Seorang wanita bernama Violet
(Greta Gerwig), bersama dua sahabatnya Heather (Carrie MacLemore) dan Rose
(Megalyn Echikunwoke), mengelola “Suicide Prevention Center”, sebuah organisasi
amal kampus, yang mengemban misi untuk menyelamatkan lingkungan sekitar
kampusnya dari ancaman rasa frustasi, yang ditakutkan akan berujung pada
keinginan untuk bunuh diri. Namun, akibat sifat idealis dan angkuhnya, Violet
justru jatuh kedalam satu masalah yang menyebabkan ia depresi, dan menjadikan
ia sosok yang sangat diawasi karena dicemaskan akan melakukan bunuh diri.
Cerita bermula ketika mereka
merekrut Lily (Analeigh Tipton), seorang mahasiswi transfer. Tidak memiliki
orang yang ia kenal dilingkungan barunya, menjadikan Lily “dengan terpaksa”
bergabung dengan kelompok aneh ini. Ya, aneh, menjaga jarak dari kaum pria,
karena merasa kaum wanita lebih tinggi dari kaum pria, serta berusaha untuk
mengatasi depresi dilingkungan sekitar mereka, justru menjadi depresi akibat
hubungan asmara yang coba mereka jalin.
Ini adalah film pertama dari
Whit Stillman yang saya tonton, dan saya merasakan sesuatu yang baru dari apa
yang Stillman sajikan lewat film ini. Konflik utama yang Stillman ciptakan
memiliki power yang sangat besar. Namun anehnya, dia tidak menciptakan suatu
kemudahan bagi saya untuk menebak dimana saja batas dari cerita yang akan ia berikan. Pemilihan judul yang juga sangat tepat bagi saya, dimana Damsels in Distress memiliki arti seorang wanita muda yang tertawan secara psikologis.
Stillman akan membawa anda
kesatu kisah yang berjalan dengan liar, sehingga tidak mudah diterka. Anda akan
terus bertanya apa yang akan terjadi selanjutnya, seiring terus disuntikkannya
konflik-konflik pendukung, baik itu positif ataupun negative, yang tidak
terlalu terpaku dengan cerita utama. Beberapa elemen kecil cerita yang Stillman
ciptakan merupakan kunci sukses dari segi cerita. Diawali dengan donut yang
digunakan sebagai tawaran pertama kepada
penderita depresi, tap-dancing sebagai media untuk menjauh dari rasa depresi,
aroma sabun dari sebuah hotel untuk mengurangi rasa depresi, sukses Stillman
tempatkan dengan tepat sehingga tampak menarik ketika mereka hadir kehadapan
anda.
Stillman beruntung karena ia
memiliki Greta Gerwig, yang berhasil menjadikan Violet sebagai pusat dari
cerita, dan tidak tenggelam dibawah karakter Lily yang diberikan porsi cukup
besar oleh Stillman. Kisah cinta yang Lily alami juga menarik, dimana ia makan
malam bersama mantannya Charlie (Adam Brody), dan juga pacar baru Charlie.
Kisah cinta segitiga, pecah, dan kembali menjadi segitiga ketika Violet mencoba
hadir, tidak mudah ditebak, dan tidak terlalu berlebihan pada kadar asmara,
sehingga tidak tampak murahan.
Genre film ini salah satunya
adalah komedi. Di beberapa bagian saya merasa kadar humor yang Stillman
berhasil bekerja dan dieksekusi dengan baik. Dari permasalahan tentang Xavier,
yang bagi Heather diawali dengan huruf Z, singkatan Jimbo, hingga yang terbodoh
ketika mencoba bunuh diri dengan melompat dari atas balkon yang ketinggiannya
hanya mampu memberikan cedera pada lutut anda. Stillman lebih menggunakan
kepolosan serta kekurangan dari karakter yang ia miliki untuk membuat anda
tersenyum, ketimbang menggunakan joke-joke langsung.
Overall, Damsels in Distress
memberikan tontonan yang menghibur. Stillman memberikan satu warna baru kepada
saya lewat cara ia mengendalikan semua elemen film ini. Premis yang sederhana,
Stillman bentuk menjadi sebuah kemasan yang terasa menyenangkan, dengan menjual
pola pikir dewasa dari setiap karakter yang ia miliki. Semua konflik dalam
cerita diselesaikan dengan cara yang elegan, baik itu rasa depresi, kisah
pertemanan, hingga kisah asmara. Selama 99 menit, anda akan disajikan sebuah
tontonan dengan konflik utama yaitu depresi, namun justru diselesaikan dengan
cara sederhana dan yang sangat tenang. Memang bukan sebuah film yang “wow” bagi
saya, namun tetap memberikan tontonan yang menyenangkan.
Score: 7/10
0 komentar :
Post a Comment