Semua tindakan yang
anda lakukan pasti memiliki resiko. Hal tersebut yang ingin Adam Shankman sampaikan melalui karya
terbarunya ini, film drama musikal berbalut komedi berjudul Rock of Ages. Dengan latar tahun 1987, Shankman akan mengajak anda
menyaksikan perjuangan yang dihadapi karakter dalam cerita, dari seorang wanita
muda yang datang ke Hollywood dan langsung jatuh cinta kepada seorang pria,
istri seorang walikota yang mencari perhatian media massa, pemilik sebuah klub
yang berusaha mempertahankan klub miliknya, hingga blunder dari seorang manager
yang rakus akan uang.
Ya, semua konflik
diatas saling berhubungan. Dimulai ketika anda menyaksikan Sherrie Christian (Julianne Hough) tiba di L.A, dirampok, dan berkat bantuan Drew Boley (Diego Boneta) dapat memperoleh pekerjaan di sebuah klub
bernama The Bourbon, yang dikelola
oleh Dennis Dupree (Alec Baldwin)
bersama Lonny (Russell Brand).
Malangnya, The Bourbon ketika itu sedang terlilit hutang dan pajak. Bahkan The
Bourbon telah menjadi objek utama dari kampanye yang dilakukan oleh Patricia Whitmore (Catherine Zeta-Jones),
istri dari walikota bernama Mike Whitmore
(Bryan Cranston). Patricia ingin menutup klub tersebut karena merasa klub
malam itu menjadi momok yang dapat merusak anak-anak mereka.
Dupree dan Lonny
akhirnya mengambil sebuah keputusan besar untuk menutupi hutang tersebut.
Mereka mengundang Stacee Jaxx (Tom
Cruise), ikon rock yang sangat digilai oleh kaum wanita, untuk menggelar
pertunjukkan terakhirnya bersama band-nya Arsenal di The Bourbon. Ya, semua
tampak begitu mudah hingga akhirnya manager dari Stacee, Paul Gill (Paul Giamatti) merusak semuanya, ditambah kehadiran
reporter majalah Rolling Stone
bernama Constance Sack (Malin Akerman) yang
membawa babak baru dalam perjalanan karir Stacee.
Pertama, tentu saja
akan terasa kurang tepat jika anda menjadikan film ini sebagai film musikal
pertama anda. Sesuai dengan genrenya, selama 123 menit anda akan mendapatkan
tontonan yang sangat didominasi oleh karakter-karakter yang bernyanyi untuk
menceritakan permasalahan mereka, bahkan lebih dominan dibanding film musical lainnya.
Hmmm, anda akan sedikit merasa aneh dengan semua itu. Namun jika anda telah
terbiasa dengan serial-tv musikal
seperti Glee ataupun Smash, anda akan dengan mudah merasakan
kenikmatan utama yang ingin ditawarkan film ini.
Ya ya, dibalik
ceritanya yang payah dan mudah ditebak, eksistensi klub yang sedang terancam,
seorang pria muda yang ingin menjadi vokalis terkenal, Rock of Ages mampu
membawa saya ikut bergoyang atau mungkin sekedar menggerakkan kaki lewat
lagu-lagu yang mereka tampilkan. Saya suka perpaduan serta perpindahan antar
lagu yang terasa pas dan tidak kaku. Ya itu tadi, sayangnya hal tersebut
berbanding terbalik script yang film ini miliki. Hasil karya dari Justin Theroux, Chris D'Arienzo, dan Allan Loeb tidak bekerja dengan baik.
Banyak dialog kaku yang
saya temukan di film ini, awalnya sedikit menggangu, namun semakin lama justru
semakin merusak kenikmatan film ini. Hal tersebut menjadikan banyak karakter
kehilangan potensi daya tarik yang mereka miliki. Hanya Stacee Jaxx yang
konsisten sejak awal hingga akhir mampu terus tampil menarik, selebihnya tidak.
Kekurangan lain adalah sangat besarnya intensitas joke serta humor yang gagal
dieksekusi. Ya, gagal dieksekusi, dimana anda akan mengerti sasaran tembak dari
joke tersebut, namun ibarat panah yang dilepaskan ke tanah, mereka hanya
sebatas menyentuh tanah kemudian tumbang, tanpa menancap tegas ditanah
tersebut.
Minus terbesar dari
film ini bagi saya adalah tidak adanya konflik dengan power yang kuat. Semua
konflik yang disuntikkan memiliki kadar dan peran yang sama besarnya, sehingga
pada akhirnya tidak ada konflik yang berhasil muncul untuk menjadi fokus utama
bagi film ini. Jika harus memilih, nilai positif yang ditawarkan film ini
hanyalah music, tarian, serta kostum. Terlepas dari tiga bagian itu, elemen
lain dalam cerita terasa membosankan. Kemana cerita akan bergulir dapat anda
tebak dengan mudah. Tom Cruise mungkin mampu menghadirkan karisma dari seorang
bintang rock playboy yang selalu dikelilingi wanita, namun itu tidak mampu menutupi
minus yang dimiliki film ini, meskipun telah dibantu dengan tampilan musik yang
menyenangkan.
Overall, Rock of Ages adalah film yang cukup
memuaskan. Film ini jelas akan mampu membuat penontonnya ikut serta merasakan
irama musik yang mereka tampilkan, dibalut dengan tarian-tarian yang cukup
menyenangkan. Yang tidak dimiliki film ini adalah komponen penting dari sebuah
film, cerita yang mumpuni. Ya, Rock of Ages jelas akan menjadi besar jika anda
hanya menginginkan sebuah film yang mampu menghibur lewat musik dan tarian
saja. Namun jika anda ikut menjadikan cerita sebagai faktor penilaian, film ini
terjun bebas ke barisan bawah.
Score: 6/10
0 komentar :
Post a Comment