Satu
kata yang tepat untuk menggambarkan nasib franchise yang telah eksis selama
satu dekade ini adalah: kacau. Sejak diangkat ke layar lebar di tahun 2002
lalu, apa yang Paul W.S. Anderson berikan semakin mengecewakan. Anderson
beruntung dia masih memiliki Milla Jovovich, yang masih setia dengan karakter
Alice, meskipun saya yakin Milla pun menyadari bahwa franchise yang ia mainkan ini
perlahan mulai kehilangan daya tariknya. Yap, buat apa meninggalkan franchise
yang selalu berhasil meraih keuntungan tiga kali lipat dari biaya produksinya
ini.
Jujur
saja Resident Evil: Afterlife saya tonton lewat DVD, dimana adegan ketika Alice
terjun dari gedung menggunakan tali masih membekas di ingatan saya. Yha,
setidaknya dibalik ceritanya yang sangat kurang, masih ada beberapa momen yang
menarik bagi saya. Namun hal tersebut tidak saya temui di film ini. Lalu
mengapa saya masih mau menghabiskan waktu saya untuk film yang sudah jelas
tidak akan memberikan kepuasan kepada saya? Jawabnya adalah lebih ke rasa
penasaran saya. Lagi pula, nominasi untuk PnM Award tahun depan, untuk kategori
film terburuk (atau film paling mengecewakan) masih belum cukup. Hahaha.
Lagipula anda tidak akan tahu film itu jelek sebelum anda menontonnya, kecuali
untuk Twilight Saga.
Mr.
Anderson sebenarnya menyajikan cerita yang cukup menarik. Setelah melarikan
diri ke Arcadia di Afterlife, Alice (Milla Jovovich) kembali jatuh ke dalam
kontrol Umbrella Corporation, dan dikurung disatu ruangan dengan hanya ditutupi
dua helai kain dibagian depan dan belakang. Yep, Anderson sepertinya masih
sadar bahwa hanya Jovovich-lah daya tarik film ini. Berkat bantuan Ada Wong
(Bingbing Li), Alice berhasil keluar dari ruangan tersebut, dan kabur dari
wilayah Umbrella Corp. Misi Alice dan Wong berikutnya tidak mudah, karena kini
mereka berada di wilayah simulasi menyerupai kota New York, Tokyo, dan Moskow.
Simulasi ini diciptakan oleh Umbrella Corp untuk menguji coba virus yang mereka
ciptakan. Disisi lain, telah bergerak lima pria yang dipimpin oleh Leon (Johann
Urb). Misi mereka adalah untuk menyelamatkan Alice, dan menghancurkan markas
Umbrella Corp yang berada dibawah air itu.
Rumit?
Tidak. Menarik? Sedikit. Namun yang menjadi tragedi adalah bagaimana semua itu
dieksekusi dengan sangat buruk oleh Paul W.S. Anderson. Berawal dari ketika
Alice secara mengejutkan berubah menjadi blonde diawal film, dan memiliki
seorang anak perempuan bernama Becky (Aryana Engineer), diserang zombie,
mencoba kabur bersama Rain (Michelle Rodriguez), dan terjebak diruang milik
Umbrella Corp. Itu menarik bagi saya. Ditambah dengan Jill Valentine (Sienna
Guillory), yang telah dicuci otaknya oleh Umbrella Corp, menjadikan impresi
awal yang saya dapatkan cukup baik.
Awal
dari kehancuran film ini adalah ketika Alice masuk ke wilayah simulasi. Setelah
Albert Wesker (Shawn Roberts) menjelaskan semuanya, dan kehadiran Ratu Merah,
aksi melarikan diri Alice seolah kehilangan kontrol, benar-benar kehilangan
kontrol. Memang secara visual Paul W.S. Anderson menjadikan petualangan Alice
tampak menarik, layaknya sebuah game, dimana Alice dan Ada Wong berada disatu
wilayah simulasi, kemudian beralih menuju aksi Leon dan pasukannya menghadapi
serangan monster. Namun, daya tarik yang saya dapatkan diawal, secara
mengejutkan hilang. Cerita mulai terperangkap, berputar-putar, tanpa memberikan
ketegangan sama sekali, menjadikan tensi film terjun bebas. Harap-harap cemas
akan kemunculan zombie secara mengejutkan? Ah, tidak berhasil. Terus diinjeksi
aksi pertarungan, dengan kehadiran musuh-musuh yang semakin aneh, dan dibalut
dengan special efek 3D yang tidak terkesan elite, perlahan anda akan merasa
bosan. Saya bahkan berharap ketika mereka berhasil menjalankan misi awalnya,
film akan berakhir. Dan ternyata tidak, masih ada ending, yang akan semakin
mempertebal rasa kecewa anda.
Tidak
ada momen yang mengesankan bagi saya selepas bagian pembuka. Kehadiran Ratu
Merah yang secara periodik memberikan instruksi, tidak berhasil menciptakan
nuansa hitam yang setidaknya dapat menjadikan anda ikut tegang dengan
eksistensi tokoh-tokoh protagonis didalam cerita. Begitu pula dengan Leon dan
teman-temannya. Tugas mereka awalnya adalah menciptakan kondisi dimana anda
ikut merasakan cemas dengan waktu yang telah mereka tetapkan sebelumnya. Dan
itu gagal. Begitupula dengan Jill Valentine yang seolah tenggelam dibawah
kehadiran Ada Wong. Bingbing Li sedikit memberikan daya tarik melalui fisiknya.
Meskipun porsi dalam cerita yang sangat sedikit ia dapat, Bingbing Li
menjadikan sosok Ada Wong berhasil mencuri atensi ketika ia hadir. Mungkin
Michelle Rodriguez yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, terutama
dibagian akhir, ketika adegan pertarungan jarak dekat.
Overall,
Resident Evil: Retribution menghadirkan tontonan yang sangat jauh dari kata
memuaskan. Cerita utama yang tidak memiliki power yang kuat, menjadikan film
menjadi berantakan ketika Paul W.S. Anderson mulai kehilangan kontrol.
Tampaknya Mr. Anderson seolah telah terperangkap disatu zona aman, yang tidak
memberikan celah bagi dia untuk keluar, sehingga apa yang dia berikan belum
berubah. Adegan aksi yang monoton, cerita yang berantakan selepas bagian
pembuka, humor yang berada ditempat yang salah, naskah yang cetek sehingga
karakter tidak bisa dibangun dengan baik, karakter antagonis yang sama sekali
tidak menarik, menjadi bukti kegagalan yang Anderson ciptakan. Untuk film selanjutnya,
Anderson sepertinya harus mencari partner, baik dalam menulis naskah, dan
mungkin mengendalikan film ini. Yap, anda tidak akan menemukan sebuah akhir
cerita di film ini. Petualangan Alice di film ini hanyalah tentang bagaimana ia
kabur, dan berakhir gantung di level yang buruk, sangat buruk jika harus
dibandingkan dengan ending franchise lainnya. Seperti yang saya sebutkan
diawal, secara logika keputusan Mr. Anderson memang tepat. Buat apa membunuh franchise
yang masih dapat memberikan anda keuntungan tiga kali lipat dari biaya
produksi. Setidaknya misi awal saya sukses, dan film ini resmi mengisi nominasi
PnM Award tahun depan.
Score: 3/10
0 komentar :
Post a Comment