Faktanya, film horror dengan latar rumah kosong, dibantu situasi terkunci dari dunia luar, memang efektif memberikan kesan nuansa “gelap” pada cerita. Itu yang diterapkan oleh Gustavo Hernández, penulis “La casa muda”, yang merupakan versi asli dari film ini. Chris Kentis dan Laura Lau mencoba menyampaikan kembali cerita yang merupakan kisah nyata ditahun 1940-an, Silent House.
Sarah (Elizabeth Olsen), kembali ke rumah masa kecilnya bersama John (Adam Trese), ayahnya, dan pamannya Peter (Eric Sheffer Stevens). Mereka kembali untuk mengemasi properti, dirumah yang akan mereka jual tersebut. Apa jadinya film horror dibantu dengan penerangan bak stadion sepakbola? Yap, listrik rumah tersebut mati akibat digigit oleh binatang. Dibantu ciri khas rumah lama yang tidak terurus lagi, dimana semua pintu dan jendela tertutup serta terkunci dengan baik, maka lengkaplah suasana hitam yang tercipta diawal cerita.
Pada awalnya cerita tidak begitu menyeramkan, sampai ketika hal-hal misterius mulai muncul, dari seseorang yang mengaku sahabat kecil Sarah bernama Sophia (Julia Taylor Ross), serta bunyi-bunyi aneh yang terdengar didalam rumah. Dan ketika Sarah tidak mendengar jawaban dari ayahnya, rasa panik mulai menyelimuti dirinya, yang kemudian mencoba kabur dari rumah yang akses keluarnya telah tertutup rapat.
Intensitas plus dan minus yang film ini berikan bagi saya sama besarnya. Yang menarik bagi saya adalah setting latar yang diciptakan cukup berhasil memberikan impresi awal yang kuat akan nuansa gelap. Keputusan untuk tetap menerapkan continous shot seperti film aslinya juga cukup menarik (meskipun telah dibantah oleh Elizabeth, serta Chris dan Laura, tapi okelah, melihat eksekusi yang cukup baik).
Kemudian naskah, yang ditulis sendiri oleh Laura Lau berdasarkan film La casa muda. Diawali dengan alur yang sedikit lambat, gebrakan cerita dimulai ketika Sarah mulai panik, dan celakanya saya telah ikut terperangkap bersama Sarah. Laura sukses membuat saya merasakan kondisi disekitar Sarah. Motif dari pelaku juga tetap dijaga dengan rapat. Yap, sampai disitu saja, hingga proses pengungkapan pelaku mulai berjalan. Disini benar-benar kacau. Kesuksesan menciptakan tensi yang stabil cenderung bergerak naik sejak awal film, disisipi bagian akhir yang kurang bertenaga, kering, dan nuansa gelap hilang seketika.
Oya, Elizabeth Olsen, menjadi kunci dari nilai positif yang film ini miliki. Silent house rilis bersamaan dengan Martha Marcy May Marlene, salah satu film yang mengejutkan saya tahun lalu dengan performa yang sangat baik dari Elizabeth. Di film ini Elizabeth memang tidak sehebat ketika ia memerankan Martha di MMMM. Namun, ekpresi wajahnya ketika diserang rasa panik dan takut, menjadikan saya dibeberapa bagian ikut merasakan kecemasan yang Sarah alami.
Overall, silent house adalah film horror yang menghibur, tapi kurang horror. Yap, kurang seram. Ciri khas film horror dimana sosok makhluk halus yang muncul kemudian hilang kali ini tidak efektif bagi saya. Ceritanya mudah ditebak, hanya sedikit terbantu dari keingintahuan dari sosok sang pembunuh. Frekuensi kamera goyang terlalu banyak. Memang stabil diawal, ditambah gebrakan cerita yang menarik di paruh pertama, namun parahnya diakhiri dengan cara yang seharusnya bisa lebih baik lagi.
Score: 6,5/10
0 komentar :
Post a Comment