Marion (Julie Delpy), kembali
mengalami dua hari yang berat dalam hidupnya, persis seperti yang ia alami lima
tahun yang lalu. Kekacauan yang terjadi kali ini bukan berlokasi di Paris,
melainkan New York, dan tanpa sosok Jack (Adam Goldberg). Marion kini menjalin
hubungan dengan Mingus (Chris Rock), yang berprofesi sebagai penyiar radio dan
penulis. Hubungan mereka berjalan lancar, dimana Mingus bersedia menjadi ayah angkat
dari anak Marion, begitupula Marion terhadap anak Mingus. Namun cobaan tiba
ketika Ayah Marion, Jeannot (Albert Delpy), datang mengunjunginya, beserta dua
troublemaker lainnya Rose (Alexia Landeau), adik Marion, dan Manu (Alexandre
Nahon), pacar Rose, dan juga mantan pacar Marion.
Tiga tamu spesial Marion ini
memiliki keterbatasan dalam berbahasa inggris. Ini menjadikan Marion berupaya
untuk selalu berada disekitar mereka. Namun apa yang akan anda dapatkan jika
berada disekitar orang yang selalu membuat masalah? Yap, masalah. Jeannot,
Rose, dan Manu masih membawa kebiasaan mereka di Paris, terutama Manu yang
berpikiran semua penduduk New York seperti apa yang ia saksikan di televisi.
Hal ini menyebabkan emosi Marion menjadi labil, timbul pertengkaran dengan
Mingus, ditambah rencananya mengadakan pameran hasil karyanya.
Masih seperti proyek yang ia
ciptakan lima tahun lalu, film ini masih berada dibawah kendali penuh Julie,
dari sutradara, penulis, hingga bintang utama. Kali ini Julie berbagi tugas
dengan Alexia Landeau dan Alexandre Nahon, yang merupakan bagian dari tim
troublemaker. Dan hasilnya, permasalahan yang dibangun dari skala kecil,
perlahan tapi pasti bergerak kearah positif, dan berhasil mencapai puncaknya,
berkat tekanan moral dialami dua karakter utama, serta keusilan dari tim
troublemaker. Porsi dari bahasa Prancis masih kental di film ini, yang justru
menjadikan karakter Jeannot, Rose, dan Manu menjadi menarik. Hal ini juga
sukses menciptakan batas, sehingga Mingus yang tidak mengerti menjadi bingung
dengan kekacauan yang terjadi.
Setting latar yang diciptakan Julie
di film ini tidak seluas karyanya terdahulu. Dominasi latar sebuah apartemen,
seolah menjadikan permasalahan yang tercipta berputar di satu ruangan kecil,
mencoba sejenak keluar, dan kembali ke apartemen. Dengan situasi yang Julie
ciptakan, konflik dari dua karakter utama menjadi terlihat cukup fokus,
menutupi plot yang sejak awal tidak begitu meyakinkan, berbeda dengan
pendahulunya.
Cast berhasil memberikan
performa sesuai bagian yang mereka dapatkan. Tidak ada yang begitu dominan dari
tim troublemaker, karena ketika berhasil membuat saya jengkel dengan sikap yang
mereka tunjukkan. Julie dengan karakter Marion, bermain cukup baik dalam
menghadapi tekanan yang ia dapat, namun tidak se-dominan Chris Rock. Chris memberikan
kinerja yang sangat baik, meskipun beberapa humor yang ia berikan gagal,
termasuk perbincangannya dengan Obama. Namun yang manjadi titik kunci dari cast
adalah chemistry yang berhasil mereka ciptakan dengan baik.
Overall, 2 Days in New York
menghadirkan tontonan yang cukup memuaskan. Plotnya tidak memiliki power yang
kuat, dan terbukti tidak mampu menjaga daya tariknya hingga akhir film.
Performa dari cast sedikit membantu film ini tetap hidup, dengan beberapa humor
yang cukup berhasil, meskipun mudah ditebak. Bagi saya Chris Rock mencuri posisi pusat cerita dari
Julie Delpy. Meledak diawal dengan konflik yang dibawa tim troublemaker, tensi
perlahan turun, coba dibantu dengan humor, namun tidak memberikan dampak yang
begitu besar. Ini diperparah dengan ending yang terasa hambar, terutama
kehadiran Vincent Gallo yang justru merusak cerita yang telah dibangun.
Score: 6,5/10
0 komentar :
Post a Comment