Terlalu mudah untuk
mengatakan bahwa akan timbul rasa tidak yakin kepada film remaja dengan tema
cerita romantis. Mayoritas dari mereka akan tampil klise, dengan
karakter-karakter klasik dan konyol yang telah sering anda temukan sebelumnya,
dan tidak mampu menghadirkan permainan emosi yang menarik. The Perks of Being a Wallflower bukan bagian dari mereka, sebuah
film remaja yang bahkan mungkin mampu membuat orang dewasa tersenyum diakhir
cerita.
Charlie
(Logan Lerman), merupakan tokoh yang memiliki
karakteristik klasik, seorang remaja pintar yang akhirnya menjadi pihak
terasing di lingkungan sosialnya. Sejak awal tokoh satu ini telah membawa
misteri kedalam cerita, menulis surat kepada seseorang dan menceritakan bahwa
dia pernah masuk rumah sakit, serta rencananya pada hari pertama ia di high school, lebih membayangkan indahnya
ketika ia telah lulus kelak yang bahkan masih berjarak 1000-an hari lagi, dan
diam ketika diberikan pertanyaan oleh guru bahasa inggrisnya, Mr.Anderson (Paul Rudd), meskipun ia
tahu jawabannya.
Kasarnya, Charlie
adalah orang buangan, dan memiliki masa lalu kelam yang menjadi sebuah misteri.
Apa yang ia coba lakukan adalah keluar dari masa lalu tersebut. Charlie bertemu
Patrick (Ezra Miller), seorang senior
yang sangat antusias pada semua hal yang ia lakukan, pria yang juga merupakan
kaum buangan. Hadir pula Sam (Emma Watson),
perempuan yang merupakan stepsister
Patrick, dan sudah mendapatkan pengalaman seksual sejak usia dini. Mereka dan
dua teman lainnya semakin akrab sebagai sebuah kelompok, hingga hari kelulusan
tiba.
Sulit untuk menyebutkan
secara pasti apa “goal” utama dari film ini dari segi cerita, seperti film superhero dengan
keberhasilan menyelamatkan bumi sebagai tujuannya. The Perks of Being a
Wallflower ibarat sebuah pelajaran dalam bentuk visual dari seorang Stephen Chbosky. Mengadaptasi cerita
dari novel yang ia punya, Chbosky ingin mengajak anda menyaksikan kembali
betapa infinite-nya kehidupan yang kita miliki.
Kinerja Chbosky sangat
memukau di film ini. Menggabungkan tema remaja dan romance bukanlah sebuah
pekerjaan yang mudah, karena jika melakukan sedikit saja kesalahan maka semua
akan jadi tampak murahan. Chbosky berhasil membuat rasa cemas saya diawal
hilang begitu saja ketika film perlahan mulai meninggalkan garis awalnya. Dia
memiliki materi yang sangat kuat, menulis sendiri screenplay dari novel yang ia
punya. Hasilnya, anda tidak akan menemukan kisah bullshit yang banyak
diterapkan film remaja saat ini.
Cerita yang film ini miliki terbentuk dengan sangat rapi. Dibuka dengan seorang siswa baru yang
berhasil memperoleh teman baru, kemudian anda akan menyaksikan kisah cinta yang
sulit dari Charlie dan Sam (ya, tidak perlu di spoiler), hadirnya sebuah rasa
cinta baru yang terkesan terpaksa dan akhirnya menjengkelkan, hingga sebuah
memori kelam dimasa lalu yang menghancurkan seseorang yang sedang dirundung
kesedihan. Ya, beberapa memang terlihat sama saja dengan film remaja lainnya,
namun Chbosky menghadirkan sebuah formula yang bekerja dengan sangat baik,
tidak banyak dialog yang tidak penting, singkat namun berhasil menjadikan
karakter dalam cerita semakin terasa real, tanpa harus tampil berlebihan.
Ya, saya sangat suka
karakter yang dimiliki film ini (termasuk Mary
Elizabeth (Mae Whitman), karakter pendukung yang dimanfaatkan dengan baik
oleh Chbosky). Mereka berhasil membentuk sebuah tim yang sangat kuat. Dengan
setiap dialog yang mereka punya, mereka mampu menyampaikan emosi yang mereka
rasakan. Ah, sangat indah. Anda akan ikut merasakan ketika mereka jatuh cinta,
sakitnya menyaksikan orang yang anda cintai bermesraan dengan orang lain,
hingga ketika anda dibuang begitu saja oleh orang yang anda kasihi. Dan yang
paling menarik adalah mereka sukses menjadikan saya merindukan masa-masa high
school, bersenang-senang tanpa beban yang begitu berat.
The
Perks of Being a Wallflower adalah salah satu film yang paling
mengejutkan tahun ini, dan Stephen Chbosky adalah salah satu pendatang baru
yang mampu membuat anda menaruh perhatian lebih kepadanya. Ya, memang secara
teknis film ini tidak begitu special, tapi Chbosky pintar menutupi hal tersebut
melalui screenplay dengan membentuk banyak momen-momen unforgettable dibalut
soundtrack yang fantastis. Dimulai dari cara Charlie ketika memasuki lantai
dansa, ciuman pertama Charlie, saat Charlie melihat jam untuk menghitung sisa waktunya bersama Sam, hingga ketika Sam berdiri bebas di sebuah mobil
bak terbuka milik Patrick yang sedang melaju didalam terowongan dimalam hari.
Chbosky juga ingin agar anda tidak begitu pusing dengan konflik pendukung yang
ia berikan, hadir sejenak dan berhasil menyampaikan pesan kecilnya, kemudian
hilang begitu saja, sehingga fokus utama cerita tetap menjadi daya tarik utama.
Seperti yang saya sebutkan tadi, cast yang dimiliki oleh
The Perks of Being a Wallflower berhasil memberikan performa efektif, salah satu yang terbaik tahun ini. Logan Lerman berhasil mengubah penilaian
saya, dan mungkin banyak orang pada dirinya melalui penampilan yang manis. Dia
sangat sukses ketika membentuk suasana cemas, dan juga suasana romantis. Ya, ia
lebih cocok dengan karakter tenang seperti Charlie, ketimbang menjadi manusia
super. Emma Watson, berhasil
menjadikan saya tidak merasakan kehadiran Hermione
didalam dirinya, tidak seperti penampilannya di My Week with Marylin. Watson sukses membentuk Sam sebagai karakter
yang layak menjadi sasaran tembak bagi semua pria, nakal namun manis, loveable, dengan permainan emosi yang
sangat efektif. Just prepare yourself, karena jika Watson terus berada di
jalur seperti ini bukan tidak mungkin beberapa tahun kedepan anda tidak lagi
mengenal Watson sebagai seorang penyihir cilik yang pintar dan manis, namun
sebagai femme fatale yang seksi dan menawan, pujaan banyak pria. Dan untuk Ezra Miller cukup empat kata,
scene-stealer yang fantastis.
Overall, The Perks of Being a Wallflower adalah
film yang sangat memuaskan. Sebuah kisah cinta dan persahabatan yang memiliki
semua elemen kehidupan, mampu membuat anda bergembira dengan jiwa-jiwa bebas
khas high school, dan membuat anda merasakan sakitnya cinta dan memori masa
lalu yang terus menghantui. Dengan banyak momen lucu dan sedih, film ini
berjalan lembut dan cepat dari menit awal, berhasil sedikit menipu dengan
misteri dari karakternya. Memang ada sebuah konflik mengejutkan diakhir cerita,
sedikit keluar dari jalur, namun tetap berhasil menciptakan sebuah klimaks.
Dengan dialog-dialog khas remaja, The Perks of Being a Wallflower sukses
sebagai salah satu film yang memiliki permainan emosional terbaik di tahun ini. Ya, selalu ada tempat spesial untuk film
dengan permainan emosi yang menawan.
Score: 8,5/10
menarik sepertinya film ini.
ReplyDeleteThx for the review.
Salah satu favorit saya tahun lalu. Benar-benar jatuh hati dibuatnya. Membekas lama di hati dan pikiran, hingga ingin mengulangnya lagi dan lagi. Cantik.
ReplyDeleteGreat review anyway! :)
Salam kenal!
@CineTariz: Wahhh, what a surprise mendapatkan atensi dari senior seperti anda.
ReplyDeleteThanks btw Mas Tariz, salam kenal juga! :)
mau nambahin gan, utk si charlie itu punya masa kelam sama tante dia, soalnya sering di lecehin(Pelecehan Seksual) hanya dia diam sampe bibinya meninggal dan baru ngomong ketika di rumah sakit,. (Khusus yg msh bingung sama masa kelam charlie,) by=tw review nya keren kk. Thx
ReplyDeleteSering dilecehin?, Charlie sering dilecehin sexual sama Tantenya??, or gimana maksudnya?, masih ngga ngerti. Tadinya sampe beberapa kali diulang Saya pikir little secret yang dimaksud adalah kl Sam itu a/ Kakaknya Charlie, "Don't wake up U'r Sister". Atau gimana sh sebenarnya?, aaaaaaaaaaaaaaa reply please.
DeleteJadi bingung karena kamu membuat rumit hal yang sederhana. :)
DeleteSederhananya Sam itu saudara tiri perempuandari Patrick, tidak punya hubungan keluarga dengan Charlie.
Thanks kunjungannya. :)
O gitu y, HAHAHA thx.
Delete@Dendy Budiarso: hush, spoiler bagian akhir itu gak asik. hahaha.
ReplyDeleteThanks Dendy. :)
Review yang bagus, Sebagus filmnya.
ReplyDeleteSini tak raba pahanya dulu..
bUahahahaha :))))
@Adhitya Teguh Nugraha: Hahahaha, BuangZat... :/
ReplyDeletereviewnya asik ! lengkap deh. buat nonton filmnya? coba cek di http://www.gostrim.com deh..
ReplyDelete@aldian mei: Thanks. :)
ReplyDeleteWah penasaran sama ceritanya.
ReplyDeletesebenernya udah lama ni film nangkring d laptop,
setelah baca reviewnya jd mau langsung nonton.
what a nice review :)
Thanks. :)
DeleteO gitu toh
ReplyDeletebaru selesai nonton, dan ternyata baru tau kalo si charlie ini dilecehin sama bibi nya setelah baca komentar diatas hahaha
ReplyDeleteBarusan banget baru nonton filmnya. Sempet bingung sama apa yg dimaksud "masa kelam charlie" tapi udah punya tebakan sih sebenernya. Jadi langsung googling buat make sure that it's right or not. And yasss tebakanku benar. Such a great movie.
ReplyDeletebaru banget nonton filmnya karna kebutuhan penelitian ilmiah sastra inggris haha, harus pake otak sih buat mikir apa yg terjadi sama charlie, dan kejawab pas si tante nya raba paha charlie and say dont wake up your sister.
ReplyDelete