The Rolling Stones, hadir Douglas (John Magaro), pria yang baru lulus dari high school,
seorang anak dari keluarga yang kurang harmonis. Dikarenakan The Beatles dan The
Rolling Stones, Douglas memutuskan untuk mengejar mimpinya, menjadi bintang di
dunia musik, dan bersama Eugene (Jack
Huston) serta dua teman lainnya membentuk sebuah band bernama Twylight Zones.
Konflik mulai tumbuh ketika jiwa rock ‘n’ roll dari Douglas mulai mekar. Bermula ketika ia mulai
tidak senang dengan penilaian ayahnya, Pat
(James Gandolfini), terhadap penampilannya dengan sepatu mirip orang Kuba, serta kehadiran Grace Dietz (Bella Heathcote),
wanita idamannya, Douglas mulai berani tampil, memutuskan untuk merubah
posisinya yang semula drummer menjadi vokalis karena merasa ia punya suara yang
lebih baik (akibat sebuah insiden konyol di kamar mandi). Douglas perlahan
mulai naik, namun tanpa ia sadari ada sebuah bukit terjal yang telah menanti di
depannya, semua karena gesekan yang telah ia ciptakan.
Tidak ada sebuah gebrakan baru yang Chase hadirkan di film
ini, bukan dalam lingkup perjalanan karirnya sebagai sutradara layar lebar,
namun dalam lingkup film dengan tema yang sama, coming-of-age. Plot yang klasik, dan dapat dikatakan sudah lazim
bagi sebagian orang, akan kembali anda temui dengan balutan tema rock ‘n’ roll
kala memori perang dunia ke-2 masih cukup kental. Tapi jelas ada alasan yang
tidak bisa anda abaikan dibalik kesuksesan yang telah Chase berikan kepada The
Sopranos.
Chase menghadirkan plot yang sejujurnya dapat terbaca dengan
mudah di 20 menit pertama film ini hadir. Anda seolah diajak untuk men-set
sebuah akhiran sesuai dengan prediksi anda. Tapi bukan itu tujuan utama dari
Chase. Not Fade Away justru menjadi
sebuah studi karakter dari seorang
pria yang sombong dan egois, dengan memanfaatkan musik, kisah asmara, serta
hubungan keluarga sebagai bumbu pelengkapnya. Plot yang klasik itu perlahan
mulai tidak begitu menggangu ketika saya mulai merasa ikut berjalan bersama
Douglas, semakin lama semakin asyik mengikuti pergerakan dari karakter yang
menjadi gambaran nyata rock ‘n’ roll pada jaman itu, kreatif, berani, dan
sedikit pemberontak.
Ya, saya sangat suka bagaimana Chase membentuk film ini sejak
awal, cara ia memasukkan unsur pemberontakkan, serta kasus sosial antara anak
dan orang tua mereka dengan perbedaan prinsip sebagai pusatnya. Tapi, Not Fade
Away lebih dari sekedar sebuah film yang membahas perjuangan sekumpulan pria
untuk meraih popularitas. Not Fade Away adalah sebuah perjalanan sepanjang 112
menit yang diciptakan oleh Chase sebagai cerita yang menyajikan proses dari
karakter utamanya, dan menjadi media bagi anda untuk mempelajari karakter
tersebut. Uniknya saya justru merasa sangat dekat dengan karakter Daouglas,
karena cara penceritaan yang dipakai Chase sangat fokus pada karakter.
Film ini tidak sempurna. Not Fade Away punya jalan cerita
yang klise, plot yang dapat membuat anda bergumam “yah, begini lagi”. Tapi,
Chase menutupi itu dengan menjadikan film ini tidak tampil terlalu sentimental,
tidak berlebihan dalam setiap konflik yang ia bawa. Kisah asmara Douglas dan
Grace punya porsi yang apik, dan permasalahan internal band tetap tidak
terlupakan ditengah kehadiran sub-plot. Semuanya fokus, meskipun punya porsi
yang kecil, bahkan permasalahan Joy Deitz
(Dominique McElligott), kakak Grace, dengan kedua orangtuanya juga mampu
tampil menarik walau untuk sejenak.
Chase juga patut berterima kasih kepada cast yang ia miliki,
mereka mampu membentuk sebuah tim yang solid. Magaro tampil memikat, jiwa rock ‘n’ roll berhasil ia transfer
kepada saya lewat Douglas, membentuk Douglas menjadi sebuah karakter yang layak
untuk anda cintai, namun juga layak untuk anda benci. Jack Huston, Boardwalk Empire, berhasil memanfaatkan dengan efektif
porsi kecil yang ia punya. Bella
Heathcote, si cantik yang mampu mencium Johnny
Depp ini punya kesempatan yang lebih besar di film ini, dan mampu ia
gunakan untuk menjaga Grace agar terus menarik sebagai salah satu titik penting
dari film ini. Dan yang terakhir adalah James
Gandolfini. Permainan emosi yang ia hadirkan keren, membuat saya mengerti
serta merasakan tekanan yang ia alami.
Overall, Not Fade Away
adalah film yang memuaskan. Memang bukan sebuah film yang megah, namun
keberanian dari David Chase patut
mendapatkan apresiasi. Keyakinan yang Chase tampilkan menghasilkan sebuah studi
karakter yang sangat fokus, mempesona baik dari cara ia berjalan maupun cara ia
menyampaikan pesannya. Punya tema yang sama dengan The Perks of Being a Wallflower, Not Fade Away justru sebuah film
yang segmented. NFA memang diselesaikan dengan cara yang tidak biasa, akan
terkesan konyol bagi sebagian orang, namun sebuah hal yang biasa bagi mereka
yang pernah menyaksikan The Sopranos,
meskipun hanya beberapa episode seperti saya.
0 komentar :
Post a Comment