“Our lives are not our own. From
womb to tomb, we are bound to others. Past and present. And by each crime and
every kindness, rebirth our future.” Sebuah
kalimat yang sangat menusuk, seolah menjadi tamparan halus dari Cloud Atlas kepada penontonnya ketika ia
hadir menjelang akhir dari film ini. Jangan hanya lakukan apa yang bisa anda
lakukan hari ini, lakukan yang terbaik untuk anda di esok hari, jika anda
percaya ada reinkarnasi setelah anda mati.
Cloud Atlas,
sebuah film sci-fi dengan ambisi yang
sangat besar, berisikan cast besar yang menjanjikan, adalah proyek gila dari
tiga studio indie asal Jerman, Cloud Atlas Production, Anarchos Production, dan X-Filme Creative Pool. Ya, Indie, sebuah
kategori yang telah lekat dengan dana yang tidak begitu besar, kali ini di
pecahkan oleh tiga studio tadi, dengan budget sebesar US$102 juta. Diadaptasi dari
novel karya David Mitchell, adalah Lana Wachowski, Tom Tykwer, dan Andy Wachowski yang menjadi aktor utama
dari semua kesulitan dengan kenikmatan tingkat tinggi yang ditawarkan film ini
selama 171 menit kehadirannya.
Anda
akan ditawarkan enam cerita yang berjalan dalam kurun waktu 472 tahun. Dibuka
pada tahun 1849 di Samudera Pasifik,
bertemu Adam Ewing (Jim Sturgess),
pengacara muda yang sedang melakukan perjalanan untuk menuntaskan sebuah
bisnis. Hanya pembahasan singkat, karena kemudian seorang komponis muda bernama
Robert Frobisher (Ben Whishaw) hadir,
Inggris di tahun 1936, dengan konflik antara ia dan mentornya yang merupakan
seorang legenda di bidang musik. Loncat ke tahun 1973 di San Francisco, ada seorang jurnalis bernama Luisa Rey (Halle Berry), sedang menangani kasus nuklir yang
berpusat pada Rufus Sixsmith (James
D'Arcy).
Setelah
diajak kembali ke masa lalu, kemudian hadir Timothy
Cavendish (Jim Broadbent), seorang publisher buku berusia 65 tahun yang
akan membawa anda kembali ke tahun 2012 untuk menyaksikan upayanya untuk kabur
dari panti jompo. Bergerak 132 tahun kedepan, tepatnya di Neo Seoul, hadir Sonmi-451
(Doona Bae), wanita clone mantan budak yang menjadi harapan terakhir sebuah
organisasi, berusaha untuk lepas dari ancaman hukum yang menjeratnya. Dan
terakhir kembali menjadi jaman primitif di tahun 2321, ada Zachry (Tom Hanks), seorang pemimpin suku yang terus dihantui
imajinasi yang ingin memanipulasi pikirannya.
Okay,
enam plot tadi tidak dipisahkan secara gamblang oleh The Wachowskis (The Matrix) dan Tykwer (Perfume: The Story of a Murderer, Run Lola Run), dimana melangkah
ke cerita selanjutnya ketika cerita sebelumnya telah diselesaikan secara utuh.
Anda tahu ada enam cerita, anda tahu terdapat enam latar dengan waktu dan genre
yang berbeda, namun yang harus anda ingat adalah anda tidak perlu untuk
melakukan mix kelas berat di antara keenam cerita tersebut, karena bahkan beberapa
diantaranya justru tidak saling mengikat. Anda hanya perlu membagi secara umum
keenam cerita tersebut menjadi tiga bagian besar berdasarkan waktu, dan tahu
bahwa diantara mereka memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Ini adalah
alasan kenapa Cloud Atlas diberikan
label sebagai salah satu film yang sulit, karena ia tidak memberitahu secara
jelas apa yang ingin ia tawarkan, bahkan jauh lebih gelap jika dibandingkan
film ber-genre misteri yang saya tonton tahun lalu. Hey, justru di situ
menariknya.
Lantas
apa yang menjadi nilai plus film ini? Nilai plus-nya adalah Cloud Atlas
mengubah tema reinkarnasi yang dia usung itu menjadi sebuah sajian yang
menuntut anda untuk ikut melakukan interpretasi agar dapat menemukan sebuah
jawaban dari banyak pertanyaan yang ia berikan dalam durasinya yang sungguh
“fantastis” itu. Enam cerita itu silih berganti hadir, saling mengisi untuk
menyampaikan ceritanya, dan tugas anda hanya mencari hubungan antar cerita
yang dibawa oleh karakter yang dimainkan oleh orang yang sama. Ya, Hanks,
Berry, Sturgess, dan cast lainnya punya lebih dari satu karakter yang harus ia
mainkan, dan itu pula yang semakin mempertebal nuansa dari tema yang film ini
angkat.
Memang
benar, Cloud Atlas mengharuskan anda
untuk sabar saat menyaksikannya, meskipun ia hadir dengan departemen teknis
yang memikat, visual efek yang mumpuni, serta cinematography dan scoring yang
apik. Hal itu pula yang menjadikan lebih dari dua minggu lalu saya mundur
ketika film ini belum genap satu jam, karena apa yang ia tawarkan memerlukan
fokus dari anda untuk ikut mengurai misteri yang ia bawa, yang sesungguhnya
cukup sederhana dibalik semua kerumitan yang ia ciptakan. Ya, dari luar film
ini memang tampak sangat kompleks, sangat berat, namun teori reinkarnasi yang
ia bawa itu justru hadir lewat beberapa point simple. Memang tidak salah jika
The Wachowskis dan Tykwer menghadirkan sebuah benang kusut dibalik inti cerita
yang sederhana itu, karena ia menjanjikan sesuatu yang indah ketika anda telah
selesai berjuang bersama mereka sejak awal.
Overall,
Cloud Atlas adalah film yang
memuaskan. Proyek ambisius ini bekerja dengan baik pada saya, dengan
menghadirkan cerita yang berat dan panjang (dibeberapa bagian cenderung sedikit
membosankan, beberapa cerita memang tidak terkoneksi), mengangkat tema
reinkarnasi yang di visualisasikan lewat enam cerita pada enam era berbeda yang
saling berhubungan. Ya, ibarat sedang mengurai benang yang kusut, perlu
kesabaran, perlu ketelitian, dan ketika ia telah selesai terurai hanya satu
yang akan anda rasakan, pleasure. Lakukan yang terbaik untuk anda sekarang, dan
untuk anda yang ada di masa depan, because
death is only a door, when it’s closes, and another opens.
Score: 8/10
setelah menonton ini, membuat aq mencari informasi yg akhirnya terdampar di blog ini. emang awalnya merasa sangat bingung, waktu lihat durasinya sampe mrsa 'ya ampun, panjang kali'. tapi tetap menikmati. awalnya q pikir crta2 ini akan disatukan oleh sesuatu yg 'nyata' n bisa dirangkai semuanya. tp sampai selesai, br bs q pahami yg dibw adalah tema reinkarnasi. emang film yg berat, sulit, asli bikin bingung. tapi emang keren.
ReplyDelete1 lg, ternyata 1 org memainkan banyak peran yg berbeda, sampai ad yg tak ter'recognize'.
:)