Seseorang pernah
berkata kepada saya yang intinya mungkin seperti ini, “Untuk menjadi seorang
pemimpin, tidak cukup hanya bermodalkan kecerdasan yang anda miliki. Anda harus
punya mental seorang pemimpin, kharisma dari seorang pemimpin.” Dia sangat
sangat benar, karena seorang pemimpin harus siap menanggung beban dan tanggung
jawab yang jauh lebih berat dari bawahannya, dan menjadi penentu utama
kesuksesan yang mereka raih.
Abraham
Lincoln (Daniel Day-Lewis), satu dari tiga greatest presiden yang pernah dimiliki
USA, pada tahun 1865 sedang berupaya meluluskan amandemen ketigabelas untuk
menghapuskan perbudakan, sebuah langkah nyata untuk membela serta melindungi
kaum kulit hitam setelah banyak korban jiwa yang harus tewas di medan perang
karena permasalahan ini. Permasalahan muncul ketika amandemen tersebut masuk ke
kongres.
Seperti yang kita
ketahui bersama, USA punya dua partai besar yang telah dikenal ibarat anjing
dan kucing, sangat sulit untuk disatukan. Thaddeus
Stevens (Tommy Lee Jones), pemimpin Partai Republik menghadapi tekanan dari
Partai Demokrat di bawah kendali George
Pendleton (Peter McRobbie) dan Fernando
Wood (Lee Pace). Partai Demokrat menentang rencana yang telah disusun oleh
Lincoln. Namun, Lincoln ingin agar permasalahan ini diselesaikan sebelum
terjadi peperangan, dengan syarat mereka harus memperoleh beberapa vote dari
Partai Demokrat. Melalui tangan kanannya Secretary
of State William H. Seward (David Strathairn), dibentuk sebuah tim yang
beranggotakan Richard Shell (Tim Blake
Nelson), William Bilbo (James Spader), dan Kolonel Robert Latham (John Hawkes), dengan sebuah misi untuk
membeli vote.
Steven
Spielberg, adalah figur yang kinerjanya sudah tidak layak
lagi saya bahas terlalu dalam. Spielberg punya cita rasa tersendiri dalam memberikan
sentuhannya kepada sebuah film, dan Lincoln masih di hiasi kekuatan dari magic
itu. Tampilan visual yang kembali menampilkan detail yang cemerlang, secara
tersirat memberikan sebuah power kepada cerita yang telah dibentuk dengan rapi
dan kuat oleh Tony Kushner. Dibantu
teman karibnya Janusz Kaminski dengan
cinematography yang apik, serta music karya John
Williams, lengkap sudah kombinasi sebuah tim teknis kuat yang dimiliki film
ini.
Tapi, sesungguhnya
bukan Steven Spielberg daya tarik utama saya kepada film ini, melainkan sosok
Abraham Lincoln. Proyek yang kabarnya sempat mengalami berbagai permasalahan
sejak ia dicetuskan lebih dari satu dekade lalu ini sukses besar dalam
memvisualisasikan sosok Lincoln. Film berdurasi 150 menit ini ibarat sebuah informasi
kepada anda bagaimana kuat serta tenangnya Abaraham Lincoln dalam meng-handle
semua permasalahan yang menghampirinya dalam waktu bersamaan. Dari upaya
memperoleh suara, hingga mengamankan suara yang ia miliki, anda juga akan
menemukan konflik antara Lincoln dan anaknya Robert (Joseph Gordon-Levitt), serta semakin tidak harmonisnya
hubungan Lincoln dengan istrinya Mary Todd
Lincoln (Sally Field) dikarenakan sedikit perbedaan pemahaman. Semua
konflik itu berhasil membaur, saling membantu untuk mengisi sebuah transisi
cerita yang dihadirkan, sehingga tensi cerita berhasil stabil hingga akhir.
Spielberg dan Kushner
melakukan pekerjaan yang cemerlang dalam membangun karakter Lincoln. Mereka
telah punya modal yang kuat, karena sosok Lincoln yang sudah sangat dicintai
oleh masyarakat Amerika, dan semakin dicintai karena visualisasi yang indah
dari tokoh besar yang satu ini. Saya yang sebelumnya hanya mengenal Lincoln
sebagai salah satu presiden besar USA, semakin kagum pada beliau berkat
penggambaran yang diberikan Spielberg. Lincoln yang penuh dengan kharisma
seorang pemimpin, mampu tetap tenang dan bahkan tampil lucu dihadapan anak
buahnya ketika sebuah permasalahan besar sedang terjadi. Lewat cerita-cerita
singkatnya, Lincoln seolah tampil sebagai seorang guru yang rendah hati.
Sebesar apapun tokoh
yang diangkat ke layar lebar, tidak akan menuai kesuksesan jika tidak disertai
pemeran yang mampu menghidupkan karakter dari tokoh tersebut didalam cerita.
Daniel Day-Lewis adalah seorang yang gila, memberikan performa yang sangat
memukau. Anda tidak perlu bersusah payah untuk menilai apakah Daniel Day-Lewis menjiwai karakter yang
ia mainkan. Sosok Abraham Lincoln berhasil dihidupkan olehnya, lewat penjiwaan
yang sangat memukau. Begitupula dengan Tommy
Lee Jones, yang dengan porsi tidak sebanyak Lincoln tapi selalu mampu
mencuri perhatian, serta memaksa anda untuk menjadikannya fokus utama setiap
kali ia hadir di layar. Berikutnya mungkin Sally
Field, menjadikan konflik pembantu memberikan warna tersendiri, bukan hanya
sebagai pemanis.
Overall, Lincoln adalah film yang sangat
memuaskan. Saya terlalu malas untuk mencoba mencari di mana letak kelemahan
film ini, karena sejak menit pertama hingga akhir saya telah terperangkap
bersama Lincoln, dengan konflik sentiment yang kental serta diwarnai
dialog-dialog kelas premium. Lincoln adalah tampilan visual dari seorang tokoh
besar di abad 19, dengan permainan politik yang menghipnotis, dan Daniel Day-Lewis yang luar biasa.
Score: 9/10
0 komentar :
Post a Comment