Anda akan menerima satu
agama ketika anda lahir. Mayoritas penduduk dunia akan menerima agama
yang diberikan kepadanya, dengan alasan yang paling terkenal karena itu adalah
“warisan” dari orang tua. Namun, tidak sedikit pula yang tidak mau menerima
“warisan” tersebut begitu saja, mencoba mencari tahu agama lain, dengan tujuan
utama menemukan “jalan” yang ia rasa paling nyaman untuk berhubungan dengan
Tuhan. Life of Pi, sebuah perjalanan menyenangkan yang berlandaskan persepsi
dan kepercayaan.
Piscine Molitor Patel
(Irrfan Khan), merupakan seorang imigran India vegetarian yang kini hidup di
Kanada. Pi, begitu ia biasa dipanggil, kedatangan seorang tamu yang berprofesi
sebagai penulis (Rafe Spall), atas rekomendasi dari sang paman yang percaya
bahwa kisah hidup yang pernah dialami oleh Pi dapat diubah menjadi sebuah buku
yang besar.
Pi mulai bercerita,
dari namanya yang ternyata diambil dari nama sebuah kolam renang di Prancis,
seringnya ia dipanggil Pissing oleh teman sekolahnya, orang tuanya yang
mendirikan sebuah kebun binatang, hingga kegemarannya pada seekor Harimau
Bengal bernama Richard Parker. Tapi, yang paling menarik adalah bagaimana Pi
mencoba mengikuti tiga agama, Hindu yang merupakan agama keluarganya, Kristen,
dan Islam.
Ya, Pi adalah seorang
anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar, namun itu pula yang menjadi
sebuah kelebihan yang ia miliki. Pi dan keluarganya pergi menuju Kanada, karena
permasalahan politik yang mengakibatkan kebun binatang keluarganya harus
ditutup. Kapal yang mereka tumpangi bersama hewan-hewan peliharaan diterpa oleh
badai yang sangat besar. Bukannya tidur, Pi malah memutuskan keluar untuk
menyaksikan fenomena langka tersebut, yang pada akhirnya memisahkan ia dan
keluarganya, terdampar dilaut lepas dalam sebuah perahu bersama seekor Zebra,
Orangutan, Hyena, dan tentu saja Richard Parker.
Diadaptasi dari novel
dengan judul yang sama karya Yann Martel, Life of Pi merupakan salah satu film
yang saya nantikan tahun ini dengan harapan dapat memuaskan seperti novelnya.
Hasilnya, Ang Lee berhasil mengubah cerita tersebut menjadi sebuah tampilan
visual yang menyenangkan di semua departemen yang ia miliki. Dari segi cerita,
apa yang menjadi kekuatan dari novelnya masih terasa kental di film ini, sebuah
pemikiran “modern” dari seorang anak berusia 12 tahun, yang mencoba mencari
tahu kebenaran dari semua keyakinan yang ada.
Akan ada sebuah
kenikmatan tersendiri bagi anda yang sebelumnya telah membaca novelnya, karena
tampilan yang imajinatif sukses menggambarkan apa yang sebelumnya hanya anda
baca. Namun, bagi anda yang belum membaca novelnya, anda akan mendapatkan
sebuah sensasi yang tidak kalah menyenangkan, dimana anda dibawa ikut dalam
sebuah petualangan yang anda tidak ketahui akan berakhir dimana. Memang akan
ada beberapa momen dimana tensi cerita akan sedikit turun, dan mungkin bagi
beberapa orang akan terasa menjengkelkan hingga akhirnya memutuskan walk out.
Hanya itu yang harus anda antisipasi.
Benar, hanya itu,
karena diluar elemen cerita anda akan mendapatkan sebuah tampilan visual yang
sangat memukau. Ya, sangat indah, Life of Pi memiliki cinematography dan efek
visual yang sangat indah. Tidak berlebihan memang, karena apa yang diambil oleh
Claudio Miranda (The Curious Case of Benjamin Button) memang terasa manis, dan
diolah dengan sangat tepat oleh Bill Westenhofer, Paul Graff, Guillaume
Rocheron, dan semua tim di divisi visual effect. Tidak hanya satu, tapi banyak
scene yang mampu membuat saya sedikit melebarkan mata sembari bergumam wow.
Dibalut dengan score yang mumpuni, serta penggunaan 3D yang terasa lembut dan jelas tidak murahan, Ang
Lee sukses menciptakan sebuah puisi bertemakan kehidupan selama 127 menit di
layar ukuran besar, sebuah karya kelas dunia yang sangat menyenangkan dan
menakjubkan.
Sangat wajar memang
melabeli Life of Pi sebagai salah satu film terbaik tahun ini, karena dengan
sebuah konflik unik diawal cerita, kemudian didominasi perjuangan untuk tetap
hidup dari Pi Patel muda (Suraj Sharma) di lautan lepas bersama seekor harimau
dengan sebuah perahu kecil sebagai rumahnya, film ini mampu terus tampil
menarik disepanjang kesempatan yang ia punya. Banyak pesan “modern” yang
mungkin akan terasa menjengkelkan bagi orang-orang yang fanatik, terdapat
beberapa pelajaran tentang hidup yang diselipkan dengan baik, tampilan visual yang mampu membuat saya ikut berfantasi, hingga cara ia diakhiri
yang meninggalkan sebuah ketidakpastian yang kental layaknya novel tempat ia
lahir.
Salah satu factor lain
yang mampu menambah nilai postif film ini adalah jajaran cast yang mampu tampil
dengan baik, dan berhasil menyampaikan pesan yang ia emban. Irrfan Khan
berhasil dalam cara ia menyampaikan cerita yang pernah ia alami, bagaimana
kerasnya peristiwa itu dapat anda rasakan didalamnya, namun ia juga mampu
tampil lucu dengan joke-joke ringan yang ia berikan. Adil Hussain, berperan
sebagai ayah Pi, mungkin memperoleh bagian yang sedikit, namun entah mengapa
mampu meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya lewat pelajaran hidup yang ia
coba sampaikan. Dan, Suraj Sharma. Ini debut pertamanya, dan ia berhasil
memberikan performa yang baik, berhasil menjadikan Pi sebagai sebagai seorang
pria yang bebas, lucu, tapi juga sangat penyayang.
Overall, Life of Pi
adalah film yang sangat memuaskan. Ya, Life of Pi adalah salah satu
film terbaik tahun ini. Cerita yang sangat terkenal itu berhasil diubah oleh
Ang Lee kedalam tampilan visual yang fantastis. Film yang sangat memikat, pondasi kuat karya Yann Martel diolah dengan baik oleh
David Magee sehingga terasa renyah, dan dibawah komando Ang Lee
semua departemen berhasil menyatu dan menghasilkan sebuah karya yang
menakjubkan serta menyenangkan. Sebuah perjalanan serta perjuangan bertahan
hidup dari seorang anak muda bernama Pi, mampu menyampaikan pesan tentang
kehidupan dan Tuhan yang berhasil membuat tersenyum, terus memandang layar bersama rasa kagum.
Score: 9/10
0 komentar :
Post a Comment