Rasa penasaran jika
dibantu dengan percaya diri yang tinggi dapat menjadikan semua yang anda anggap
impossible menjadi possible. Ya, mari kesampingkan sejenak
faktor kerja keras untuk menjadi sukses, karena semua berawal dari sebuah rasa ingin
tahu yang menghampiri anda, dan akan terlaksana jika anda percaya bahwa anda
bisa melakukannya. Thor Heyerdahl (Pål
Sverre Valheim Hagen) adalah contohnya. Pria Norwegia ini melintasi Samudera
Pasifik, selama 101 hari sejauh 6900 km lautan bebas, hanya dengan
sebuah perahu layar rakit tanpa mesin.
Sejak kecil Thor memang
sudah mencintai tantangan. Ditahun 1937, bersama kekasihnya Liv (Agnes Kittelsen), ia melakukan
penelitian disebuah pulau bernama Fatu
Hiva, dikawasan Polynesia. Disana
Thor mendapatkan sebuah teori baru, dimana ia yakin bahwa bangsa Amerika
Selatan telah terlebih dahulu menemukan kawasan Polynesia jauh sebelum Colombus menemukan benua Amerika. Ya,
sebuah fakta yang aneh, karena dari segi geografis Polynesia jelas lebih dekat
dengan kawasan timur.
Namun Thor adalah pria
yang percaya diri. Ia menuliskan hasil penelitiannya tadi, dan menyerahkannya
kepada sebuah majalah di kota New York. Hasilnya sangat mudah ditebak, Thor
dianggap gila, dimana mereka yakin bahwa tidak mungkin berlayar sejauh itu dengan
perahu yang sangat sederhana, di 1500 tahun yang lalu. Ya, penilaian mereka
dianggap tantangan oleh Thor, dan setelah bertemu dengan teman barunya Herman Watzinger (Anders Baasmo
Christiansen), Thor memutuskan untuk membuktikan sendiri teori yang ia temukan.
Bersama empat teman lainnya dengan kemampuan yang berbeda, mereka berlayar dari
Peru menuju Polynesia, dengan metode
yang sama seperti 1500 tahun lalu, perahu layar rakit sederhana yang mereka
namai Kon-Tiki.
Kisah ini adalah sebuah
legenda bagi masyarakat Norwegia, seorang pria bersama lima temannya memutuskan
untuk membuktikan teori “gilanya” dengan nyawa sebagai taruhannya. Ya, nyawa,
mereka hanya membawa bekal makanan, dan radio sebagai satu-satunya alat
elektronik. Selebihnya, mereka hanya mengandalkan angin dan ombak lautan untuk
membawa perahu mereka melaju. Ya, cerita yang film ini miliki juga sukses
menjadikan saya menilai bahwa Thor adalah orang yang gila, melintasi lautan
yang jaraknya seperti Chicago ke Moskow, dan merelakan anak dan istrinya
kesepian di hari natal.
Kon-Tiki memiliki
premis yang kuat dan menarik berkat legendanya yang terkenal itu. Tapi apa yang
dihadirkan oleh Petter Skavlan
sebenarnya tidak begitu special setelah bagian pembuka. Setelah proses
membangun misi mereka yang terasa menarik diawal, adegan dimana mereka
terdampar dilautan terasa monoton dari segi cerita. Tidak seperti Life of Pi yang mampu terus tampil
menarik dari segi cerita dan visual ketika Pi terdampar di lautan, Kon-Tiki
sedikit kedodoran di elemen pertama.
Untung saja Espen Sandberg dan Joachim Rønning mampu sedikit menutupi kekurangan yang tercipta
tadi. Dengan visualisasi yang menyenangkan, terutama cinematography yang rapi dan lembut, mereka mampu menjaga agar misteri dari petualangan yang Thor lakukan
ini tetap menarik bagi saya. Ya, sebuah konflik kecil yang Skavlan berikan
seperti ancaman badai di kepulauan Galapagos
serta serangan Hiu dan Paus yang mungkin datang secara tiba-tiba berhasil hidup
berkat Sandberg dan Rønning, meskipun anda akan terus ditawarkan pria-pria
bertelanjang dada dengan janggut yang semakin tebal seiring penampilan mereka
yang juga semakin kumuh.
Kembali lagi, Kon-Tiki
memang mampu tampil menawan dengan cinematography-nya, namun tidak cukup baik
di beberapa titik pada elemen cerita yang ia miliki. Anda akan merasakan
sebuah rasa cemas jika rakit yang mereka satukan dengan tali itu akan lepas
ditengah lautan. Ya, itu berhasil. Anda juga mungkin akan tertarik dengan
eksistensi dari para karakter dalam cerita, terlebih karena rasa ragu yang
perlahan mulai menghampiri karakter. Namun, sayangnya Kon-Tiki tidak mampu
memanfaatkan potensi yang dimiliki bagian-bagian dari cerita yang ia punya untuk menciptakan sebuah momen mengejutkan yang menarik. Ya, kurang nendang,
terasa dipaksakan, tidak seperti permainan emosi yang ditampilkan
karakter-karakternya.
Ya ya, ini adalah
sebuah film yang menggambarkan kepada anda sejarah yang pasti pernah
mengejutkan banyak orang di masa lalu. Sandberg dan Rønning berhasil membungkus
film ini sebagai sebuah hiburan yang menyenangkan dari segi visual, dan
informatif dari segi cerita. Tapi, mereka tidak mampu menciptakan sebuah akhir
yang memberikan klimaks kepada saya setelah menyaksikan Thor dan teman-temannya
tersesat dilautan. Menghadirkan kembali kisah Liv diakhir cerita, sedikit menodai
sebuah paket manis yang mereka susun sejak awal. Ya, tidak penting, karena jika
tidak dihadirkan pun justru akan menjadi misteri yang menarik.
Overall, Kon-Tiki adalah film yang memuaskan.
Kon-Tiki berhasil menjadi sebuah pembuktian bahwa anda bisa melakukan apapun
jika anda percaya bahwa anda bisa. Film ini mampu tampil menarik dengan konflik
utama yang ia tawarkan, membuat saya ikut cemas dengan tokoh-tokoh dalam
cerita, dan berhasil memanjakan mata dengan tampilan visual yang indah dan
memukau. Ya, meskipun dibeberapa bagian terasa sedikit monoton dan tidak
penting, dan tidak berakhir dengan dengan klimaks yang memuaskan, Kon-Tiki
mampu menghidupkan kembali sejarah itu, yang menjadikan anda semakin yakin
bahwa hanya satu hal yang tidak bisa anda lakukan didunia ini, memakan kepala
anda sendiri.
Score: 8/10
0 komentar :
Post a Comment